Silahkan vote dan komen ya. Atau follow akun aku biar nggak ketinggalan info soal FF ini 😊
Warning: Mature Content!
.
"Sunbae baik-baik saja?" Heejin menatap lelaki itu begitu mereka memasuki gedung. Gadis itu jelas paham bahwa keadaan Jungkook tentu tak baik-baik saja usai bertemu Seokjin.
Percakapan singkat mereka bahkan terdengar begitu mengerikan di telinganya.
Ingatannya masih segar kala pertama kalinya mendengar Seokjin dengan mudahnya membicarakan nyawa Jungkook seringan melemparkan guyonan.
Dan kini hal itu didengarnya secara langsung, terlebih Jungkook sendiri yang mengucapkannya.
Sungguh, bagaimana orang-orang ini bisa hidup dengan jalan pikiran yang mengerikan seperti itu?
Jungkook hanya mengangguk lantas menggenggam erat jemari Heejin manakala mereka telah tiba di depan sebuah lemari kaca, dimana dua guci keramik berisi abu kedua orang tua Jungkook disimpan. Heejin mengusap perlahan lengan lelaki itu sebelum beberapa saat kemudian mematri pandangannya pada potret-potret Jeon bersaudara bersama ayah dan ibu mereka.
Gadis itu menghela napas menatap bagaimana keluarga itu dulunya terlihat begitu harmonis.
Saat jemarinya digenggam kian erat, Heejin tahu benar bahwa Jungkook tengah berusaha keras menahan kesedihan sekaligus segala luapan amarahnya.
Ia memahaminya, sangat.
"Menangis saja jika mau," ucap Heejin. "Kurasa mereka rindu mendengar tangisan anak bungsunya ini."
Jungkook tersenyum samar. Lelaki itu perlahan melepaskan genggamannya pada gadis itu, selanjutnya melangkah mendekat pada lemari kaca di hadapannya. Diletakkannya rangkaian mawar putih yang dibawanya di sebelah foto ayah dan ibunya. Mawar putih adalah bunga yang paling disukai ibunya.
Jungkook ingat mawar-mawar putih di rumah mereka mendadak layu seminggu sebelum sang ibu berpulang.
"Ji." Lelaki itu berucap pelan. "Aku tak tahu doa seperti apa yang harus kuberikan untuk mereka. Bisakah kau membantuku?"
"Bantu aku mendoakan kedua orang tuaku," ucap Jungkook ragu. Atau lebih tepatnya sedikit menahan rasa malu.
Heejin tersenyum tulus. Gadis itu melangkah ke sebelah Jungkook, lantas mengangguk. "Aku akan berdoa seperti mendoakan orang tuaku sendiri."
Jungkook mengangguk. Saat Heejin menautkan kedua jemarinya di depan dada seraya memejamkan kedua kelopak matanya, lelaki itu menurutinya.
Jungkook sama sekali bukanlah sosok yang religius--itulah sebabnya ia merasa malu di hadapan wanita yang disukainya. Jungkook jarang berdoa, pun memanjatkan sesuatu pada sang Pencipta. Sehingga ia tak pernah tahu bagaimana cara mengobati rasa rindu pada sosok yang telah tiada itu.
Dulu Jungkook berpikir berdoa pada Tuhan tak akan mengobati rasa sakitnya. Jungkook tak yakin doanya akan didengar karena ia sama sekali bukan sosok yang taat.
Hingga sering kali ia melihat Heejin berdoa di setiap kesempatan saat mereka sedang bersama. Bahkan tiap kali mereka bertukar pesan, Heejin tak pernah bosan mengingatkan Jungkook agar selalu mengingat Tuhan. Hingga lelaki itu mulai percaya, bahwa mungkin saja memanjatkan doa bisa menjadi salah satu cara meringankan beban.
Lelaki itu kemudian memfokuskan diri manakala suara lembut Heejin mulai terdengar.
"Tuhan, Kau adalah Zat Yang Maha Baik. Aku yakin kau telah menempatkan kedua orang tuaku di tempat terbaik di sisi-Mu. Ampunilah segala kesalahan mereka, karena kepadaku mereka selalu berbuat yang terbaik."
KAMU SEDANG MEMBACA
EX!
Teen FictionSelama tiga tahun terakhir Heejin Aurend berusaha keras menghapus jejak seorang Jeon Jungkook dari garis hidupnya. Mantan kekasih yang kini menjadi superstar dunia itu pernah menorehkan sayatan luka yang teramat dalam untuknya. Sayangnya beberapa ke...