"Kejutan selalu datang untuk orang yang sedang berbahagia, Sayang."
⏳⏳⏳
Ada banyak hal yang Alta sesali, ada banyak sekali hingga ia takut untuk mengucapkan kata maaf. Tiap kali pulang ke rumah ketika tengah malam, melihat Tania terbangun dari tidur nyenyaknya untuk membukakan pintu, Alta bisa lihat kelelahan terpancar di mata Tania.
Jangan bayangkan hubungan yang romantis sejak mereka menikah, Alta bahkan lebih sering menghabiskan waktu di rumah sakit. Ia tak tau apa yang sedang terjadi, ia tak tau alasan di balik lelahnya Tania. Alta sempat meminta Tania berhenti mengasuh anak-anak di pantu asuhan yang dikelolanya, namun Tania menolak. Artinya, ia lelah bukan karena itu.
Perasaan yang tak pernah Alta tau. Betapa pedihnya harapan besar yang hancur, betapa lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyembuhkan. Alta tak paham betapa sakitnya harapan-harapan Tania yang tak pernah menjadi nyata.
Aluna tumbuh menghancurkan harapan Tania. Semuanya, sampai ke harapan paling kecil yang pernah Tania punya. Hanya pinta sederhana supaya Aluna bisa terbuka padanya.
"Gimana keadaan Mama, Pa?" tanya Elsa panik. Elsa bahkan sampai mengabaikan notifikasi ponselnya.
"Pasti baik-baik aja kok, Sa." Sahut Dara seraya mengelus punggung Elsa. Elsa mengangguk pelan walau masih diselimuti perasaan cemas.
Dara menatap Alta yang sedang menatap Tania dalam diam. Seakan mengerti situasi, Dara langsung menuntun Elsa untuk keluar dari kamar Tania. Saat hanya tersisa dirinya dan Tania di kamar ini, Alta langsung menggenggam tangan Tania erat. Matanya tiba-tiba berair hanya karena melihat Tania terlelap.
"Titania," suara Alta bergetar, sudah lama rasanya ia tidak memanggil nama lengkap Tania seperti itu. Ibu jari Alta bergerak mengusap tangan Tania, mencoba untuk menghilangkan rasa bersalah yang menghantuinya.
"Aku perhatiin banyak orang, gerak cepat kalau ada yang sakit, jagain mereka sampai malam. Aku merasa bersalah banget sama kamu, kamu juga sakit, Tania."
Mata Tania perlahan terbuka, ia langsung menatap satu-satunya orang yang berada di dalam ruangan ini bersamanya. Alta? Bukankah harusnya ia berada di rumah sakit?
"Kamu ngapain di sini?" tanya Tania. Alta terdiam dengan wajah kebingungan ketika mendengar pertanyaan Tania. Bukankah harusnya Tania merasa senang? Tapi kenapa pertanyaannya seakan memberitahu bahwa ia tak suka dengan kehadiran Alta.
"Kamu serius nanya itu?" Alta malah balik bertanya, tak percaya bahwa ia baru saja mendengar pertanyaan konyol Tania.
Namun, Tania mengangguk dengan tatapan matanya yang polos. Alta tersnyum tipis, binar indah di mata itu tak pernah hilang bahkan di saat Tania sedang sakit.
"Ya udah karena kamu udah terlanjur di sini, jangan pergi ke mana-mana lagi." Ucap Tania sambil tersenyum manis. Senyum itu selalu berhasil menular pada Alta, Alta tersenyum sama manisnya, lalu duduk di kasur tanpa melepaskan genggaman tangannya pada tangan Tania.
"Aku pikir Dara atau Elsa atau Sekar yang di sini, taunya kamu."
Alta menatap Tania, "kamu seneng?" tanyanya ketika melihat Tania tak berhenti tersenyum.
"Hm, banget." Jawabnya.
Dering ponsel di sakunya membuat Alta langsung melepas genggaman tangannya, lalu mengangkat telepon tersebut.
"Ada operasi darurat Pak, 5 pasien kecelakaan beruntun, bapak harus hadir di rumah sakit 10 menit lagi."
Sebagai dokter, terlebih dokter Anestesi, Alta tentu tak bisa mengabaikan panggilan tersebut. Pria itu langsung meraih kunci mobilnya di atas nakas, membuat Tania kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time : Why?
Romance"Kenapa waktu kita begitu singkat?" pada suatu malam sebelum kau menghilang, aku pernah bertanya seperti itu. "Waktu kita panjang. Hanya saja selama ini kamu memilih menjauh, sebab itu tak ada kenangan, tak banyak waktu yang menyimpan kenangan." I...