Bab 11 - Hujan

4.8K 867 253
                                    

Mungkin, bagi sebagian orang menunggu adalah hal yang membosankan. Terlebih kadang, kata itu terdengar menyakitkan. Sukses menampar sekian banyak kenyataan, bahwa yang ditunggu tidak selamanya akan datang. Sebuah kisah picisan yang tentu menghakimi sang penunggu—bodoh. Mereka yang menunggu itu, bodoh. Sangat.

Namun pada kenyataannya, bagi mereka yang sudah terlanjur basah, maka akan memilih kuyup. Total tercebur. Satu fakta yang menarik dan memang benar terjadi.

"Gue pusing, Jung. Dia nutup nelfon Kak Jisoo dan berakhir marah sama gue." Jennie merenung. Tangannya bertumpu di atas meja. Menatap kosong papan tulis yang tidak lagi meninggalkan bekas.

"Lo nangis?"

"Nggak. Nggak tahu kenapa kemarin gue nggak mau nangis. Gue malah sok kuat dan balik marah ke dia."

Jungkook menghela napas pelan. Baru kemudian terkekeh dan menyentil kening Jennie pelan, setelah memutar kursinya ke arah belakang. "Lo pinter juga ternyata."

"Jungkook, ih! Gue serius. Dia makin kesel dan benci sama gue, itu tanda bahaya!" pekik Jennie dengan belah bibir melengkung ke bawah.

"Polisi kali ah tanda bahaya."

"Jung! Sumpah, sialan!"

Jungkook tertawa, lepas dari topik—Jennie sungguh menggemaskan di matanya. Gadis itu bersuara, bercerita dengan nada menggebu, lalu berakhir dengan raut wajah yang lucu.

"Oke. Iya, terus lo mau apa? Saran dari gue?"

Dengusan jengah, Jennie menatap Jungkook kesal. "Lo kira gue daritadi curhat buat apa, huh?"

Untuk kesekian kali, mungkin Jungkook harus mengorbankan perasaannya. Mengabaikan sakit yang mulai merambati dada ketika belah bibirnya mulai berucap. Iya, Jungkook harus menguatkan Jennie meskipun ia sendiri telah hancur.

 Iya, Jungkook harus menguatkan Jennie meskipun ia sendiri telah hancur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue nyerah buat suruh lo berhenti cinta dia. Nyatanya lo keras kepala. Kalau lo marah—sumpah itu nggak salah. Lo orang yang jelas harus dia hargain, bukan malah cewek lain. Sekalipun itu Kak Jisoo yang muka dan sifatnya udah kayak bidadari."

Jennie mendelik di akhir kalimat Jungkook. Mata gadis itu memincing, "Oh, berarti, muka dan sifat gue nggak kayak bidadari, gitu!?"

"Perlu banget gue jelasin?"

Agaknya, Jungkook salah langkah. Cakapnya yang ia anggap candaan, justru Jennie bawa perasaan. Gadis itu menunduk.

"Ya Tuhan, lo sedih gue bilang lo nggak kayak bidadari, hah? Beda sama Kak Jisoo?" tanya Jungkook.

Jennie menghembuskan napas pelan, "Lo bikin gue tambah insecure. Kak Jisoo—sesempurna itu?"

Sebegitunya Jennie mencinta. Membuat Jungkook lamban-lamban menyadari, bahwa rasa yang ia punya tidak ada apa-apanya. Ah, berani-beraninya ia jatuh pada gadis yang bahkan hatinya telah penuh dengan sosok lain.

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang