Egi Junandra, kelas dua Sekolah Menengah Atas; itu berarti dia sudah hampir sebelas tahun menghabiskan waktunya untuk bersekolah. Tapi, jika ditanya berapa teman yang dia punya, maka Egi hanya akan menjawab tiga. Dua teman sekelasnya dan satu lagi Bang Fariq, sepupunya dari keluarga Bunda.
Dan hari ini, Egi memilih tidak langsung pulang ke rumah, melainkan main ke rumah Bang Fariq. Sebenarnya, tadi Rama dan Jaya mengajaknya bermain sore nanti, tapi Egi tolak. Dia sedang tidak ingin melakukan apa-apa, katanya.
"Tadi," Ada jeda di sana. Egi diam memakan telur gulung di atas kasur Fariq sembari mendengarkan dengan seksama.
"Bunda lo ke sini."
"Ngapain, Bang?" Anak itu lihat Fariq mengendikkan bahunya. "Engga tau juga."
Satu tangan tersodor sebelum ia menggenggam setusuk telur gulung milik yang paling muda.
"Tapi kayaknya pada mau arisan. Palingan ntar sore semua bakal ngumpul lagi di sini."
"Egi nginap semalam, ya, Bang?"
Begitu saja. Fariq memilih untuk tidak menjawab dengan suara. Walau begitu, dia akhirnya tetap membiarkan Egi menguasai kasurnya hingga saat hari menjelang malam, matanya menangkap presensi Egi yang berjalan keluar kamar.
Kakinya berhenti di anak tangga kelima saat menemukan sosok wanita yang dia tunggu sedari siang, hadir di bawah sana.
"Bun," Egi memanggil dari tangga. Dia tidak berani turun sampai semua teman arisan Tante Ayi —ibunda Bang Fariq —pulang.
Anak itu turun dengan cepat saat sapaannya direspon baik oleh sang Bunda. Egi bersalaman dan memeluk wanita itu.
"Lho, kok Adek gak bilang ada di sini, Nak?" yang dijawab hanya dengan cengesan kecil.
"Adek sendiri ke sini?"
"Iya."
"Engga sama Abang?"
"Engga."
Raniya —wanita yang berstatus sebagai ibu kandung Egi —tersenyum sumbing. Dia sadar, sekalipun Egi datang bersama si sulung, Gema pasti tetap enggan menemuinya.
Meskipun Raniya rindu setengah mati. Meski Raniya tidak tahu Gema juga tidak bermaksud seperti itu.
Raniya mengedip panik saat tersadar dari lamunannya sesaat.
"Yasudah," wanita itu merogoh tas nya, mengeluarkan selembaran lima puluh ribu yang masih tegang kertasnya. "Buat beli eskrim sama abang."
"Kalau telur gulung, boleh, Bun?"
"Boleh, Nak. Sudah ya, Ibun pergi dulu. Adek coba tanya Abang mau main ga besok? biar Bunda jemput," katanya sesaat setelah mengecup kening si bungsu dan berlalu pergi.
***
Raniya tidak bohong persoalan mengajak pergi main. Badannya terlonjak bahagia saat mendapatkan pesan dari Egi yang mengatakan bahwa Gema mau ikut hari ini.
Jadi di sinilah wanita itu sekarang. Memarkirkan sedan putihnya di ujung luar halaman rumah anak-anak dan mantan suaminya. Rumah yang sama dengan rumah yang dia tempati hampir empat tahun lalu. Tidak ada yang berubah di sana. Satu-satunya yang berubah hanyalah Raniya yang hidupnya semakin melejit kaya sedang sang mantan mungkin bisa dikatakan sengsara.
Tidak perlu menunggu lama, sebuah suara segera menyapa. Itu Egi dengan sepatu biru kesayangannya yang Raniya belikan tahun lalu. Masih bagus karena Egi merawatnya dengan baik. Anak itu kini berjalan tertatih-tatih dengan kaki yang terangkat sebelah; mencoba membiarkan tangannya menjangkau guna memasangkan sepatu itu pada kakinya dengan sempurna.
Di belakang Egi, Gema keluar dengan hoodie sederhana dan sepatu hitam polos yang dia beli di pasar malam minggu lalu. Matanya menatap datar seolah kedatangan sang Bunda bukanlah sesuatu yang patut dia rayakan.
Egi berlari sebelum Raniya sempat mendekati anak itu.
"AKU DI KIRII!" teriaknya. Anak itu kemudian sudah duduk tenang di kursi tengah bagian kiri. Bersender pada pintu sehingga Raniya harus mengingatinya, lagi-lagi.
"Kiri mulu lo. Jalur setan?"
Gema berkata ketus saat pantatnya sudah duduk di bagian kanan kursi. Heran dengan Egi yang selalu saja mencater kursi kiri untuknya tanpa pernah membiarkan orang lain mengambil tempat itu, padahal ini bukan mobilnya.
Raniya menyusul kemudian. Menatap satu-satu putranya sebelum mesin mobil kembali dihidupkan.
"Sudah pamitan Bapak?"
"Sudah!" Egi menyahut pasti.
"Jadi, kemana tujuan pertama kita?"
"BELI TELUR GULUNGG!"
[][][]
KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf Dari Egi ✔️
Teen FictionEgi hanya tak pernah bermaksud menjadi egois. - cover by. pinterest