12. Anak-Anak Mengky

1.4K 295 7
                                    

Suasana kediaman Janedi hari ini sudah membaik. Atau mungkin lebih baik. Satu-satunya yang membuat heboh adalah, Mengky, kucing kesayangan Abang yang menghilang lebih dari seminggu, pulang sembari menggotong empat ekor kucing kecil bersamanya. Corak hitam putih yang mereka miliki cukup menjelaskan kalau Mengky sudah melahirkan lagi.

"Gatel banget lo jadi kucing!" Gema berseru. "Laki lo yang mana lagi ini?" Corak keempat kitten yang persis seperti milik Mengky menjadikan Gema sulit mengetahui pejantan mana yang sudah mengawini kucingnya itu.

Sebab, ini bukan pertama kali Mengky berbuat hal tidak senonoh seperti ini. Sebelumnya sudah pernah dua kali. Dengan dua jantan yang berbeda pula. Saking banyaknya kucing di rumah itu dan ditambah keadaan melarat Gema yang tentu saja tak mampu menafkahi mereka semua, terpaksalah cowok itu membiarkan orang lain mengadopsi mereka.

Salah satu anaknya berjalan menjauh sendiri, ke arah kamar milik Egi. Sedetik kemudian, teriakan sepuluh oktaf terdengar dari dalam sana. Dan saat Gema mengintip, adiknya itu sudah berdiri panik di atas kasur, menatap seram segumpal makhluk berbulu di atas lantai kamarnya.

"ABANGG, TOLONGIN!"

Si sulung mendesah pasrah.

Gema sudah kehabisan ide. Teman-temannya sudah mengadopsi kucing-kucing Gema tanpa mau menambah. Mengharapkan Egi? Tentu saja tidak bisa. Selain takut kucing, anak itu, 'kan, sulit bergaul sampai-sampai tidak punya teman.

Setelah berpikir sejenak, cowok itu lantas dengan segera mengambil handphone miliknya.

Ya, Mari coba yang satu ini.

***

"Bun, Ani mau meng." Jari-jari kecil yang penuh dengan es krim itu mengetuk layar handphone di hadapannya, membuat sang ibu sedikit memekik kala noda milik si anak mengotori gawai satu-satunya itu.

Raniya berdecak. "Ani, kan Bunda sudah bilang, lap dulu tangannya sebelum megang sesuatu." Kemudian dengan sigap meraih selembaran tisu basah dan membersihkan tangan putri kecilnya.

Bocil bernama Hanny itu mencebik. "Ani mau meng," katanya sekali lagi.

Saat itu hari sedang panas-panasnya. Jadilah Raniya dan Hanny memilih untuk bermalas-malasan di atas gazebo depan rumah sambil memakan setangkai eskrim rasa mangga.
Saat itu, Raniya mendapatkan sebuah foto dari Gema dan pesan di bawahnya yang bertuliskan,
"Mau adopt gak, bun?"

Anak-anak kucing itu lucu, sih. Terbukti oleh Hanny yang langsung meminta mereka saat mata bocah kecil itu ikut memperhatikan layar milik ibunya.

Raniya jadi bimbang. Hanny terlalu kecil untuk merawat anak kucing, sedangkan dia pun mungkin akan kerepotan kalau harus mengurus kucing itu sendiri. Sedangkan Hendry, Raniya sanksi pria itu akan mengizinkan.

Tapi, begitu mendengar Hanny yang merengek minta seekor, ditambah Gema yang mengulangi pertanyaan yang sama, jadilah wanita itu dengan yakin mengetik pesan balasan saat itu juga.

Lebih baik meminta maaf daripada meminta izin, kan?

***

Sesuai perjanjian tempo hari, Gema pagi ini sudah datang dengan kandang berisi dua kitten lucu. Pemuda itu tidak datang sendiri, melainkan juga bersama Egi, walau si bungsu hanya bersembunyi di balik punggung abangnya sepanjang perjalanan.

Berdamai dengan Gema rupanya membuat anak itu semakin ingin menempel saja.

Ketukan sejumlah tiga kali dilayangkan sebelum pintu putih di hadapan mereka terbuka. Itu Bunda.

Raniya menyambut mereka dengan gembira. Walau sambutan itu ditolak Gema dengan halus, ibunya itu tetap memaksa mereka bertandang masuk.

Bukan kali pertama datang ke rumah Bunda, tapi tetap saja apa yang ada di dalamnya membuat Egi melongo menganga. Anak itu memperhatikan dari sofa hingga platfom rumah, bagaimana ruangan itu begitu wangi dan bersih, bagaimana memukaunya segala barang pernak-pernik yang Bunda punya. Kehidupan Bunda jauh lebih baik dari miliknya dan Egi agak sedikit iri dengan persoalan itu semua.

Sedang Gema, anak itu tengah diam memperhatikan seonggok manusia kecil yang sedang berjongkok di sampingnya. Itu Hanny, putri Bunda yang berusia empat tahun. Matanya yang belo dengan bibir ternganga sudah menjelaskan betapa anak itu tertarik dengan dua calon kucing miliknya, mengabaikan presensi dua remaja di sana.

Sedang Raniya terlalu banyak berbasa-basi. Yang Gema dan Egi tidak tahu adalah, semua dilakukan wanita itu semata-mata hanya karena dia ingin sedikit berlama-lama dengan kedua putranya.

"Ani suka?"

Yang paling kecil mengangguk heboh. "Yeayy!" katanya tiba-tiba. Melihat itu, Gema terkekeh. Bohong kalau dia bilang tidak gemas, sudah pasti. Hanya saja, Gema itu sedikit takut dengan anak kecil. Sedang Egi, anak itu masih setia melirik ke segala arah. Bukannya apa, Egi hanya takut tiba-tiba muncul Om Hendry. Sebab anak itu tahu persis, suami baru bundanya tidak pernah menyukai dirinya.

"Ani sibuk sama meng terus, jadi ga digubris abang-abangnya. Maaf ya, Abang." Raniya terkekeh.

Yang sulung tak pelak mengangguk, diikuti Egi yang sebenarnya tidak mendengarkan apa yang Bunda bilang barusan.

Melihat sosok Hanny, Egi jadi berpikir lagi.
Kenapa, ya, Bunda tidak memelihara Mengky saja? Mereka kan eerrr ... mirip sekali kelakuannya.

Tapi menepis pikiran kurang ajar itu, Egi menggeleng. Tidak, Bang Gema pasti akan sangat marah kalau Mengky disamakan dengan Bunda.

"Loh?" Raniya yang melihat gerakan kepala Egi yang tidak disengaja itu menoleh.

"Hanny itu juga adek Bang Gema dan Bang Egi, lho?"

"Eh?" Egi terkejut kaku. Bahkan Gema yang di sampingnya pun bingung harus merespon seperti apa. Suasana aneh itu berlangsung selama kurang lebih lima detik sebelum sebuah suara yang mengintrupsi berhasil membuat suasana semakin terasa serba salah.

"Gausah ngomong sembarangan, Bun."

Itu Om Hendry.

[][][]

Maaf Dari Egi ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang