Prolog

663 39 4
                                    

"Bukan kebetulan, itu takdir yang sedang menyamar. Jangan tertipu."

⏳⏳⏳

"Hari minggu kamu nggak ada jadwal operasi kan?" tanya Tania kepada Alta yang sedang mengemudi. Alta menoleh, berpikir sejenak sebelum akhirnya menggeleng.

"Kenapa?" tanyanya setelah menjawab pertanyaan Tania. Tania memelotot, lalu memukul lengan Alta yang langsung membuat pria itu meringis. Ringisan Alta tentunya menarik perhatian Aluna kecil yang ada di belakang. Anak itu bahkan sampai menghentikan kegiatan makan cokelatnya demi bisa memerhatikan interaksi kedua orang tuanya di depan.

"Minggu ini ulang tahun Aluna, kamu gimana sih masa lupa?" Tania mengembungkan pipinya karena kesal, wanita itu melipat tangannya di dada dan membuang muka dari Alta. Alta tersenyum tipis, tangan kirinya menjauh dari stir dan mendarat di pundak Tania, mengusapnya lembut.

"Maaf, belakangan ini aku nggak fokus. Banyak banget pasien yang harus dioperasi." Ucap Alta lembut. Tania mengembuskan napas, tak memedulikan Alta.

"Aluna maafin Papa kan?" Alta melirik Aluna lewat kaca spion dalam, lalu melirik jalanan. Ia melakukannya secara bergantian selagi menunggu Aluna menjawab pertanyaannya.

"Kalau Mama maafin, aku maafin juga." Jawab Aluna sambil melumat jarinya, membersihkan cokelat-cokelat yang menempel di sana. Seperti kebanyakan anak kecil lainnya, cokelat yang tak bisa hilang dengan air liur langsung Aluna elap ke baju. Untungnya Tania tak melihat proses pengelapan cokelat pada dress mini putih terang yang baru ia beli 2 hari lalu.

"Yah, jadi nggak ada yang mau maafin Papa nih?" nada suara Alta berubah menjadi sedih. Aluna menggeleng dengan wajah polosnya, sedangkan Tania sama sekali tak bicara.

"Ma, sampahnya aku buang di mana?" tanya Aluna sambil menunjukkan bungkus cokelatnya pada Tania.

"Taruh di situ aja,"

"Sampah kan harus dibuang di tempat sampah, kita harus buat lingkungan bersih biar sehat."

Tania melirik Alta dengan tatapan laser, lalu mendengus sebal. "Siapa yang ngajarin?" tanyanya masih belum melepas lirikannya pada Alta.

"Papa dong, kalau Mama kan orangnya jorok."

"Siapa yang bilang Mama jorok?"

"Papa dong, kalau aku mana berani bilang kayak gitu."

Bugh.

Tania mendaratkan tinjunya di lengan Alta. Wanita itu masih menatap Alta tajam.

Bugh. Tinju kedua Tania layangkan di tempat yang sama karena Alta malah menyengir tanpa rasa bersalah ketika Tania memukulnya.

"Stop, Pa. Berenti! Itu ada tempat sampah." Teriak Aluna sambil memukul-mukul lengan Alta. Alta langsung menginjak rem, untungnya jalanan cukup sepi karena hari sudah malam. Tania menoleh ke arah Aluna, niatnya ingin mengambil sampah dari anaknya itu. Tapi ketika ia melihat noda cokelat di baju mahal yang ia beli, mulutnya langsung terbuka lebar.

"Aluna!" Tania berteriak setengah meringis sedih menatap pakaian Aluna. Padahal itu pakaian Tania beli karena lucu dan cantik, ia bahkan tak melihat harganya terlebih dahulu. Tania juga rela diomeli oleh Alta karena menghabiskan 2 juta rupiah untuk sebuah baju yang....berakhir tragis.

"Ini sampahnya, Ma." Dengan wajah polos karena tak mengerti kenapa mamanya terlihat sedih, Aluna menggoyangkan-goyangkan sampah cokelat itu di depan wajah Tania.

"Nanti dicuci, buruan buang sampahnya biar cepet sampe rumah." Ucap Alta sambil membuka pintu mobil yang dikunci. Tania mendengus, mengambil sampah tersebut dan langsung turun menuju bak sampah yang tertutup.

"Enak banget dia ngomong udahlah, nggak inget apa dia ngomel 2 jam nggak berhenti karena baju itu?! Sampai rumah babak belur pok--" Gerutuan Tania langsung berhenti begitu ia membuka tutup bak sampah. Tania langsung menutup mulutnya, tak percaya dengan apa yang ia lihat.

Di dalam mobil, Aluna mengernyit melihat keanehan mamanya. Anak itu menarik kemeja Alta, lalu menunjuk Tania dengan jarinya.

"Mama kenapa, Pa?" tanyanya. Alta mengamati beberapa detik, keningnya mengernyit karena melihat sikap Tania yang aneh. Pria itu pun memutuskan turun sambil menggendong Aluna.

"Kenapa?" tanya Alta. Tania menoleh, tangannya gemetar ketika ia menunjuk ke arah bak sampah. Alta kemudian menyerahkan Aluna ke gendongan Tania, lalu melihat ke dalam bak sampah.

"Dia udah meninggal?" tanya Tania gemetar. Alta mendekatkan wajahnya ke bak sampah, mencoba mendengar apakah ada suara yang dikeluarkan oleh anak tersebut.

"Sakit...." Suara itu terdengar seperti bisikan, nyaris tak bisa di dengar jika Alta tak mendekatkan wajahnya ke bak sampah. Alta kemudian mengeluarkan anak tersebut dari dalam bak sampah.

Ia perempuan, usianya sekitar 3 tahun, lebih muda 1 tahun dari Aluna. Rambut hitamnya kusut dan berantakan. Bajunya berwarna putih, namun sekarang sudah berubah menjadi cokelat. Kulitnya juga berwarna putih, namun dipenuhi luka dan tanah yang membuatnya terlihat kotor. Kepala belakangnya berdarah, tubuhnya menggigil padahal cuaca sedang tidak dingin.

"Aku bawa dia ke rumah sakit, kamu sama Aluna pulang duluan." Ucap Alta  seraya membawa anak tersebut ke dalam gendongannya.

"Nggak ada penolakan, kamu sama Aluna nggak usah ikut ke rumah sakit.  Aku akan telepon Dara dan minta dia jemput kalian di sini."

Alta langsung naik ke mobilnya, mengendarai mobil tersebut dengan kecepatan penuh, meninggalkan Tania dan Aluna pada pertengahan malam. Aluna memeluk leher Tania, ia memandangi bak sampah dan isinya yang tercecer karena Alta. Tiba-tiba, matanya menangkap sesuatu. Benda yang cukup berkilau dan berwarna dibandingkan sampah yang lain.

"Ma, itu apa?"Aluna menunjuk benda tersebut. Tania menoleh ke bekakang, mengikuti arah telunjuk Aluna.

Sebuah kalung dengan ukiran nama. Milik anak tadi kah? Kalau benar begitu, nama anak tadi adalah....

"Elsa?"

Lupakan perihal nama yang cantik itu. Pada tengah malam yang dingin dan gelap, di jalanan yang sepi dan menyeramkan, Alta meninggalkan Aluna dan Tania.

...

Hai....

Yuhu akhirnya rilis juga sequel Sirius Altair. Gimana? Seneng nggak?

Awalnya aku bingung ini cerita mau dimasukin ke genre mana. Karena di cerita ini fokusnya ada dua, yaitu Tania dan Aluna. Aluna kan masih remaja, sedangkan kisah Tania pasti nggak jauh-jauh dari keluarga dan hubungannya dengan Alta.

Masa mau aku masukiin Teenfic?

Akhirnya sequel ini aku masukin ke genre Romance. Tenang, nggak ada unsur dewasanya, kok. Ceritanya aman, beneran.

Makasih udah baca dan nungguin, yeorobun! Jangan lupa divote dan komen ya😘😘

Time : Why?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang