Bagian 15

2.4K 282 62
                                    

Silahkan vote dan komen ya. Atau follow akun aku biar nggak ketinggalan info soal FF ini 😊

Lagi-lagi chapter ini termasuk Chapter Panjang. Jadi bacanya pelan-pelan aja ya.

Selamat membaca...

.

Musim dingin, tiga tahun yang lalu.

Kim Seokjin mengerahkan seluruh kekuatan tungkai kakinya untuk tiba di rumah sakit dengan segera. Mengabaikan dinginnya salju pertama di bulan Desember serta riuhnya jalanan Gangnam malam ini, pria itu berlari membelah jalanan. Sialnya jarak yang tak genap 100 meter lagi itu kini terasa begitu jauh. Merutuki diri harusnya ia membawa kendaraan menuju tempat itu.

"KIIM!"

Tubuh Seokjin menegang manakala presensi sang ibu didapatinya setibanya ia di rumah sakit. Wanita itu menyambutnya dengan pelukan dan air mata yang luruh deras. Tak ingin menerka, namun pemandangan ini jelas menyiratkan sesuatu yang buruk.

"Ayahmu Kim, ayahmu!" Wanita berusia 50 tahun itu meremas erat coat coklat yang dikenakannya, isak yang menyayat hati itu seolah menjadi pertanda buruk.

"Ayahmu sudah pergi."

Seokjin menahan tubuh ibunya yang melemah, dipeluknya wanita itu erat. Pikirannya terasa kosong untuk beberapa saat. Berharap mungkin saja ini hanyalah mimpi di musim dingin atau candaan mengingat kedua orang tuanya gemar memberinya kejutan-kejutan unik di hari ulang tahun.

Langit seakan meruntuhinya. Dunianya rasanya berakhir tiba-tiba.

"Tuan Kim." Park Bo Jong, orang kepercayaan ayahnya menghampirinya. Lelaki yang sudah dianggapnya seperti paman sendiri itu membungkuk hormat sebelum menyodorkan sebuah amplop padanya. "Ayah anda meminta saya memberikan ini kepada Anda. Saya menemukannya di meja kerja beliau."

Seokjin melepas sejenak pelukannya pada sang Ibu lantas menerima pemberian Park Bo Jong. Menguatkan diri, pria itu merobek ujung amplop berukuran A4 di tangannya. Membaca tiap baris pesan yang ditulis sendiri oleh tangan ayahnya.

Air mata akhirnya terjatuh dari pelupuknya. Tergambar jelas barisan huruf itu ditulis dengan diiringi luka.

Tubuh pria itu merosot ke lantai. Tangisnya pecah dengan hebatnya.

Dua minggu lalu kala sang ayah menggugat cerai ibunya, ia merasa bahwa saat itu adalah titik terburuk dan terberat dalam hidupnya.

Namun nyatanya tidak.

Kepergian ayahnya untuk selama-lamanya. Serta fakta bahwa orang-orang yang harus bertanggung jawab untuk ini semua tak lain adalah mereka yang sudah dianggapnya seperti keluarga, lebih dari sekedar saudara.

Hal itu lebih menyakitkan dan lebih buruk dari apapun.

*

*

*

"Memangnya apa isi amplop itu?" Heejin menatap Jungkook yang baru saja mendudukkan tubuhnya di ujung tempat tidur, tepat selepas lelaki itu menghabiskan hampir satu jam untuk bercerita.

Saat ini mereka kembali berada di kamar Jungkook karena suhu di ruang rahasia sudah disetel permanen oleh lelaki itu untuk tetap berada pada batas 16 derajat, dan Jungkook tak ingin kondisi gadis itu kembali memburuk. Sebetapa kuatnya Heejin memaksa, lelaki itu tetap tak mengizinkan.

EX!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang