Wuaaahhhh bab sebelumnya rame juga yaaakkk bisa tembus 700 like 300 komen lohhhh luwar biyasa kalian mahhh kalo ama cowok2 sadiss suka bgtt hahhahaha padahal belom apa2 wakakakakak Vote komen lagi yaaakkkk muwaahhhh
Bab 1.B
"Bu? Bu?" panggilan itu menyadarkan Ivana dari lamunannya.
"Ya. Pak?"
"Sudah sampai." Sang supir memberitahukan bahwa mereka sudah sampai di area rumah sakit. Ivana tersenyum, menyimpuni barang-barangnya sebelum dia keluar dari mobil tersebut.
Ivana masih memikirkan apa yang diucapkan oleh Rainer tadi pagi, bahwa kekasih pria itu, sedang hamil. Rainer akan sering menemani perempuan itu. lalu bagaimana dengan dirinya? Bukankah kini ia juga sedang mengandung? Bagaimana dengan anak-anaknya?
Selama ini, Ivana menerima sikap tak adil yang ditunjukkan Rainer padanya. Rainer lebih memilih Sahara dalam segi apapun dari pada dirinya. Ivana mengerti, karena pria itu begitu mencintai kekasihnya, sedangkan dia menikahi Ivana hanya karena dendam. Tapi kini, bagaimana mungkin ketidak adilan itu juga akan diterima oleh anak-anaknya?
Sebuah rasa sesak menghimpit dadanya. Selama ini Rainer tak pernah bersikap baik, perhatian, ataupun bersikap lembut pada anaknya. Bagaimana dengan nanti? Bagaimana jika pria itu memiliki putera atau puteri lain dari wanita yang dicintainya? Ivana tak bisa memikirkan jika anak-anaknya akan diabaikan dan tak memiliki sedikitpun kasih sayang dari ayahnya. Itu sangat menyakitkan.
Matanya tiba-tiba berkaca-kaca memikirkan hal tersebut. Ivana lalu menuju ke tempat pendaftaran, mendaftarkan Kayla untuk bertemu dengan Dokter Farel, dokter langganannya.
Mereka memang saling mengenal cukup lama, sejak Aksa masih bayi dan mengalami panas demam tinggi hingga kejang. Saat itu, Dokter Farellah yang menangani Aksa, hingga kemudian, kini dokter Farel menjadi dokter anak-anak Ivana jika mereka sakit.
"Maaf, Bu. Jadwal Dokter Farel sudah penuh sampai malam nanti." Ivana ternganga mendengar jawaban itu. Apa ini memang hari yang sial untuknya. Suasana hatinya sedang buruk karena berita kehamilan kekasih suaminya, kini, ditambah lagi kenyataan bahwa Kayla kemungkinan besar tak bisa berobat dengan Dokter Farel.
"Sust, tolong, satu tempat saja buat anak saya. Saya akan menunggu sampai malam, nggak apa-apa."
Ivana memohon, matanya kembali berkaca-kaca. Dia hanya butuh teman, tapi dia tak tahu harus menceritakan kegundahan hatinya pada siapa.
"Hei ada apa ini?" suara itu membuat Sang suster dan Ivana menolehkan kepala ke arah si pemilik suara. Itu adalah Dokter Farel, dokter muda langganan Ivana yang saat ini ingin di temuinya.
"Dok." Entah kenapa Ivana merasa sangat senang melihat Sang Dokter.
"Ivana, ada masalah?"
"Dok, ibu ini mau periksakan anaknya, tapi jadwal Dokter penuh sampai malam nanti." Sang Suster menjelaskan.
Dokter Farel melirik jam tangannya. Saat ini memang belum saatnya dia membuka praktik di rumah sakit ini, tapi tadi ada seorang pasiennya yang sedang di rawat inap dan harus mendapatkan kontrol darinya.
"Suruh masuk ke ruangan saya sekarang." Tanpa pikir panjang, Sang Dokter mengucapkan kalimat itu.
"Tapi Dok..." Sang suster tak bisa membantah lagi ketika Dokter Farel mulai mengajak Ivana menuju ke ruangannya. Ya, tak ada yang bisa dilakukan Sang Suster, Dokter Farel bisa berbuat sesuka hatinya, karena keluarganya pemilik rumah sakit itu.
****
"Terima kasih, Dokter bersedia memeriksa Kayla."
Farel tersenyum karena ucapan formal dari Ivana. "Saya tahu, kedatangan kamu bukan hanya untuk memeriksakan Kayla. Kamu tahu, bukan, kalau jam praktik saya bukan siang-siang seperti ini?"
Ivana tersenyum. Mereka memang cukup dekat, saking dekatnya, karena dulu, hampir setiap bulan sekali, Ivana harus menemui Dokter Farel karena Aksa atau Kayla yang sakit. Selain itu, Farel merupakan satu-satunya orang yang cukup dekat dengan Ivana, kecuali Rainer tentunya. Karena Ivana sendiri tak memiliki satu temanpun.
Kedekatan mereka bermula ketika berkali-kali Ivana ke rumah sakit mengantar anak-anaknya berobat, tapi tak sekalipun suami Ivana menemani. Hal itu cukup membuat Farel bertanya-tanya. Kemudian, Ivana hanya sedikit bercerita jika suaminya sibuk dan hubungan mereka tak seperti kebanyakan. Sejak saat itu, Ivana dan Farel mulai saling menceritakan masalah pribadi diluar dari hubungan dokter dan orang tua pasien.
Mereka merasa cocok satu sama lain, meski begitu, pertemuan mereka tak pernah lebih dari ketika Ivana ke rumah sakit untuk memeriksakan anaknya. Mereka bahkan tak saling tukar nomor ponsel.
"Saya, hanya terlalu khawatir dengan Kayla, Dok. Demamnya tidak mau turun bahkan setelah saya memberi plester penurun panas."
Farel tersenyum. Dia mulai memeriksa Kayla, "Sepertinya kita pernah sepakat untuk hanya memanggil nama saja saat bertemu seperti ini." Farel mengingatkan. Ivana sedikit tersipu karena hal itu. meski begitu dia tidak menanggapinya.
Farel selesai memeriksa Kayla, dan dia berkata bahwa Kayla mungkin kena radang tenggorokan. Farel meresepkan obat untuk Kayla. Kemudian dia melirik jam tangannya.
"Jadwal praktik saya masih jam 4 sore nanti. Bagaimana kalau siang ini kita keluar dulu."
"Ehh?" Ivana terkejut dengan ajakan itu.
"Itung-itung sebagai terima kasih karena saya menerima pasien sebelum jadwal praktik di mulai." Sindirnya.
Ivana merasa tak enak, akhirnya dia menyetujui apa yang ditawarkan Farel. Mungkin, ia memang harus sesekali menghirup udara bebas. Melupakan sejenak urusan rumah tangganya. Tidak masalah, bukan?
******
"Dimana dia?" Rainer bertanya pada supir yang bertugas mengantar Ivana kemanapun juga. Saat ini, dirinya sedang berada di kantor, dan sedang menunggu kedatangan Sahara.
"Ibu ada di salah satu kafe, Pak."
"Kafe? Mau apa dia di sana?"
"Tadi, keluar dari rumah sakit, ibu pergi dengan seorang pria berpakaian seperti dokter, Pak."
"Apa?" Rainer merasa tak suka mendengarnya. "Kirimkan foto mereka." perintahnya sebelum mematikan telepon. Rainer menunggu pesan masuk dari supirnya, dan ketika dia mendapatkan apa yang dia mau, Rainer tak tahu kenapa tiba-tiba saja kemarahan menguasai dirinya.
Tampak, di sana, Ivana sedang tersenyum lembut di hadapan seorang pria. Perempuan itu sedang menggendong Kayla. Dan sedang tampak bercakap-cakap dengan akrab pada pria di hadapannya.
Yang membuat Rainer marah adalah, bahwa Ivana menampilkan senyuman itu lagi. Senyuman yang sudah lima tahun tak terlihat oleh Rainer. Senyuman yang berusaha dihapus oleh Rainer dari wajah Ivana. Ivana tak boleh tersenyum lagi, dia harus mematikan kebahagiaan perempuan itu.
Tapi kini, kenapa bisa perempuan itu tersenyum lagi? Lebih menjengkelkan lagi, perempuan itu tersenyum di hadapan pria lain. Rainer tak akan memaafkannya. Nanti malam, dia harus memberi hukuman yang setimpal untuk Ivana. Ya, harus setimpal.
-TBC-
Dikit2 aja yaaa penting updatenya kayak makek skincare hahahahahahhaa
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil Husband
RomanceMemiliki suami seperti seorang Rainer Bastian merupakan sebuah mimpi buruk bagi Ivana Putri Abinaya. Bagaimana tidak, Rainer menikahinya hanya karena sebuah dendam. Tujuan hidup Rainer hanya satu, yaitu membuat Ivana menderita sepanjang hidupnya. ...