Chapter 12 || Shasa bercerita

472 44 8
                                    

Now playing | Bahayanya Dirimu-Vanesha Prescilla

Kecewa. Satu kata yang menggambarkan sakit hati paling dalam.

**

Sejak lima belas menit yang lalu Anna sudah pulang dari rumahku. Aku menepati janjiku untuk menelpon seseorang. Tetapi saat aku memanggil,  nomornya sedang berada pada panggilan lain. Aku tidak mau berfikir  macam-macam, siapa tau Iqbaal sedang telponan bersama ibunya. Toh, Iqbaal udah lama engga pulang ke jakarta.

"Anna baik ya, Sha." Mama muncul dari arah dapur sambil mmebawa kue buatannya dan menyerahkannya padaku.

"Iya, Ma. Makannya Shasa mau temenan sama dia," ucapku seraya mengambil wadah kue dari mama dan duduk di sofa.

"Lain kali ajak dia nginep lagi dong, Sha. Sekalian ajak si ibay eh iq--siapa, Sha?" Sepertinya mamah masih belum hafal pada Iqbaal.

"Iqbaal, Ma."

"Ah iya. Nanti ajak teman-temanmu yang lain juga. Kita nanti bikin party barbeque," ucap Mama.

Astaga. Aku tidak habis fikir mengapa mama sampai segitunya pada teman-temanku.

Kemudian aku izin pada mama untuk masuk ke kamar. Aku ingin rebahan sebentar dan bergulat dengan pikiranku tentang Iqbaal yang berada pada panggilan lain. Aku berniat ingin men-charger ponselku, tetapi tiba-tiba ponselnya berbunyi panggilan masuk. Aku cukup ragu untuk menerima panggilan itu saat kutau siapa nama penelponnya. Akhirnya aku angkat panggilan itu dengan pikiran banyak tanda tanya.

"Halo Sha. Maaf tadi kamu telpon engga aku angkat. Soalnya si ibu nanyain kabar aku terus," ucap Iqbaal disebrang sana.

Entah mengapa, aku sedikit tidak percaya pada ucapannya.

"Oke." Aku tidak tahu harus berbicara apa.

"Maaf Sha maaf banget," kata Iqbaal.

Aku jadi tidak tega jika Iqbaal sudah seperti itu.

Dengan niat, aku mencoba bertanya pada Iqbaal untuk menghapus tanda tanya pada pikiranku.

"Kamu mau jujur, gak?" tanyaku.

Iqbaal terdiam tidak menjawab pertanyaanku, "Maksudnya?" Tanyanya.

"Kamu mau ngomong apa ke aku?" tanyaku sekali lagi.

Kemudian panggilan terputus. Aku kecewa ada Iqbaal mengapa dia tidak mau jujur padaku. Aku tau jika aku ini terlalu berlebihan, hingga aku lupa bahwa aku tidak ada hak untuk marah padanya.

Tanpa sadar air mataku menetes. Aku tidak tahu mengapa aku bisa menangis, tetapi memang benar aku kecewa.

Aku terus menangis sampai rasa kantuk datang dan akupun tertidur.

***

"

Sha.. Bangun.." tubuhku seperti ada yang mengguncang, tetapi aku tidak mau membuka mataku karena aku masih ingin tertidur.

"Sha.. Ini aku Iqbaal."

Aku langsung membuka mataku dan terduduk ditepi tempat tidurku. Bagaimana Iqbaal bisa masuk kedalam kamarku?

"Ngapain?" aku sengaja bertanya seperti itu pada Iqbaal.

"Mata kamu bengkak. Habis nangis, ya?" Iqbaal tidak menjawab pertanyaan dariku, ia justru malah berfokus pada mataku yang merah.

"Aku kesini karena aku mau jelasin ke kamu aku mau jujur ke kamu, Sha." Iqbaal menatapku dan memegang pergelangan tanganku.

"Kemarin aku ketemu Zena di mal. Dia lagi sama keluarganya dan aku lagi iseng-iseng beli sepatu karena aku gabut nungguin kamu. Dia panggil aku, awalnya aku engga noleh eh pas dia nepuk punggung aku dari belakang dengan refleks aku nengok. Dia ngajak aku makan, aku mau nolak tapi engga enak karena keluarganya masih welcome sama aku. Akhirnya aku terima tawaran dia dan kami hsnya makan berdua, aku naroh ponsel aku di meja dan saat lagi makan tiba-tiba ada notif dari papah. Otomatis lockscreen nyala dong dan dia liat foto aku sama kamu karena emang pada dasarnya aku jadiin walpaper.

"Dia kaget. Dia banyak tanya termasuk kenapa aku bisa sama Shasa dan kenapa engga cerita. Aku bingung mau jawab apa, Sha. Dia mojokin aku buat jawab secepatnya, aku makin engga enak rasanya. Akhirnya aku cerita kedia dari awal kita ketemu sampai sekarang. Dia kecewa aku bisa liat dari matanya dan dia berkaca-kaca. Aku ngerasa salah banget," ucap Iqbaal dengan jujur.

Aku menundukan kepalaku. Hal yang aku takutkan akhirnya terjadi aku menangis lagi didepan Iqbaal.

Dengan segera aku mengambil ponselku dan memanggil seseorang.

"Halo, Zena."

"Hai Sha ada apa?"

"Gue minta maaf sama lo ya Zen. Gue engga jujur sama lo dan gue udah bikin lo kecewa," aku langsung to the point dan menangis. Aku yakin Zena mendengar isakanku.

"Akhirnya lo minta maaf juga ya Sha. Jujur gue kecewa sama lo bahkan rasanya gue engga bisa maafin lo. Bayangin aja saat mantan lo deket sama sahabat lo, gimana? Sakit, Sha! Gue tau karena gue engga berhak ngelarang, tetapi gue manusia biasa yang bisa merasakan sakit hati," nada berbicara Zena sedikit naik.

"Zen.. Ma--maaf, " ucapku dengan tangis yang masih belum mereda.

"Sebaiknya lo jangan hubungi gue lagi, Sha. Terimakasih karena dulu lo udah menyemangati gue dan memaki mantan gueyang sekarang lagi deket sama lo." Zena menutup panggilanya.

Aku terduduk dan melihat Iqbaal sedang memerhatikanku. Aku benci pada lelaki yang ada dihadapanku.

"Keluar dari kamar gue!" teriakku pada cowok itu.

"Gue bilang keluar!!!"

"Keluar!!!!"

Iqbaal berdiri dan segera keluar dari kamarku. Entahlah, aku ini memang egois. Tidak sepenuhnya kesalahan ini ada pada Iqbaal melainkan aku juga bersalah.

Aku menarik selimutku dan menangis didalam selimut itu sekencang-kencangnya. Aku membenci diriku sendiri yang egois ini. Aku telah mengecewakan temanku dan aku merasa menjadi wanita paling bodoh.

Maaf Iqbaal.

Maaf Zena.

***

Aku menebus kesalahan aku kemarin karena engga update-update dengan mempublish chapter 12 ini.

Maaf kalo ada typo.

Semoga ngeFeel ya part ini di para pembaca wkwk 😗

Ig: @Putrysalma_





Hello YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang