Taerin sedang melangkah menuju tempat kerjanya. Dia berjalan santai menikmati udara segar dan kehangatan langka yang terjadi pagi ini. Tiba-tiba sebuah tangan menarik lengan Taerin dari belakang, membuat Taerin terlonjak kaget dan langsung berbalik.
"Chenle," gumam Taerin lirih yang langsung membuat kata-kata ujaran Renjun muncul di kepalanya.
"Sekarang kamu cukup hidup seperti dulu, hidup seperti sebelum Chenle datang. Jauhi dia."
"Hai," sapa Chenle canggung.
"Hm hai, gue lagi sibuk," ucap Taerin ringan sambil berjalan meninggalkan Chenle cepat.
Chenle menghela nafas panjang sebelum memutuskan untuk mengejar Taerin yang menghindarinya.
"Gue mau ngajak lu jalan-jalan," ucap Chenle setelah berhasil menyamakan langkahnya dengan Taerin.
"Gue nggak akan ngulangi ucapan gue Chenle," ujar Taerin dingin.
"Tapi ini tagihan gue, gue laper. Gue kelaparan, lu harus bayar utang lu!" seru Chenle beralasan. Dia yakin Taerin mungkin akan menolak namun dia tetap mencoba cara ini.
"Mulai sekarang anggap utang kamu lunas, mobil itu sudah selesai diperbaiki dan saya yang akan membayar semua biayanya."
Ucapan Renjun kembali muncul seperti film lama yang terus terputar karena kasetnya rusak. Taerin seketika itu memutuskan untuk menghentikan langkahnya, menghela nafas dan bersiap menanggapi teriakan Chenle.
"Lapar? Lu kelaparan? Lu itu orang kaya, mustahil lu pernah merasa kelaparan. Untuk porsi sekali makan aja udah bisa kasih makan puluhan fakir miskin! Lu nggak usah memelas dan habisin waktu gue! Utang gue udah lunas!" teriak Taerin kesal.
"Renjun gege pasti emang udah nemuin lu," ucap Chenle sambil mengangguk.
"Gue sibuk. Minggir," ujar Taerin mencoba menulikan rungunya.
"Cara lu ngehindar jelas banget, Renjun gege pasti ngomong hal-hal yang jahat," gumam Chenle sedih.
"Lu pasti takut terjadi hal buruk kalau lu nggak nurutin perintah Renjun gege ya?" tanya Chenle dengan volume keras.
"Kalau iya kenapa?" tanya Taerin sambil melengos--tak ingin memperlihatkan matanya yang mulai berkaca-kaca.
"Lu sama kayak yang lain, gue kira lu beda," ujar Chenle seakan tak sanggup untuk hidup lagi.
"Gue nggak seberani itu, gue paham betul bagaimana uang bertindak. Gue minta maaf buat kecelakaan kecil yang pernah terjadi. Lu nggak usah lagi ngurusin gue mulai sekarang, nggak usah lagi nemuin gue," ucap Taerin.
"Biarin gue jalanin hidup gue kayak dulu, lu mending pulang dan pikirin hidup lu. Jangan peduliin gue mau makan cabe sekilo, pacaran sama tiang atau ngemil barbel. Itu semua udah bukan urusan lu," ucap Taerin.
"Ah, bahkan sebelumnya itu bukan urusan lu. Hubungan kita nggak pernah ada, lu cuma sekedar orang yang nggak sengaja gue temuin dalam situasi buruk," lanjut Taerin.
"Tapi gue khawatir," ucap Chenle pelan sambil tertunduk--terlihat sangat tulus.
"Lu nggak berhak khawatir." Taerin menggigit bibirnya yang bergetar lalu segera berlari tanpa menatap Chenle lagi.
Chenle tak lagi mengejar, seluruh hatinya seolah telah dikelilingi keredupan. Dia berbalik sambil mengingat hari-hari singkat bersama Taerin, dia hendak menangis jika saja sebuah titik keyakinan untuk tetap berjuang tidak mendadak muncul.
"Taerin!" teriak Chenle sampai orang di sekitar sana ikut terlonjak.
Taerin yang terkejut pun refleks berbalik. Dia mencoba menelan airmatanya dan bersiap mengomeli Chenle karena berteriak sembarangan. Namun alih-alih bergalak ria Taerin justru segera menarik Chenle khawatir dan berlari--karena melihat seorang emak-emak akan memukuli Chenle dengan hanger baju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Layar Cinta - Zhong Chenle
Fiksi PenggemarHidupku menjadi semakin bobrok sejak bertemu oknum sialan ini! Zhong Chenle, Chonlo? Woy sini lu gue colong -_-. Cover by: @urcuby