Chapter 8 || Khawatir

378 45 5
                                    

Now playing= Sampaikan sayangku untuk dia- Iqbaal ramadhan feat Caitlin halderman.

***
Aku sangat benci khawatir jika itu tentangmu.
Aku cemas, Sha.
***

"Lima menit lagi!" Teriakan dari anggota osis itu membut langkah Iqbaal semakin lebar dan cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lima menit lagi!" Teriakan dari anggota osis itu membut langkah Iqbaal semakin lebar dan cepat.

Lelaki itu telat bangun karena semalam begadang menunggu balasan dari Shasa. Jam tiga dini hari ia baru bisa tidur karena rasa kantuk yang memaksanya untuk tidur.

Iqbaal tak mengerti mengapa ia bisa secemas itu. Padahal saat bersama Zena dulu ia tidak sebegitu cemasnya sampai tidak tidur menunggu notifikasi.

Saat sedang berjalan di kooridor kelas XI Iqbaal tidak langsung masuk ke kelasnya, melainkan masuk kedalam kelas Shasa.

"Anna!" Iqbaal memanggil teman sebangku Shasa. Untung Anna sedang menghapus papan tulis dan terlihat dari pintu.

Anna yang merasa namanya dipanggil segera menoleh, kemudian segera mendekat kepada Iqbaal. Gadis itu memperhatikan Iqbaal dari atas sampai bawah. "Ada apa?" tanyanya.

"Shasa sudah datang belum?" tanya Iqbaal, raut wajahnya terlihat gelisah.

"Dia ada absen," jawab Anna sok cuek.

"Ngga sekolah maksudnya?" tanya Iqbaal lagi. Memastikan.

Anna hanya mengangguk dan menyerahkan surat kepada Iqbaal. "Nih."

Iqbaal menerima surat itu dan membacanya. Jadi semalaman dia khawatir karena Shasa sedang sakit? Segera Iqbaal menyerahkan surat itu kepada Anna dan berlari menuju parkiran sekolah.

"Nak Iqbaal mau kemana? Ini udah mau masuk," teriak sang satpam yan tidak dihiraukan oleh Iqbaal.

Iqbaal segera menyalakan motor nya dan melesat keluar dari sekolah. Saat tiba ditempat tujuan Iqbaal segera memencet bel.

"Ada apa, den?" tanya perempuan paruh baya. Yang sepertinya pegawai dirumah ini.

"Shasa, ada?"

"Ada, den. Masuk saja nanti saya bikinkan minum. Neng Shasa daritadi belum turun dari kamarnya dia lagi sakit," ujar perempuan paruh baya itu. Sepertinya mengerti kegelisahan seorang Iqbaal Alvarendra.

Setelah Bi Jana pergi menuju dapur. Ia melihat sekeliling rumah Shasa. Rumahnya sangat sederhana dan tidak terlalu mewah.

"Nih diminum, Bibi coba temuin non Shasa dulu."

Iqbaak tak selera untuk minum. Tetapi ia sangat haus dan butuh minum.

"Iqbaal..."

Iqbaal segera menoleh dan menemukan Shasa dengan wajah pucatnya. Tanpa aba, Iqbaal mendekat kearah Shasa dan memegang bahu nya.

"Kamu engga papa?" tanya Iqbaal lirih.

Ia tak sadar jika panggilannya berubah menjadi 'kamu'.

"Aku engga papa, kok. Kamu kenapa engga sekolah?"

"Aku khawatir sama kamu."

Shasa tersenyum. Iqbaal menggenggam tangan Shasa untuk duduk di sofa ruang tamu.

"Kamu kok engga kabarin aku kalau lagi sakit?"

"Buat pegang ponsel aja aku pusing," jawab Shasa sambil tertawa hambar.

Keduanya sama-sama diam. Tak tau harus mengobrolkan apa lagi.

"Udah minum obat?" Iqbaal memulai obrolan.

"Udah."

Setelah itu hening lagi. Selang beberapa menit Iqbaal membuka suara lagi. "Kok kita jadi panggil aku-kamu, sih?"

Shasa hanya tertawa. "Engga papa, mulai sekarang panggil gitu aja."

Iqbaal tak menjawab apapun. Tatapannya memandang lurus menatap wanita cantik yang ada dihadapannya.

"Boleh jujur?" tanya Iqbaal.

Ia akan mengatakan sekarang juga.

Shasa hanya mengangguk. "Aku nyaman sama kamu," ucap Iqbaal jujur.

Bisa dibayangkan seberapa merah muka Shasa?

"Kita memang harus saling nyaman. Kan kita teman, ya?" tanya Shasa.

Sebenarnya Shasa merasakan hal yang sama dengan Iqbaal. Tetapi ia rasa ini waktu yang terlalu cepat. Lagian Shasa masih menghargai Zena.

"Aku engga mau merusak pertemananku dengan Zena. Kamu paham, kan, Baal?"

Iqbaal yang tadi menunduk langsung menoleh kearah Shasa. "Aku paham."

"Aku engga enak sama Zena karena semakin hari kita semakin dekat. Apa kata dia kalau tahu kita sedekat ini? Aku engga mau Zena marah sama aku karena masalah ini." Shasa mengusap wajahnya gusar.

"Sssstt! Kamu engga usah khawatir, kan lagi sakit. Engga usah dipikirin sama ucapanku tadi, ya?" Iqbaal meletakan telunjuknya tepat dibibir Shasa.

Shasa tetaplah Shasa yang tidak gampang melupakan perkataan orang. Karena tidak ingin membuat Iqbaal khawatir, Shasa hanya mengangguk. Maaf aku harus bohong, Baal.

"Kita foto yuk," ajak Shasa mengalihkan pembicaraan. Gadis itu langsung mengambil ponsel nya dan memencet aplikasi camera. "Ayo, senyum!" Shasa menyenggol lengan Iqbaal.

Iqbaal hanya tersenyum kaku. "Nanti kirim ya, mau aku pajang dikamar mandi, biar setan pada takut sama muka kamu," kata Iqbaal bercanda.

"Issh emang akunya apaan sampe bisa bikin setan takut? Nyebelin!"

Iqbaal selalu senang membuat Shasa marah. Karena sifat manja dan gemas nya akan muncul begitu saja. Point plus nya, Shasa kalau sedang marah itu tambah cantik dan lucu.

"Bercanda. Aku mau kesekolah lagi, kamu harus istirahat yang cukup." Iqbaal berdiri, tatapan matanya masih menatap Shasa yang sepertinya sedang kebingungan.

"Yaudah. Semangat!" Shasa berteriak girang.

"Engga bakal semangat kalau kamunya belum masuk sekolah," ucap Iqbaal sambil memperlihatkan wajah sedihnya.

"Duh anak kecil ini! Besok aku sekolah, kok."

"Serius?"

"Lima juta rius buat kamu." Shasa menjulurkan lidahnya dan segera berlari menuju kamar.

***

Setelah memastikan Iqbaal sudah keluar dari rumahnya. Shasa berteriak sekencang mungkin karema rasa bahagia. Sampai Bi Jana heran mengapa Shasa seerti itu. Padahal sebelumnya tidak pernah seperti itu.

Shasa segera masuk kedalam kamarnya dan menutup pintu. Dibalik pintu ia memegang dada nya yang bergemuruh seperti dikelilingi kupu-kupu bahagia.

"Padahal sebelumnya gue engga pernah rasain seperti ini sama mantan-mantan gue. Iqbaal emang beda," ucap Shasa kepada dirinya sendiri masih dengan senyum mengembang.

***

Akhirnya bisa update! Yeeeay 😜

Aku kasih yang manis-manis, tuh. Xoxo

Maaf kalau ada typo, komen aja yeee.

@Putrysalma_

Hello YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang