Chapter 16

88 11 0
                                    

Selamat membaca, jangan lupa like, komen dan vote. 🙏🙏

Susah payah Haera membawa badan Jae ke atas kasurnya. Kini pria itu terbaring dengan nafas teratur dihadapannya. Haera sudah menanggalkan Jas hitam pria itu, juga dasi merah marunnya. Kini Jae hanya mengenakan kemeja putih dan celana bahan hitamnya, kemudian badannya ditutupi selimut tebal berwarna abu milik Haera. Ini bukan pertama kalinya Jae tumbang di hadapan Haera. Gadis itu sudah beberapa kali menghadapi Jae yang sakit. Namun kali ini Haera sangat terkejut. Badan pria itu terasa panas bukan main, namun ujung kaki dan telap tangan pria itu berkeringat dingin. Wajahnya pucat. Haera sudah menelpon Naren tadi. Menanyakan apa yang harus ia lakukan. Naren meminya Haera untuk mengukur suhu badan Jae, untungnya gadis itu selalu sedia termometer di apartemennya. Naren melakukan pemeriksaan online pada Jae. Kesimpulannya satu : Kelelahan dan asam lambung. Jae memang punya riwayat panjang dengan asam lambung, itu juga alasan kenapa Jae bukan pecandu kopi.

"Makannya harus teratur, istirahat juga. Resepnya nanti abang kiriminin." Itu kalimat terakhir Haera.

Kini Haera sudah duduk menatap Jae yang masih tidur, ditangannya ada beberapa pil yang mungkin akan ia paksa agar masuk ke tubuh pria itu. Melihat belum ada tanda-tanda pria itu akan bangun akhirnya membuat Haera beralih memeras handuk kecil untuk mengompres Jae. Haera dengan telaten mengurusi Jae. Sampai pria itu mulai bangun. Matanya berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan penerangan di kamar Haera. Tak lama mata jae menemukan Haera yang sedang memunggunginya karena memeras handuk kecil.

Now playing : Me after you - Paul Kim

Jae duduk pelan, menatap punggung Haera yang terbalut baju kaos cokelat. Pundak Haera terasa menghangat kala Jaevran menyandarkan kepalanya disana. Tangan pria itu melingkar sempurna di pinggang ramping Haera. Haera tak bereaksi, ia masih memeras kain putih ditangannya.

"aku kira kamu ilang ra."

"aku bukan anak kecil yang bakal ilang Je."

"aku takut Ra." Jae membenamkan wajahnya di pundak gadis itu. Haera bisa merasakan suhu badan pria itu masih panas.

"kamu istirahat aja. Kamu masih sakit. Gak usah mikirin apa-apa."

"aku takut kamu gak akan ada di masa depan aku. Aku gamau Ra." Suara Jae serak, suaranya yang lembut mampu membuat Haera melepas tangannya. Gadis itu berbalik. Menangkup wajah tirus Jaevran. Wajah pucat dengan mata kecil yang tampak hanya segaris.

"Ra aku minta maaf. Aku gak maksud buat nyakitin kamu. Gak sekalipun. Demi Tuhan Ra, aku gapernah bercanda tentang perasaan aku ke kamu. Ra, aku salah aku harusnya.. "

"Je, aku juga salah. Aku harusnya gak lari. Harusnya aku disamping kamu, pegang tangan kamu, peluk kamu. Jadi tempat kamu pulang. Harusnya aku gak biarin kamu sendirian. Harusnya kita berjuang bareng-bareng. Its not only your fault Je. Ini salah kita berdua." Haera menghampur ke pelukan Jae. Susah payah ia menahan tangisnya, namun gagal. Entah bau mint pria itu yang memaksanya, atau memang ia lemah dihadapan Jaevran.

"instead of saying sorry i want u to say thank u. Makasih Ra, udah jadi bagian hidup aku yang gak sempurna ini." Tangis Haera semakin menguap, tangan Jae menepuk pundak gadis itu berirama.

"kita mulai lagi. We'll pass this storm. Together." Bisik Jae pelan, Haera mengangguk tak bersuara.

Jae rasanya enggan melepas pelukannya, namun gadis dipelukannya itu menolak. Haera bersikeras bahwa Jae harus melepasnya, agar ia bisa memasak. Padahal jae tidak tertarik untuk sarapan. Ia lebih rindu Haera.

"je lepasin, aku harus masak biar kamu bisa makan dan minum obat. Kamu mau asam lambungmu kambuh lagi?" Cecar Haera masih didalam pelukan Jae yang kini sudah berganti mengenakan sweater.

Break Up After LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang