Jaevran namanya, alerginya banyak. Pecandu teh, bukan kopi. Pakaian favoritnya adalah hoodie abu-abu dan celana sobek di bagian lutut. Dunianya ada dua : diatas panggung dan di belakang meja kerja. Sampai di titik ia paham keduanya tak bisa sejalan...
Haera menangis cukup lama dalam pelukan Jae, sampai gadis itu lelah dan tertidur. Jae membawa Haera kedalam mobilnya, ditemani Nare.
"titip Haera ya Jae. Gua tau lu bisa diandelin."
"iya bang, salam buat om sama tante."
"maafin sikap ayah ya Jae. Itu karena dia sayang sama kita, dia cuma gatau cara nyampeinnya."
"gua juga kalo jadi ayah gamungkin lepasin anak gadis gua dengan gampang."
"haera itu keras diluar, rapuh di dalem. Titip dia, safe trip. Kabarin kalo udah sampe."
"oke bang, jalan dulu ya."
Mobil Jae melaju membelah jalanan bandung, sedang Haera masih tertidur dengan mata bengkak. Jae menatap wajah Haera menerka apa yang ada dalam mimpi gadis itu. Jae bimbang entah harus bersyukur atau merasa bersalah dengan kehadirannya disana. Pria itu sudah cukup tidak menentu karena tidak menemukan Haera di kantor selama seminggu ini. Jenie hampir saja melemparnya dengan berbagai benda karena lelah dengan pertanyaan Jae. Jenie saja tidak tahu alasan dibalik cutinya haera, tapi jae tetap saja memburunya dengan berbagai pertanyaan. Akhirnya muncul titik terang ketika ibu Haera menelpon Jae. Sebuah peristiwa yang terbilang sangat jarang. Dengan hati penuh rasa penasaran Jae mengangkat telpon itu. Menerima undangan ibu Haera dengan senang hati sekaligus gugup. Ia tidak yakin untuk bertemu ayah Haera, tapi ia harus menghadapinya. Hatinya memang sedikit sakit dengan perkataan ayah Haera, tapi itu tidak ada apa-apanya dengan sakit yang ia rasakan ketika berpisah dengan Haera. Ia mengambil semua resiko dan menempuh jalannya menuju rumah Haera.
Disinilah ia sekarang, disamping Haera yang masih tertidur pulas. Dugaan Jae tepat, Haera kurang tidur selama beberapa hari ini. Jae menghentikan mobilnya di Rest area berniat meluruskan badannya yang lelah menyetir. Sekaligus mengisi perutnya yang mulai lapar. Jae menyentuh rambut Haera yang menutup sedikit wajahnya. Gadis itu terusik dan terbangun.
"sorry,aku gak maksud bangunin." Jae mundur dari Haera. Gadis itu kini duduk tegap sambil mengerjapkan matanya.
"kok aku disini?" tanya Haera, suara itu. Suara yang Jae rindukan.
"tadi kamu ketiduran, akhirnya aku bopong kesini. Sekalian mau balik."
"ayah gimana?" gadis itu masih memikirkan ayahnya.
"ayah bilang apa ke kamu?"
"gak ada ra."
"ngapain sih je kamu dateng? Kamu tau kan ayah cuman bakal nyakitin kamu? Harusnya kamu gak dateng."
"aku gamau kamu ngadepin semuanya sendiri. Aku gamau kamu nanggung semuanya sendiri. Aku tau itu berat, kamu bisa bagi ke aku ra. Aku bukan cuma tempat kamu bahagia, aku juga tempat kamu sedih. Jangan tanggung semua sendirian. Kita ngejalanin ini berdua ra. Kamu boleh sembunyi dibelakang aku kalo kamu gak sanggup berdiri. Aku siap jadi tameng kamu. Kapan aja ra. Selalu." Sialnya pria bernama Jaevran selalu mampu menenangkan Haera. Membuat Haera menyerah. Membuat gadis itu semakin jatuh, lebih dalam sampai lupa ia bisa mati tenggelam.
"mau kamu apa?"
"kita mulai lagi semua dari awal." Jaevran selalu ahli dalam menghancurkan Haera kemudian menyusunnya kembali dan membuatnya lebih indah. Sialnya Haera selalu menyerah, nyatanya bahagianya memang hanya Jaevran.
"gak Je, kita butuh ruang sendiri. Kita harus mikirin semuanya lagi. Kamu emang butuh aku atau kamu cuma terbiasa sama aku."
"kenapa harus dipersulit si ra? Intinya aku gak mau putus sama kamu."
"kamu cuma belum coba aja Je." Jae bungkam. Ia lelah dengan pertengkaran mereka, Haera dan keras kepalanya selalu begitu.
Ia membatalkan niatnya untuk makan, kakinya menginjak pedal gas. Keluar dari parkiran rest area, melanjutkan perjalanan dalam keheningan.
Perjalanan mereka berlanjut seperti hujan yang terus mengalir, jalanan bandung-jakarta yang sendu menemani mereka yang terjun dalam pikirannya sendiri. Jae menatap ke jalanan tol yang lengang, sedang Haera menatap rimbun pemandangan diluar jendela yang tertutup hujan. Tangan jae bergerak menyalakan radio, memutus keheningan. Sayangnya pembicaraan dalam pikiran mereka terus menghantui. Jae melepaskan tangannya dari stir mobilnya, melipat kedua tangannya dan memejamkannya sejenak. Ia sedang menunggu kemacetan berakhir, kemacetan yang selalu terjadi ketika mobil ke luar dari tol. Haera menatap Jae yang memejamkan mata, ia tahu pria itu pasti lelah harus berpergian seperti ini. Biasanya haera akan menawarkan untuk bergantian, meski Jae selalu menolak. Kali ini ia tidak bisa melakukan, bahkan sampai mobil itu berhenti di depan apartemennya. Bertepatan dengan hujan yang berhenti.
"ra kamu balik ke kantor. Jangan kabur kaya gini." Jae menahan Haera yang berniat keluar.
"aku turutin maunya kamu, kita ambil waktu buat diri sendiri. Aku sebisa mungkin gak akan muncul di depan kamu ra." belum ada jawaban dari Haera.
"sumpah ra, sekalipun aku gak pernah berniat buat nyakitin kamu. Gak ada yang aku punya selain kamu ra. Tapi kalo kamu mau sendiri aku gapapa."
"ra kita beneran putus?" Jae merasa ini seperti mimpi. Haera adalah separuh dunianya, bagaimana bisa ia melanjutkan hidup ketika dunianya menghilang.
"aku udah lama kehilangan kamu Jae. " jawaban Haera nyatanya mampu menyakiti Jae. Sejahat itukah dia? Sebegitu menyakitkannyakah hubungan ini bagi Haera? Tapi pertanyaan itu tidak mampu keluar dari mulutnya.
"Aku selalu ada kapanpun kamu mau pulang ra, Jaga kesehatan ya. " Tutup Jae, tanpa menatap Haera sedikitpun. Ayolah, Jae juga merasakan kesakitan itu. Ia hanya tidak menunjukkannya.
"kamu juga." jawab Haera, kemudian pergi. Benar benar menghilang dari pandangan Jae.
Jae terdiam, berusaha menguatkan dirinya. Haera melangkah tegar sampai menghilang dari pandangan Jae, setelahnya ia runtuh. Benar, semuanya berakhir. Hanya ada kenangan yang tersisa untuk mereka. Rasa mereka mungkin masih sama, tapi keadaan memaksa mereka untuk berpisah. Seandainya Haera menyampaikan betapa ia merindukan Jae, mungkin semuanya dapat selesai. Seandainya Jae mau meluangkan sedikit lebih banyak waktunya untuk Haera, mungkin keadaan ini tidak akan terjadi. Sayangnya mereka kalah dalam pertarungan ini. Jae melanjutkan perjalanannya, mencari jalan keluar. Haera melanjutkan tangisannya,mungkin ia akan baik-baik saja hari esok. Setidaknya hari ini biarkan mereka menikmati kesedihan mereka. Sampai kapanpun melepaskan itu tidak akan pernah menjadi perkara mudah.
@haera_yo
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
❤liked byItsJae_,wahyunnda, and 1034 others.
Bandung ceunah bersama 5 urang gelo
Comment @saidakbr_ : @brian_abimana ada masalah apa si? @wahyunnda : gaya gua doang yang bagus @brian_abimana jongkok ngapa bang? Naber? @pradanu_naldian :bagus apaan anjir gayalu @wahyunnda @ItsJae_ : berisik lu semua @saidakbr_ @wahyunnda @pradanu_naldian @brian_abimana @brian_abimana : sumpah gua belom komen loh.. @haera_yo :berisik kalian semua wahai makhluk makhluk!! @narennanda : gua ga diajak... @haera_yo : orang sibuk gabisa diajak @narennanda