Pegangan, gue mau ngebut.

80 2 0
                                    

Aqila berjalan meninggalkan ruang kelas, menuju tempat Banu berada.

"Kok ngga ada?" Ia mengaduk-aduk totebag mencari ponselnya, dan menscroll layar tersebut.

"Halo."

"Dimana?"

"Gue udah selesai ni."

"Di belakang lo." Aqila berbalik badan.

"Ih, ngeselin lo." Ia memukul lengan Banu menggunakan buku yang ia bawa.

"Ih, sakit tau haha." Banu tertawa sambil mengelus-elus lengannya yang di pukul

"Emang enak." Aqila kemudian berbalik badan membelakangi Banu mengambil helm yang ia gunakan tadi. Kemudian mengunci helm tersebut.

"Kenapa sih ngga bisa?" Aqila berbalik badan lagi menghadap Banu yang masih memperhatikan tingkah Aqila.

"Jangan ketawa muluuuu, ini gimana?"

"Haha sini-sini." Banu gemas dengan tingkah Aqila kemudian menunduk mengunci helm yang Aqila gunakan.

"Helm ini cuma gua yang bisa nguncinya, tadi selama diperjalanan lo ngga kunci helmnya kan?" Ia berusaha mengunci helm tersebut sambil sesekali menatap wajah Aqila dari dekat.

"Iya, abisnya susah." Aqila balik menatap Banu.

Klik

"Dah."

"Thank you."

Aqila menjauh dari motor Banu, menunggu Banu mengeluarkan motornya dari parkiran.

"Ayo!"

"Oke." Aqila menaiki motor Banu dan mulai keluar dari gerbang sekolah.

Banu mengelakson satpam di gerbang sambil menganggukkan kepala tanda Permisi sekaligus terimakasih, kemudian satpam tersebut membalas dengan anggukkan pula.

Baru beberapa meter keluar dari wilayah sekolah, Aqila menatap langit di ujung sana. Tampak gelap dan mungkin sedikit lagi akan hujan. Tapi di jalanan yang ia lewati, langitnya masih terlihat terang daripada di sana.

"Kok mobil itu basah ya? Hujan dimana?" Tanya Aqila membuka percakapan.

"Iya ya, dimana ya?" Tanya Banu balik.

"Haha, mana gue tahu, gue kan nanya lo."

"Ya iya, gue juga mana tahu. Apa kita ketuk aja kacanya? Kita tanya?" Jawab Banu menatap Aqila dari spionnya.

"Hahaha, ketuk-ketuk ya?" Aqila mengangkat tangannya mengetuk-ngetuk udara di dekat mobil yang basah tersebut.

"Gila kali ya, kita ngetuk-ngetuk cuma buat nanya hujan dimana." Sambungnya.

"Iya, lo gila."

"Enak aja."

Perjalanan selalu diiringi gelak tawa oleh Banu dan Aqila, sesekali Aqila mencubit Banu karena ia terlalu menyebalkan. Sesekali juga ia menggetok helm yang Banu gunakan karena hampir saja menabrak mobil di depannya.

"Kil." Banu teriak.

"Apa?"

"Pegangan, gue mau ngebut." Aqila tidak menjawab, ia langsung melingkarkan tangannya di pinggang Banu. Karena Aqila tahu maksud Banu mengebut agar kita sampai lebih cepat dan tidak terkena hujan.

Tetapi sayang, air dari langit itu perlahan turun sedikit demi sedikit.

"Mau pake jas hujan kapan?" Banu berteriak lagi.

"Terserah." Jawab Aqila.

"Yaudah, kita hajar dulu ya hujannya." Banu mulai menaikkan lagi kecepatan motornya. Aqila semakin mengencangkan pegangannya. Karena terlalu fokus, Banu menghajar polisi tidur di depan sana.

"WOW."

Bokong Aqila sedikit terangkat sekitar 15 cm dari jok motor Banu, tetapi Banu dengan sigap memegang kaki Aqila dengan tangan kirinya agar tidak terjatuh dan sedikit menengokkan kepalanya ke kiri, memastikan Aqila baik-baik saja. Bahkan Aqila kaget Banu memperlakukan ia seperti itu.

Keduanya malah tertawa, dan Banu mulai mengurangi kecepatannya.

"Hahaha, untung kaki lo gue tangkep, Kil." Banu tertawa menghadap spionnya.

"Gilaaaa," Aqila tertawa menatap Banu di spionnya.

"Sumpah gue takut lo jatuh tadi, sorry ya, gue ngga liat." Banu masih tertawa menatap spion. Kemudian memberhentikan sepeda motornya di pinggir jalan karena hujan mulai deras dan satu persatu para pengemudi lain pun berhenti untuk mengenakan jas hujan.

"Lo tau ngga tadi kecepatan gue berapa?" Banu bertanya pada Aqila, Aqila hanya menggelengkan kepalanya. Mereka kini sudah di pinggir jalan, dan Banu sedang mengeluarkan jas hujan dari dalam motornya.

"97 km." Banu menutup kembali jok motornya.

"Ih gilaaa lo, hahaha."

"Tapi lo ngga scarry, kan?" Banu menatap Aqila.

"Ngga, gue ngga scarry." Banu mulai mengenakan jas hujannya, begitupun dengan Aqila.

"Yah, kayaknya hujannya reda ini mah, kelamaan pake jas hujan." Ucap Aqila menyindir Banu yang lama mengenakan jas hujan.

"Yeee," akhirnya Banu mencubit pipi Aqila sekilas karena terlalu gemas.

Mungkin beberapa orang akan mengira kalau mereka adalah sepasang kekasih, karena tingkahnya seperti sepasang kekasih yang sedang bersenda gurau di tengah hujan. Tapi mungkin sebagian akan mengira mereka seperti adik kakak, karena Aqila terlihat seperti adik Banu dan tingginya pun hanya sebahu Banu.

Aqila harap ada yang mengabadikan momentnya dengan Banu, dengan harapan ia dapat melihat seberapa bahagianya ia dengan Banu.

Banu selalu saja bisa membuat suasana menjadi hangat, ia tidak akan membiarkan Aqila terdiam di belakangnya, ia selalu melakukan hal-hal konyol di atas motornya, atau memanyunkan bibirnya ketika mengemudi, memangnya hal itu wajar? Memanyunkan bibir ketika mengemudi? Aneh sekali, woy.

Sekarang Aqila dan Banu tengah menembus hujan yang semakin lama semakin deras. Hanya beberapa pertanyaan yang sesekali Banu tanyakan kepada Aqila. Agar Aqila tidak tertidur di belakang sana. Aqila masih melingkarkan tangannya di pinggang Banu. Karena Banu yang menyuruhnya.
.
.
.
.
.
Tengkyu yang sudah mampir, jangan lupa share yaaa.

Jangan lupa kasih komentar dan votenya, ayafluuu😘

Author
15.11 WIB.

GAPAPA, KOK!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang