"Manusia berharap pada hal yang tak pasti. Sekalipun tau itu menyakitkan, melakukannya adalah opsi terakhir yang bisa dilakukan setelah berjuang."
...
Alta memukul stir mobilnya ketika Tania tak menjawab teleponnya. Ini sudah kesepuluh kali Alta mencoba untuk menghubungi Tania, namun tetap tak ada jawaban. Di kursi belakang Aluna memandangi jalanan dari jendela, membayangkan hal-hal mengerikan yang akan terjadi saat Elsa kembali nanti.
"Coba kamu telpon Oma, Lun, tanyain Mama ada di rumah atau nggak." Ucap Alta pada Aluna. Namun Aluna terlalu asik pada lamunannya, sampai suara Alta tak bisa ia dengar dengan baik. Evgar yang duduk di samping Alta langsung mengeluarkan ponselnya, mencari nomor Portia yang ia dapat dari Satria.
"Evgar aja, Om." Ucapnya setelah menekan telepon.
Alta khawatir pada Elsa, ia juga khawatir pada Tania, dan sekarang entah kenapa ia khawatir pada Aluna. Aluna jarang sekali terlihat ketakutan, tatapannya jarang sekali kosong. Namun yang Alta dapati ketika melirik Aluna sekilas adalah, ekspresi takut dan cemas yang tak wajar Aluna tunjukan di saat seperti ini.
"Pa," panggil Aluna pelan, membuat Alta melirik sekilas ke arahnya sebelum kembali memerhatikan jalanan. Evgar menutup telepon setelah mendengar kabar kalau Tania tak ada di rumah, ia juga langsung menoleh ke arah Aluna karena penasaran.
"Aku tau Elsa pergi tengah malam."
Pengakuan Aluna membuat Alta langsung menghentikan mobilnya, membuat mobil di belakang membunyikan klakson dengan panjang dan memaki Alta bodoh.
Alta menoleh, menatap Aluna yang masih menatapnya dengan tatapan datar.
"Aku benci ketakutan, jadi aku mau jujur ke Papa. Aku liat Elsa pergi dan aku nggak nahan dia." Ucap Aluna lagi.
"Kamu tau Elsa pergi? Papa nggak salah denger kan, Lun?" tanya Alta, dengan harap bahwa ia salah dengar, bahwa Aluna hanya bercanda untuk mencairkan suasana. Jika benar begitu, maka Alta akan tertawa kencang untuk menanggapi lelucon Aluna.
"Papa nggak salah denger, aku jujur sekarang." Aluna menggigit pipi bagian dalamnya, meneguk saliva begitu melihat rahang Alta mulai mengetat. Alta hampir tidak pernah marah padanya, dan sekarang sepertinya Aluna harus melihat papanya marah.
"Aku nggak nahan Elsa karena aku memang mau dia pergi, aku nggak suka dia ada di rumah, aku nggak suka dia deket sama Mama dan Papa, aku nggak suka dia deket sama semua orang yang deket sama aku. Aku nggak mau liat dia, Pa."
"Lun," Evgar mencoba menghentikan Aluna. Tapi rupanya, Alta lebih cepat untuk berkomentar.
"Kenapa kamu jadi begini?" tanya Alta, dingin.
"Aku memang begini, Pa. Dari dulu. Aku tinggal di asrama karena Elsa, aku jadi emosi di deket Papa sama Mama karena Elsa. Aku benci sama dia, aku benci dia ada di sini." Ucap Aluna berapi-api, matanya memerah, air matanya menetes tanpa aba-aba. Aluna seakan sedang mengeluarkan semua awan hitam yang menggumpal di hatinya.
"Papa nggak pernah ngajarin kamu jadi orang jahat begini, Aluna."
"Aku orang jahat? Aku udah baik, Pa! Aku bagi semuanya sama Elsa, semuanya!! Dan Papa sebut aku orang jahat? Papa yang jahat, Mama yang jahat! Kalian ngebuat aku selalu merasa tersudut, kalian ngebuat orang beranggapan kalau aku yang anak angkat--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Time : Why?
Romance"Kenapa waktu kita begitu singkat?" pada suatu malam sebelum kau menghilang, aku pernah bertanya seperti itu. "Waktu kita panjang. Hanya saja selama ini kamu memilih menjauh, sebab itu tak ada kenangan, tak banyak waktu yang menyimpan kenangan." I...