Chapter 3

142 16 0
                                    

PLAYLIST : 5SOS-AMNESIA

"ra lu gapapa?" jenie teman sedivisi Haera mengusap pundak Haera pelan. Sejak pagi tadi gadis itu terus melamun, berbeda dari Haera yang biasanya.
"cuma kurang tidur kayanya." Haera tersenyum, meletakkan kepalanya diatas meja kubiknya.

Bagaimana bisa Jae hanya menelponnya sekali. Bahkan ia sengaja datang terlambat ke kantor demi menghindari pria itu.
Disaat seperti ini Haera menyesal harus sekantor dengan pria itu. Harusnya ia membiarkan pria itu ketika ia menolak mendaftar di kantor yang sama. Bagaimana Haera bisa menghindari Jae jika lantai tempat mereka bekerja hanya terpisah satu lantai. Haera bekerja sebagai staff HRD disaat yang bersamaan ketika Jae menjadi produser disana. Hanya saja Haera menolak kenaikan jabatannya ditahun kemarin. Ia menolak untuk menambah beban pikirannya. Baginya jabatan bukan sebuah hal mudah, ia selalu merasa tanggung jawab yang berat.

Biasanya mereka selalu berangkat bersama meski sangat jarang Jae akan pulang bersamanya. Sejak pria tersebut menjadi menejer pemasaran, mereka tidak pernah pulang bersama. Jae mungkin tidak menyadari hal tersebut. Tapi Haera ingat setiap detilnya. Begitulah perempuan. Tadi pagi Haera sempat berpikir untuk bolos, namun ia mengurungkan niatnya. Kenapa harus ia yang mengalah, pikirnya. Sayangnya, hatinya ternyata memang belum siap bertemu Jae. Buktinya gadis itu menolak makan ke kantin, ia memilih duduk di kubiknya. Jenie bahkan sudah lelah mengajak temannya tersebut. Lelah dengan penolakan, jenie akhirnya meninggalkan Haera. Sepeninggalan Jenie, Haera kembali tenggelam dengan berbagai ingatannya. Ia ingat betul bagaimana Jae menjadi makhluk paling menyebalkan dalam radarnya. Sekaligus menjadi makhluk paling dirindukannya.

Sejak pertemuan mereka di kantin, Jae terus mengejarnya. Entah bagaimana pria itu berhasil menemukannya. Betapa terkejutnya Haera ketika melihat Jae sudah berdiri didepan kelasnya, dengan gantungan kunci kelinci ditangannya. Senyum Jae berhasil membuat Haera kebingungan. Bahkan semakin bingung ketika Jae memperkenalkan dirinya lagi.

"nama gua jae, jurusan Ilkom. Yang kemarin ngasih lu telor ceplok dan lu belum sempet bilang makasih. Heheh." belum sempat Haera menjawab, pria itu menambahkan "gua nemu kelinci lu kemaren abis konser. Hai Haera."
Kalau saja Haera tau ia akan jatuh cinta sedalam ini pada Jae, ia akan kabur saat itu. Bodohnya ia justru tertawa, membuat Jae melambung tinggi.

Jae terus menghampiri Haera setiap hari, dan setiap hari pria itu selalu membawakan kopi latte. Setiap hari pula Haera menolak kopi tersebut. Mau tidak mau Jae meminum kopi tersebut dan membuatnya jatuh cinta pada kopi itu. Haera berhasil mengubah satu kebiasaan Jae. Pria itu tidak pernah suka minuman pahit, ia selalu memilih teh, tapi kini tidak lagi sejak ia mengenal Haera.
Hari ke-23 Jae melakukan misi nya mendekati Haera, tidak ada perkembangan. Pesannya diabaikan, telponnya di tolak, dan sudah 23 kaleng kopi ia habiskan. Sebut saja Jae payah, tapi memang begitu nyatanya. Bukan Jae namanya jika menyerah begitu saja.

Dihari ke 24 pria itu sudah berdiri didepan kelas Haera -lagi. Lengkap dengan sekaleng kopi yang ia masukkan di saku jaket abu-abu nya. Haera keluar kelas dan tidak begitu kaget ketika menemukan Jae. Jae segera mengulurkan kopinya, namun Haera hanya menggeleng dan bergerak cepat memasuki lift. Jae akhirnya meminum kopi tersebut. Melupakan perutnya yang belum ia isi sejak pagi.

"hari ini ke perpus atau kantin?" tanya Jae, 23 hari mengikuti Haera membuat pria itu hapal kegiatannya. Haera hanya diam, dan Jae mengikutinya.
"ra, makan dulu yuk, laper." ujar Jae ketika mereka sudah di depan perpustakaan.
"gak ada yg ngajak kamu ke perpus." jawab Haera secukupnya, sejak awal gadis itu tidak menggunakan gua lu dengan Jae. Mungkin pertanda kesopanan atau karena ia belum merasa cukup akrab. Hanya Jae yang merasa sudah sangat sangat akrab.
Jae duduk di depan Haera yang sedang membaca bukunya, Jae menyangga kepalanya dengan tangannya. Menatap Haera yang menenggelamkan jiwanya dalam buku.

"ra gak bosen?" tanya Jae, Haera diam.
"ra, laper."
"ra, makan yuk."
Terus begitu dengan berbagai pertanyaan, bahkan sampai menanyakan.
"ra lebih suka instagram atau twitter?" dan Haera akhirnya menutup bukunya.
"kamu gak ada kerjaan lain?" tanya Haera. Jae menggeleng cepat. Haera mendengus, kembali membuka bukunya. Jae diam. Benar benar diam sampai Haera mengalihkan pandangannya dari bukunya.
Haera menatap Jae yang menundukkan wajahnya ke meja, membuat wajahnya tenggelam.

Awalnya Haera kira pria itu tertidur seperti dua hari yang lalu. Tapi Haera sadar pria itu berkeringat dengan deras. Haera akhirnya mendekati Jae, menepuk pundak pria itu. Tidak ada jawaban. Sampai Jae menunjukkan sedikit wajahnya yang berkeringat. Kulit putihnya semakin putih karena pucat.

Hari itu, dihari ke 24 misi Jae. Ia berhasil membuat Haera yang tenang kalap ketakutan. Mereka berakhir di ruang perawatan karena asam lambung jae yang kambuh. Bagaimana tidak, jelas jelas ia punya magh tapi ia malah meminum kopi 24 hari berturut dan tanpa makan apapun. Berkat itu Haera berubah 100 derajat, gadis itu mengirimkan pesan terus menerus untuk memastikan kesehatan Jae. Bahkan menemani Jae makan. Tanpa sadar,Haera terperangkap. Ia perlahan menemukan pesona Jae ketika pria itu memainkan gitarnya. Ia menemukan keindahan pada senyuman bodoh pria itu. Ia bahkan jatuh cinta pada setiap melodi yang diciptakan Jae untuknya. Haera terjatuh pada perangkap Jae, begitu dalam. Sampai ia lupa ia harus pergi.

Jenie kembali dari kantin dengan sekaleng kopi dan sebuah roti di tangannya. Meletakkan benda tersebut dihadapan Haera. Haera tersenyum lagi menemukan sahabatnya itu. Senyumnya pudar saat melihat kaleng kopi tersebut, lengkap dengan sebuah stiker kelinci disisi bawahnya.

"dari Jae." jelas jenie singkat, yang sebenarnya tanpa dijelaskanpun Haera paham. Haera mengurungkan niatnya untuk memakan roti yang sudah ditangannya.
"buat lu aja jen." ia memindahkan roti dan kaleng kopi itu ke kubik jenie yang tepat disebelah kubiknya. Jenie menggeleng acuh.

Tak lama tangannya kembali mengambil kaleng kopi itu. Kemudian meletakkannya di samping figura fotonya dan Jae. Ia menghela nafasnya. Bagaimana ia bisa melupakan Jae, ketika hidupnya terus berkaitan dengan pria itu.

Dont forget to voment😘😘😘

Break Up After LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang