Chapter 4

117 15 0
                                    

PLAYLIST : TAYEON - TIME WALKING THROUGH MEMORY

Matahari hampir terbenam, satu persatu orang mulai meninggalkan kantor. Jalanan di depan kantor mereka sudah riuh karena kemacetan. Kantor mereka memang di daerah perkantoran dan sekolah, setiap hari kemacetan sudah menjadi hal biasa. Haera masih duduk di kubiknya, menyelesaikan beberapa tugasnya. Disebelahnya Jenie sudah menyusun semua peralatannya, bersiap pulang. Hanya ada 4-5 orang lagi di ruangan tersebut.
"Ra mau bareng gak?" tanya jenie, haera menggeleng. Jenie mendekati Haera dan mengusap pundak gadis tersebut pelan.
"gua selalu ada buatlu ra, jadi lu bisa cerita ke gua kapanpun. Oke?" Jenie tipikal sahabat yang sedikit berbicara namun benar benar memahami orang lain. Sejak pertama kali bekerja di kantor ini hanya jenie yang paling mengerti Haera, selain Jae tentunya.
"i know jen, thank you." jawab Haera ditutup dengan senyum manisnya. Jenie kemudian pulang meninggalkan Haera.
Pandangan Haera terjatuh pada layar handphonenya. Sejak kemarin ia mematikan data seluler handphonenya. Memutuskan kontak dengan dunia luar dengan cara tersebut. Gadis itu memutuskan menyalakan data selulernya, seketika berbagai notifikasi menghiasi bar ponselnya. Ada berbagai pesan, mulai dari grup sampai personal chat. Namun, hanya satu pesan yang menarik perhatiannya. Pesan dari Jae. 3 menit yang lalu. Pria itu mengirimkan sebuah berkas audio, dengan pesan singkat.
Jae : Ra, aku kangen.

Haera tidak membalas pesan tersebut, ia menyesali keputusannya untuk membuka handphonennya. Namun, tangannya justru membuka berkas audio tersebut. Ia memasukkan dua sisi earphonenya, memejamkan matanya. Bersiap dengan apapun yang akan ia dengar. Sedetik saja, saat suara tersebut menyentuh indera pendengarannya gadis itu langsung membuka matanya. Setetes air mata luluh begitu saja. Lagi-lagi kenangan tengah mempermainkannya. Audio tersebut jelas membuka ingatan Haera. Hari dimana ia memutuskan memulai hubungannya dengan Jae.

"Ra menurut lu ayam duluan atau telor duluan." tanya Jae yang sedang duduk dihadapan Haera, dengan sekotak susu stawberry di tangannya. Mereka sedang duduk di taman kampus, mengerjakan tugas mereka. Lebih tepatnya, haera mengerjakan tugasnya sedangkan Jae mengganggu Haera.
"menurut lu,Jae itu aslinya ayam atau manusia?" lontar Haera, jae malah tertawa bahagia. Haera selalu mengatakan wajah Jae mirip karakter ayam dalam sebuah kartun. Jae senang-senang saja dengan julukan tersebut.
"ra pacaran yuk." spontanitas Jae tersebut tidak mendapat jawaban dari Haera. Gadis itu selalu seperti ini setiap kali Jae mengungkapkan perasaannya. Mungkin ini ke 7 kalinya dalam bulan ini. Selama mengenal Haera hampir 3 bulan terakhir mungkin Jae sudah berkali kali mengungkapkan perasaannya.
"menurutlu kalo kita pacaran bakal bertahan berapa lama?" tanya Haera.
"hm sampe nikah." jawab Jae yakin. Haera tertawa.
"hidup itu gak kaya dongeng Jae."
"siapa bilang hidup itu dongeng ra, jelas jelas dongeng itu gak nyata. Hidup yang kita jalanin ini nyata, termasuk perasaan gua." jelas Jae, hanya tawa Haera yang jadi jawaban.
"lu gak suka sama gua ra?" tanya jae to the point. Sejak berbulan lalu mengejar Haera, Jae sadar ia tidak pernah menanyakan perasaan gadis itu. Ia hanya takut mendengar jawaban Haera.
"kalo gua suka gimana? Kalo gak suka gimana?"
"kalo lu gak suka gua bakal terus bikin lu suka ke gua, kalo lu suka gua nelpon wahyu dulu." jawaban Jae membuat Haera heran, kenapa juga wahyu alias sahabat sehidup semati jae itu muncul ditengah percakapan mereka.
"loh kok wahyu? "
"dia harus jadi saksi kalo gua berhasil dapetin Haera dan pengingat kalo suatu saat gua kesambet dan nyakitin lu. Karena kalo gua nyakitin lu artinya gua udah mulai gila." jelas Haera, membuat Haera tersenyum. Haera runtuh, hari itu ia meninggalkan akal sehat san segala egonya. Ia akan berlari kepada Jae.
"yaudah gih telpon. " Jae tidak paham jawaban Haera, dengan polosnya ia segera menelpon Wahyu.
"yoi jae, gimana gimana?" suara wonpil memecah keheningan dan kepolosan Jae.
"jadi gini. Eh bentar. Tunggu. Tadi kan gua blg ke Haera kalo dia suka ama gua lu harus jadi saksi. Eh dia suruh nelpon lu. Berarti dia suka dong ya ama gua." Jae malah menjelaskan panjang lebar kepada wahyu,lengkap dengan wajah bodoh yang membuat Haera tertawa kalap.
"Ra makasih ya udah mau nampung Jae dihatilu. Emang agak ngerepotin tapi dia baik kok." suara wahyu menghentikan tawa Haera. Gadis itu bergerak mendekati speaker handphone Jae.
"siap. Aman." jawab Haera. Telpon itupun terputus. Jae kembali pada kesadarannya.
"wait, gua mau ngerekam dulu." Jae menyalakan perekam di handphonenya. Jae sejak dulu suka merekam atau memotret berbagai hal yang bermakna baginya. Termasuk hari itu
"Haera jadi apa benar anda menyukai Jae?" tanya Jae seperti reporter. Khas dengan tangannya yang ia posisikan seperti mic. Haera lagi lagi tertawa.
"ya benar. Bagaimana dengan saudara Jae sendiri?" balas Haera.
"suka ra, suka banget. Sampe mau gila rasanya." haera tersenyum mendengar jawaban tulus Jae.
"mulai hari ini Haera gabisa kabur dari Jae."
"mulai hari ini Jae harus siap diomelin Haera. "
"kalo aku salah langsung omelin ra, pasti aku mulai gila kalo jahatin kamu." ujar Jae lagi.
"Jae pacar Haera yang katanya paling ganteng tapi mirip ayam." Haera tertawa luas, sampai ia tenggelam dalam pelukan Jae.

Semua kenangan itu bahkan terekam dengan jelas dalam berkas audio yang Jae kirimkan. Haera menolak kalah dengan egonya. Ia segera mematikan ponselnya. Menutup notebooknya dan memasukkannya kedalam tasnya. Haera butuh ruang untuk sendirian.

Voment 😉😉

Break Up After LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang