Chapter 5

107 16 0
                                    

PLAYLIST : I Would - Day6

Keadaan Jae tidak jauh lebih baik daripada Haera. Ia juga sama hancurnya dengan Haera. Tidak ada sekalipun dalam kesadarannya ia menyakiti Haera. Jika ia tahu hubungannya dan Haera akan berakhir seperti ini ia tidak akan memilih untuk menginjakkan kaki di perusahaan ini. Ia memilih untuk terus berada diatas panggung, bersama gitarnya. Tapi bukankah ia melakukan semuanya untuk Haera? Pria itu tidak benar benar melakukan semua ini hanya untuk ambisinya. Jae juga terluka, karena keadaan.

Sejak awal Jae tidak terlahir dari keluarga berada, ayahnya meninggal sejak ia kecil. Ia dibesarkan oleh ibunya yang hanya seorang guru SD. Ibunya membesarkannya dengan keadaan seadanya, bahkan ia tidak pernah bermimpi sampai di universitas. Jae hanya ingin memiliki uang, untuk membahagiakan ibunya. Sampai ia akhirnya kehilangan ibunya juga. Setahun ketika ia mulai berkuliah. Ibunya meninggalkannya untuk selamanya. Hidup Jae hancur. Ia bahkan mengajukan cuti kuliah, namun semua terhenti ketika ia bertemu Wahyu. Teman satu fakultasnya yang muncul dengan senyuman kelincinya. Berkat Wahyu ia mengenal musik. Jae menemukan alasan lain untuk tetap hidup di dunia ini. Melalui musik ia menyalurkan semua kesedihannya, semua ketidak adilan yang ia rasakan, dan semua karyanya diterima orang, ia memulai kehidupan yang baru dengan bandnya. Bersama wahyu, brian, said dan danu.  Kehidupannya yang sepi diisi dengan berbagai kebahagiaan berkat musik. Uang, teman dan juga kebahagiaan. Rasanya ia selalu terbang tiap kali mendekap gitarnya diatas panggung. Sampai ia bertemu Haera.

Sebagaimana ia jatuh cinta pada musik, tanpa alasan. Ia juga jatuh cinta pada Haera, tanpa alasan. Ia menyukai setiap hal yang gadis itu lakukan, bahkan ketika gadis itu berkali-kali menolaknya. Jae tetap dengan gigih mengejar Haera. Sampai kegigihannya membawa hasil. Haera kini menjadi miliknya. Namun lagi lagi Jae menemukan kebuntuan saat ia tahu latar belakang keluarga Haera. Jae baru tahu ketika gadis itu membawanya ke acara pertunangan kakak laki laki sematawayang haera. Sejak awal jae tau haera bukan gadis biasa namun ia tak menyangka keluarga Haera benar benar sesempurna itu. Gadis itu adalah anak bungsu sebuah keluarga kaya, ayah dan ibu Haera adalah dokter. Kakak satu satunya haera juga sedang magang menjadi dokter disebuah rumah sakit swasta terkenal. Jae merasa rendah diri. Ia tidak ada apa apanya dibanding Haera, gadis cantik, pintar dan kaya.Bukan seperti di drama, keluarga Haera tidak menilai Jae dengan buruk hanya karena penampilannya. Namun, Jae adalah satu diantara banyak pria yang memiliki harga diri yang tinggi. Ia tersadar posisinya terancam setiap kali ayah Haera mengatur pertemuan antara Haera dengan anak rekannya. Meskipun Haera selalu menolak dengan pelan, Jae paham ayah Haera tidak menyukainya. Lagipula ayah mana yang rela jika putri semata wayangnya akan hidup dengan pria yang kerjanya hanya manggung sana sini. Tanpa penghasilan yang jelas. Jikalaupun Jae jadi seorang ayah ia tidak akan rela putrinya hidup serampangan.

Hari itu jae memutuskan untuk membuktikan bahwa ia pantas untuk Haera. Meski Haera tidak pernah menuntut, jae berusaha mati-matian untuk menyetarakan dirinya dengan Haera. Sayangnya ia termakan ambisinya tersebut. Ambisinya untuk diakui ayah Haera, sampai ia lupa ada Haera yang menggenggamnya. Meminta ia kembali. Maka Jae memutuskan untuk mendapatkan Haera, lagi.

Disinilah Jae berdiri di depan ruangan Haera, menatap pundak gadis itu sejak tadi. Baru satu hari berpisah, bagi jae sudah seribu tahun. Tubuhnya yang ia sandarkan menegak ketika Haera berbalik menatapnya. Mata mereka bertemu. Semoga hati mereka juga.
Tanpa berkata apapun Haera dan Jae berjalan berdampingan. Dikepala mereka ada sekian banyak pertanyaan, tapi mulut mereka terlalu kelu.

"Ra, aku minta maaf." Jae memulai percakapan, ketika mereka berada di dalam lift.

"buat apa Je?  Kamu salah apa?" Haera menjawab dingin. Tangan Jae bergerak menyentuh surai hitam Haera. Mencoba memberi jawaban.

"aku janji ra bakal berubah."

"berubah jadi apa? Kalo kamu aja gatau salah kamu apa." lift berhenti di lantai dasar.

"aku ngelakuin ini buat kamu ra."

"tapi aku gapernah minta itu je."

"kamu maunya aku gimana?" suara Jae meninggi, beberapa pasang mata menatap mereka. Langkah Haera terhenti, ia menatap Jae dingin.

"jadi jae yang dulu."

Kalimat terakhir Haera mampu membuat Jae berhenti. Pria itu menghentikan langkahnya. Keadaan memaksanya untuk berubah, ia tidak punya pilihan apapun. Ia hanya bisa membiarkan Haera pergi. Lagi.
Seandainya Jae dapat memutar waktu ia akan melakukan apapun, untuk membawa Haera kembali padanya.

Jae duduk dikelilingi oleh keempat temannya, mereka menatap sayu pada Jae. Satu diantara mereka -wahyu yang selalu paling lembut-berinisiatif duduk disamping Jae. Menepuk pundak pria itu, Jae menghembuskan nafasnya kasar.

"kejar Haera Je, jangan sampe nyesel. Gua tau seberapa sayang lu ke dia." Brian yang biasanya paling ngocol, seketika menjadi bijaksana.

"gua juga mau bri. Cuman gimana?  Yang gua rasain tiap kali dia liat gua, dia cuman makin sakit."

"daripada lu kehilangan dia, lebih sakit mana bang?" Danu yang paling sedikit berbicara, sekejap membuat suasana hening lagi.

"gini deh Je. Gua tau lu juga ga sepenuhnya salah disini. Haera juga gitu. Keadaan lagi mempermainkan lu berdua. Masa kalian mau nyia-nyiain 6 tahunnya kalian gitu aja? Harus ada yg ngalah disini." Said yang notabenya paling bijak memberi saran. Wahyu hanya terus menepuk pundak Jae.

"ikutin kata hati lu Je. Turunin logika lu sesekali." tutup wahyu.
Seketika itu Jae bangkit dari duduknya, mereka berempat menatapnya kebingungan.

"lah ngapa lagi ni bocah." ucap brian, said dan wahyu tanpa berkata langsung mengejar Jae kedalam kamar.

Pria itu membuka lemarinya, mengeluarkan jaketnya dan mengambil kunci motornya.

"mau kemana je?" tanya wahyu.

"ke rumah Haera."

"gak sekarang juga Jae."

"trus gimana?  gua gabisa lama lama kaya gini."

"ini udah tengah malem. haera juga udh tidur masa lu mau ganggu."

"lu gak tau apa yang gua rasain. Gausah nahan gua. " emosi Jae meledak, ia malah melampiaskannya pada wahyu.

"gua emang gatau, tapi gua gamau urusanlu makin parah." wahyu menarik Jae yang sudah di pintu, sayang badannya lebih kecil untuk menopang Jae.

"gua pergi." Jae menggunakan sepatunya. Wahyu diam.

"bang, lu kira Haera bakal maafin lu dengan sikap lu yang arogan kaya gini Ha? " entah sejak kapan Danu berdiri dihadapan Jae.

"jangan memperkeruh, pikiran lo lagi gak jernih bang." Danu menarik Jae.

"Trus gua harus gimana?" Jae melemah, seketika ia luruh. Sangat memalukan bagi Jae yang punya harga diri tinggi untuk mengakui keadaannya sekarang. Namun, ia harus jujur, setidaknya pada dirinya dan para sahabatnya. Ia rapuh, dan tumpah pada tangisan.

"Haera satu-satunya yang gua punya."
Keempat orang tersebut hanya diam menatap Jae, mereka tau seperti apa kisah Jae dan Haera sejak awal. Mereka penonton hubungan mereka. Mereka paham seberapa rapuh jae dan sebahagia apa Jae sejak mengenal Haera.

Break Up After LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang