13. SG T-Shirt

30 4 1
                                    

Yoongi baru datang dari kantin dengan segelas Americano panas di tangannya saat melihat seseorang dengan seragam sekolah sudah terbaring setengah tidur di sofa studionya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yoongi baru datang dari kantin dengan segelas Americano panas di tangannya saat melihat seseorang dengan seragam sekolah sudah terbaring setengah tidur di sofa studionya. "Apa yang kamu lakukan di sini? Jin hyung tidak bisa mengantarmu?"

"Ani... Aku akan membolos hari ini."

Segelas Americano mengambang di udara, tak jadi disesap empunya, "Wae?" 

"Aku akan pergi menjenguk Emi noona."

Yoongi memutar kursinya, menghadap Jungkook yang masih betah rebahan. "Lantas apa lagi yang kamu tunggu?"

"Aku menunggu Jimin, Hoseok dan Jin hyung. Kamu juga bisa ikut dengan kami...."

Ketika semburat merah dengan lancangnya akan merona, sebelum Jungkook cukup jeli manangkap basah perubahan ekspresinya, Yoongi kembali memutar kursinya menghadap layar komputer lebarnya. "Kalian mungkin sudah cukup. Ada yang harus aku selesaikan hari ini."

"Arasseo. Aku akan pergi sekarang..." Jungkook bangkit, membenarkan letak ransel hitam besarnya. "Hyung. Makanlah dengan baik, aku memesankan Sogogi Kimbab untuk sarapanmu. Kamu bisa saja menginap di sini. Tapi kamu tidak bisa melewatkan jam makanmu, Hyung." Seperti biasa, Jungkook bisa menjadi lebih tua dari umurnya saat menunjukkan kepeduliannya. 

Demi dengkulnya yang kebas. Yoongi benar-benar menahan diri untuk tidak tersedak dengan udara yang dihirupnya. Menginap di sini apanya?

***

Emilia bangun setelah sinar matahari dari jendela kecil di ujung tempat tidur menyoroti wajahnya. Ia baru akan memiringkan tubuhnya untuk bangun saat sebuah handuk kecil setengah kering meluncur dari dahinya.

Meski tubuhnya masih benar-benar lemas, tapi otaknya tidak cukup lumpuh untuk menyadari suatu hal. Hingga bayangan tentang seberapa tidak kuat dirinya untuk naik dan memilih merebahkan dirinya di sofa pun berkelebat. Dan sekarang, ia meraba dahinya yang dingin, memandangi kain yang mulai mengering dalam genggamannya.

Matanya membulat. "Otokke? Bagaimana ini. Siapa yang bersamaku tadi malam?" Ia menyibak selimutnya, dan betapa nyaris ia menjedukkan dirinya di dinding ketika mengetahui pakaiannya berganti. Kali ini ia tidak mungkin lupa, bahwa tadi malam ia masih mengenakan hoodie andalannya, dan hari ini, pakaiannya bahkan telah berganti menjadi kaos putih pendek dengan tulisan SG di tengahnya. Tapi setidaknya ia lega, ia masih mengenakan celana yang sama dengan kemarin. Setidaknya, masih ada kemungkinan bahwa keperawanannya tetap tersegel. 

Tapi sebelum pikiran Emilia bergerak untuk mengingat kembali kejadian tadi malam, bel di rumahnya berbunyi memberondong tak sabar. Dengan sedikit limbung, Emilia bangkit menuruni tangga. Tamunya benar-benar akan seperti mendobrak pintunya karena bel itu bahkan masih terus berbunyi. 

"Yaa. Aku datang!" Emilia menyahut, saat bel itu benar-benar di tekan tanpa jeda. "Aish. Jinjja. Bagaimana mereka bisa melakukan ini padaku?!" Emilia ngedumel sendiri. Alamat rumahnya kali ini hanya para member, manager dan Hyujin noona yang tahu. Apa diantara mereka benar-benar harus memainkan bel seperti ini?

"Apa yang kalian..." Kalimat Emilia menguap di udara, suaranya menipis di bagian akhir. Alarm tanda bahaya mengaung di kepalanya. Sosok berantakan dengan kemeja hitam yang sebagian besar kancingnya terbuka, dan rambut semrawut itu berdiri menjulang di depannya. "Do-Dong Min Oppa...."

Bau alkohol yang menusuk membuat perasaan Emilia semakin takut. Ia buru-buru menutup pintu. Tapi sebelum pintu itu benar-benar tertutup, sebuah kaki dengan sneaker abu mengganjal di dasar pintu. Tak menunggu reaksi berlebih dari Emilia, lelaki yang dipanggil Dong Min itu mendorong pintu dengan kuat.  Emilia terhuyung ke belakang, sedetik saja ia terlambat mundur, entah bagaimana kabar hidung dan pantatnya. 

"O-oppa..." Kaki Emilia mendadak gemetar. Perasaannya benar-benar tak nyaman. Ia kenal betul, lelaki di depannya ini adalah lelaki di list nomor satu yang paling ingin dihindarinya. Terutama ketika fisiknya selemah saat ini. "Ja-jangan. Aku akan teriak..." Susah payah Emilia mengeluarkan suaranya. "Tidak! Jangan!"

Lelaki itu justru semakin maju, sebelah tangannya melempar daun pintu hingga bunyi 'klik' dari pintu itu terdengar. Terkunci.

"Apa yang kamu...."

Dong Min melangkah maju, tangannya ingin menyentuh pundak Emilia, tapi ditepis gadis yang sibuk gemetaran itu. Ia tetawa miring dengan seringai menakutkan, sama seperti terakhir kali Emilia melihatnya. "Beraninya kau menolak sentuhanku. Sementara kau mengajaknya tidur bersamamu."

Pikiran Emilia membeku. Siapa yang dimaksud lelaki gila ini? "A-apa maksudmu...." 

Dong Min maju dengan emosinya yang mencapai ubun-ubun, "Jangan berlagak suci!" Ia mencengkeram kedua pundak Emilia hingga gadis itu meringis. "Di mana? Di mana dia menyentuhmu? HUH!!!"

Emilia menggeleng, tangisannya sudah tak mampu ia tahan lagi. Lelaki ini sungguh bukan tandingannya. 

Tiba-tiba, Dong Min membawa Emilia hingga sisi belakang tubuh gadis itu. Membentur dinding. "Di sini? Dia menyentuhmu di sini?" Lelaki itu baru akan mencium leher Emilia, tapi kedua tangan Emilia menepisnya. 

Semakin menggila lelaki itu dengan penolakan Emilia, ia mengumpat keras, "Diam kau bi*ch!!!" Lalu ia bergerak menekan tubuh Emilia, dicengkeramnya dengan kuat rahang gadis itu. Ketika hendak mencium bibirnya, Emilia menggunakan kepalanya untuk memukul wajah Dong Min hingga lelaki itu mundur selangkah dan hidungnya mengeluarkan darah. "Brengsek!"

Melihat sebuah celah, Emilia melangkah menuju pintu. Tapi sialnya, Dong Min lebih sigap dari anjing hutan. Dengan kesabaran yang sudah berada di titik minus, meski bekas darah yang diseka masih jelas jejaknya, ia menarik Emilia dan melemparkan tubuh mungil itu ke sofa. Benar-benar seperti dirasuki setan, ia langsung menindih Emilia dengan tubuhnya bahkan sebelum Emilia berusaha untuk bangun. 

Sekuat tenaga Emilia menahan tubuh raksasa itu, beberapa kali Dong Min menyasar bibirnya. Namun hanya berhasil menyesap lehernya seperti harimau lapar. 

Dari luar kaos putihnya, lelaki itu menggerayangi tubuh atas Emilia. Payudara gadis itu diremas hingga Emilia tidak tahu bagaimana ia harus mengungkapkan rasa sakitnya. "Jangan!! Jangan!! Jangan lakukan ini!" Emilia hanya meracau gila. Ini bahkan lebih jauh dari terakhir kali Dong Min lakukan padanya. "TOLOOONG!"

Plak! 

Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Emilia, bibirnya bedarah, telinganya berdenging. "DIAM!" 

Dengan Emilia yang semakin tidak berdaya, Dong Min menyobek kaos putih gadis itu dengan sekali sentak.  Kedua tangan Emilia dikunci dengan satu tangan Dong Min, dan satu yang lainnya semakin jauh menuju ke sisi bawah tubuh Emilia. Membuka pengait jeans panjang gadis itu dengan  tetap menindih kedua kakinya. 

"Hiks! Hiks! Jangan aku mohon!" Emilia menggila, tapi tubuhnya hanya mampu sebatas menggeliat. "Bunuh saja aku. Biarkan aku mati!"

Tapi hati Dong Min benar-benar membatu. Telah lama ia mendambakan tubuh sepupunya ini. Meski ia telah bermain dengan banyak teman wanitanya, tapi Emilia selalu punya magnet khusus yang menarik untuknya. Dong Min benar-benar menginginkannya. Dan benar saja, tubuh itu benar-benar indah, harum dan manis. Saat ia berhasil menurunkan jeans panjang Emilia hingga lutut, lelaki yang terkubur nafsu itu bergerak ke atas, menciumi leher Emilia, di absennya setiap jengkal tubuh Emilia. Ia mungkin akan menyesal bila melewatkan setiap incinya. 

.

.

.

.

(To be continued...)


EUPHORIARMY [Yoongi|Emilia|Jungkook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang