"sudah sampai tuan puteri." Banu baru saja mematikan mesin motornya.
"Dih, apaan sih." Aqila turun dari motor Banu. Kemudian berusaha membuka helm yang ia gunakan.
"Ngga akan bisa, Kikil." Banu bicara dengan lembut dan mengambil alih pengunci helm itu. Ia membukakan helm yang Aqila gunakan. Sedangkan Aqila sibuk memperhatikan Banu dengan seksama.
"Gue tahu kok, gue ganteng." Ucap Banu asal membuyarkan tatapan Aqila dan masih berusaha membuka pengunci helm yang Aqila gunakan.
"Idih, apaan dah lo." Aqila langsung membuang tatapannya beralih menatap langit-langit yang masih mendung meskipun hujan sudah reda sejak beberapa menit yang lalu.
Trek.
"Sudah tuan puteri." Banu melepaskan pengunci yang ia pegang tadi, kemudian Aqila langsung mengangkat helm tersebut dari kepalanya.
"Thank you." Aqila memberikan helm tersebut pada Banu. Kemudian membuka jas hujan yang ia kenakan.
"Jas hujannya lo simpen aja dulu, tapi jangan lupa selalu di bawa yaa." Ucap Banu yang sedang mengunci balik helm yang diberikan Aqila tadi.
"Karena hujan datengnya tiba-tiba, kayak perasaan." Sambungnya lagi sambil menatap Aqila.
"Hah? Gimana-gimana?" Aqila memastikan ucapan Banu.
"Haha ngga, udah sana masuk."
Apa sih Banu. Batinnya.
Aqila memanyunkan bibirnya, kesal dengan Banu.
"Gue cubit nih." Ucap Banu, gemas.
"Ih jangan." Aqila kembali cemberut.
"Ya udah, jangan cemberut. Senyum dong." Banu langsung menunjukkan jajaran giginya yang rapih nan putih.
"Idih, itu mah nyengir bukan senyum haha."
"Hahaha kan sengaja." Banu menyeringai.
"Ya udah, gue pulang ya." Ucap Banu lagi, kemudian di balas anggukan oleh Aqila. Kemudian Banu melesat dengan motornya perlahan sampai menghilang di telan jajaran bangunan serta pepohonan.
***
"BUANG AJA! NGAPAIN SIH ADA DI DALEM RUMAH?" teriak pria paruh baya itu.
"YA JANGAN LAH!"
"EMANGNYA KAMU MAU KETULARAN? KUCING SAKIT KAYA GITU DI PELIHARA, BUAT APA?" ucap pria paruh baya itu, lagi.
"KAMU TUH NGGA PUNYA HATI YA?"
Tiba-tiba pria paruh baya itu berjalan dengan kasar mendekati kucing tersebut, mengambil dan hendak membawa sang kucing untuk di buang keluar rumah.
BUK
"Eh?" Aqila kaget, ia baru saja hendak menaiki teras rumahnya tiba-tiba pintu terbuka dan keluar kucing kesayangannya yang dilempar oleh Usman, ayahnya sendiri.
"Apa-apaan sih, Pah?" Aqila menatap Usman lalu langsung mengambil Moli, kucing peliharaannya.
"JANGAN DIPEGANG AQILA!" Teriak Usman di ambang pintu.
"Papa ngga boleh buang Moli kaya gitu. Dia lagi sakit." Sekarang Moli sudah dalam pelukan Aqila.
"MAKA DARI ITU KUCINGNYA HARUS DIBUANG!" Ucap Usman, nadanya hicaranya kini lebih keras dari sebelumnya.
"NGGA!" Balas Aqila.
Aqila masuk tanpa permisi melewati Usman dengan wajah kesal serta moli dalam dekapannya, tidak peduli ini kali pertama ia bertemu dengan orang tuanya semenjak beberapa bulan ditinggal untuk urusan pekerjaan.
Sampai di ruang tengah, Aqila melihat wanita paruh baya yang sedang menaiki anak tangga.
"Kenapa mama biarin papa buang Moli?" Nada bicara Aqila terdengar santai tetapi seakan-akan sedang mengintimidasi Vina, sang mama. Vina yang mendengar segera membalikan badannya.
"Mama kan tau Moli ini kucing kesayangan aku." Aqila bicara dengan Vina, kali ini bertatapan.
"Mama udah bilang ke si papa, Teh." Kali ini suara Vina terdengar lembut, berbeda dengan nada suaranya ketika marah seperti tadi dengan Usman, nada sunda khasnya dan sebutan Teh untuk Aqila menjadi ciri khas Vina.
"Ulah di buang, ceuk mama ge." Sekarang Vina menuruni anak tangga.
"Ari kamu pan tau, papa kamu teh keras kepala, mama lieur."
"Jadi weh Moli dibuang."
"Naha atuh lain dikandangan?" Vina merangkul Aqila.
"Udah aku kandangin kok." Aqila malah berjalan menaiki anak tangga dan menuju kamarnya. Sejujurnya ia rindu dengan sang mama. Tapi karena masalah ini, ia membuang jauh-jauh rindu itu, bergantikan kesal yang menggebu-gebu.
Vina yang ditinggalkan hanya menatap punggung Aqila, Vina mengerti betapa sayangnya Aqila dengan Moli karena Aqila lah yang merawat Moli dari kecil hingga menjadi besar. Akan tetapi Moli terlihat lemas belakangan ini, bahkan tubuhnya lebih kerempeng karena sakit yang menyebabkan ia tidak mau menerima asupan makanan.
Aqila membawa Moli ke kandangnya, kandang tersebut berada di samping rumah Aqila berdekatan dengan kolam renang milik keluarganya.
"Kamu jangan keluar lagi ya Moli, besok kita ke dokter."
Aqila menatap makanan yang masih penuh di dalam kandang Moli, sepertinya Jerry yang tidak sengaja membiarkan pintu kandang Moli terbuka ketika memberi makan, sehingga Moli dapat keluar dari kandangnya.
.
.
.
.
.
Tengkyu guyssss sudah menunggu♥️♥️
Maaf yaa kalo rada2 berantakan mohon maaf sekaliiii, bisa banget kasi saran atas cerita ini yaaaAuthor
05.12 wib
KAMU SEDANG MEMBACA
GAPAPA, KOK!
ChickLit"lo jangan buat gue khawatir dong, kan gue jadi kepikiran." - Banu, 2020. . . Pernah di #2 Pasti