Bab 18 - Luka Lama

4.2K 792 429
                                    

Ada bagian yang marah ketika rahasia besar mereka terkuak hanya karena segelintir kata. Namun jauh di dalam sana, si pemuda merasa luarbiasa sesak. Sebab Jennie sebegitu berani dan kokoh untuk seorang berengsek seperti dirinya.

"Jadi gini cara main lo, Jen?"

Taehyung menghela napas berat. Mati-matian menahan buku jarinya agar tidak melayang ke sembarang tempat.

Jennie menghembuskan napas pelan, tersenyum simpul, "Loh, bukannya fakta? Lo tunangan gue. Ah, iya, Kak Jisoo," ada jeda ketika Jennie beralih menatap Jisoo yang masih terlihat tidak percaya, "—gue dan Kak Tae udah tunangan. Gue sebenernya, cemburu kalau kalian deket terus."

Rasanya, lega sekali.

Jennie merasa napasnya begitu ringan sebab berani menunjukan semuanya.

Pun ketika melihat Taehyung, Jennie jelas tahu kilat tajam dalam maniknya. Menahan marah. Mungkin memikirkan citra sekiranya pemuda itu benar-benar mengamuk di tempat umum.

"Taehyung?" Jisoo yang bertanya.

Sesungguhnya, dalam hati Jennie waswas sekali. Takut bila Jisoo ikut tersakiti dengan caranya yang seperti ini.

Namun, oh, tidak sama sekali.

"Lo kenapa nggak bilang, sih? Terus juga, lo kenapa sama tunangan sendiri sejahat itu, coba?"

Langkah pertama, Jennie menang.

"Kak Ji—"

Ucapan Taehyung terpotong kala suara Jennie kembali mengintrupsi, "Hasil perjodohan, kita juga nggak saling kenal. Berakhir dia yang belum bisa nerima pertunangan kita."

"Gue—total kosong sekarang, Kak Ji. Gue nggak tahu lagi cara hadapin Kak Tae kayak gimana." Ada hembus napas yang begitu berat kala Jennie bersua. Mendongak, kembali bertemu dengan manik sepekat jelaga malam milik Taehyung.

"Tapi, jangan—jangan kira Taehyung jahat karena gue tahu betul, dia nggak begitu. Mungkin gue lemah banget kemarin sampai dia nggak bisa lihat eksistensi gue. Apa-apa nangis, ditinggal dia nangis, dibentak nangis. Gue nggak mau kayak gitu lagi."

Jennie, semangat. Ini waktunya.

"Gue—mulai pandang sikap Taehyung dari segi yang berbeda. Mungkin dia sengaja, bikin gue sakit, supaya gue ngejauh. Pergi. Padahal gue tahu dia paling nggak suka ditinggal."

"Apaan sih, anjing? Sok tahu banget, lo!"

Kekehan ringan terjadi, Jennie benar-benar menepati perkataannya sebab hari ini; tangisnya nol besar.

Ia berhasil.

"Gue pamit dulu, deh. Tapi bukan pamit buat terus perjuangin Kak Tae, kok, hehe. Ah, kalian harus have fun bareng. Kak Ji, jagain sebentar tunangan nakal gue ini, ya?" gurau Jennie di akhir kalimat.

Baru kemudian gadis itu bangkit dari duduknya setelah menghela napas kecil. Setidaknya, tamparan panas yang sempat terbesit di otaknya tidak terjadi. Sebab yang ia tahu, berkali-kali ancaman fisik itu terlontar dari bibir si pemuda—Taehyungnya tidak mungkin sungguhan melakukan.

Ini, bukan perihal buta cinta.

"Bentak, iya. Banting barang, iya. Kelahi sama cowok saat dia udah diambang batas, iya. Tapi untuk perempuan—dia mustahil main tangan." Jimin hanya berusaha mengucapkan yang sejujurnya sejak hari pertama hingga tahun kesekian pemuda itu mengenal Taehyung.

Dan biarkan Jennie percaya perkataan Jimin untuk sementara waktu.

"Bye, Kak Ji, Kak Tae!"

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang