Liburan beberapa hari di Canada membuat hubungan antar kedua keluarga semakin dekat dan sepakat menentukan tanggal pernikahan Taehyung dan Jiyeon. Awalnya Jiyeon sempat protes karena pernikahan dinilai terlalu cepat mengingat dirinya yang belum menyelesaikan kuliahnya. Tapi gadis itu kembali diyakinkan oleh kedua orang tua Taehyung menikah di usia muda adalah hal yang menyenangkan. Terlebih keduanya berada di universitas yang sama. Tidak akan banyak kendala dalam kuliah mau pun bekerja nantinya.
Maka, dua bulan terhitung dari sekarang, Taehyung dan Jiyeon akan menyelenggarakan pesta pernikahan.
Senyum tidak henti-hentinya menghiasi wajah cantik yang sudah sedari tiga puluh menit yang lalu memandangi cincin dengan permata biru langit melingkar di jari manisnya. Taehyung resmi melamarnya di Canada, di depan kedua orang tua mereka.
"Sekarang kau akan memberiku makan malam atau akan memandangi itu semalaman? Aku lapar, Ji."
Suara Jihoon mengganggu kesenangan Jiyeon, gadis itu berdiri dan menjitak dahi adiknya yang merungut kesal.
Mengambil beberapa bahan makanan di dalam kulkas, memasak untuk makan malam mereka berdua.
"Apa kau akan mengundang Jungkook ke pernikahanmu?" tanya Jihoon sukses membuat sang kakak menghentikan gerakan pisaunya yang tengah memotong wortel.
"Kenapa tiba-tiba bertanya begitu?" Jiyeon kembali melanjutkan potongannya meski pikirannya kini melayang pada kejadian pertemuan terakhir ia dan Jungkook di supermarket.
Semua kalimat yang Jungkook utarakan masih begitu segar, seakan baru satu jam yang lalu Jungkook mengutarakan semua perasaan yang kini tengah menderanya.
Rasa sakit dan penyesalan terbaca jelas pada iris kelam milik Jungkook. Jiyeon tidak bisa untuk tidak peduli, mungkin memang benar Jungkook lah yang memulai ini semua, tapi Jiyeon pun mengerti, jika Jungkook salah paham akan perasaannya yang dulu.
Pria itu hanya salah dalam mengartikan perasaannya pada Jiyeon di awal pertemuan mereka. Jika saja Jungkook lebih mengetahui perasaannya terlebih dahulu. Mungkin Jiyeon tidak pernah menjauh dan nama Taehyung tidak akan menjadi sekat diantara mereka.
Kini hatinya yang sempat terurai tidak berbentuk karena cinta pertama yang tidak berjalan baik, kembali utuh karena dirawat dan diobati oleh pemilik yang tepat. Taehyung tidak pernah menuntut Jiyeon seperti gadis yang ia inginkan. Taehyung selalu membebaskan lantaran baginya Jiyeon bisa diterima meski kelewat dingin di awal kedekatan mereka.
"Aku hanya penasaran, makanya aku tanya."
"Tentu aku akan mengundangnya."
Jihoon mengangguk acuh, ia sudah menduga akan jawaban Jiyeon. Pria itu menggigit bibir bawahnya, ingin bertanya perihal yang mungkin akan menyulut api di diri Jiyeon.
Tapi ia begitu penasaran mengingat bahasan kelewat sensitif ini pasti akan dikemukakan juga esok harinya.
"Bagaimana dengan wanita itu?"
"Ah!"
Pertanyaaan Jihoon sukses membuat Jiyeon melukai jarinya sendiri. Pria itu lekas berdiri dan meraih tangan kakaknya yang mengeluarkan darah.
Dengan sedikit panik, Jihoon menyuruh kakaknya duduk di kursi makan sementara pria itu mengambil kotak obat di dalam lemari. Kembali menghampiri Jiyeon dan mengobati luka yang secara tidak langsung Jihoon lah penyebabnya.
"Maaf, Ji, tapi—"
"Aku tidak akan mengundangnya," jawab Jiyeon dingin. Menghentikan tangan Jihoon yang tengah memberi plester pada jari telunjuk Jiyeon.