Bab 25 - Benar Bahagia?

6.2K 772 230
                                    

Waktu telah menunjukan pukul dua belas siang sebab ternyata, waktu perjalanan membutuhkan perpanjangan satu jam dari perkiraan. Total enam jam di dalam bus.

Derat sepatu terdengar kala satu-persatu anggota klub turun dari bus. Beberapa dari mereka memekik senang, menghela napas lega, serta ada yang jemarinya langsung membuka kamera untuk beberapa momen yang kiranya perlu diabadikan.

"Perhatian! Perhatian!" Itu Hoseok.

Pemuda itu menatap para anggota klub dengan serius, "Ini wilayah orang. Kita tiga hari dua malam bakal nginap di rumah-rumah warga yang memang udah setuju. Jadi gue mohon banget, dilarang keras bertindak semaunya. Pahamin kalau kondisinya nggak kayak di kota—"

"—kalau ada perlu selain tugas yang lo emban, diharap hubungin pengurus. Lo bisa kontak gue, Taehyung, Jisoo, atau Mark kalau sungkan ngomong di grup. Tapi kalau masalahnya perlu anak-anak tahu, ngomongnya ya di grup. Ngerti?"

Para anggota mengangguk mengerti. Beberapa dari mereka mengarahkan jempol ke arah Hoseok.

"Lanjutin Tae," ujar Hoseok melirik dimana Taehyung berada.

Terlihat Taehyung yang menghela napas pelan, menatap lurus dua puluh anggota klubnya, "Ada beberapa pantengan di Desa ini. Jangan ke hutan barat di atas jam empat. Kita juga, nggak ada acara apa-apa disana. Gue ngomong begini, supaya lo semua nggak kebawa penasaran buat motret hutan barat dan berakhir langgar apa yang warga-warga sini percaya."

Oh, tentu, ini topik yang baru saja mereka ketahui. Sebagian diam, patuh, mencoba untuk mengingat sedangkan sebagian lagi berbisik—bertanya ada apa memangnya disana. Dan untuk topik tersebut, membuat Taehyung berdeham cukup keras, "Nggak usah pada kepo. Ikutin aja gimana aturannya. Kita pengurus udah kasih warn dari awal, jangan jadi gegabah."

Setelahnya, sahutan soal bagaimana para anggota mengerti atas apa yang disampaikan.

Sedangkan Jennie memperhatikan dalam diam. Merekam dengan pasif bagaimana Taehyung mulai berbagi koordinir dengan pengurus lainnya. Sosok yang dingin, kaku, dan tidak banyak berbicara. Sadar bahwa pada dasarnya, Taehyung memang orang yang seperti itu sejak awal.

Namun, suara sang ayah terngiang di kepalanya kala mereka bertukar pandang di ruang tengah keluarga, dengan bias televisi yang menunjukan pertandingan bola berlangsung.

"Dulu, di umur delapan tahun, Papa pernah ke Jogya buat ketemu sama Taehyung dan Papanya. Keanu bilang, Taehyung jatuh dari sepeda. Punggungnya lebam. Tapi, entah kenapa, di mata Papa itu kayak pukulan yang disengaja."

"Maksud Papa, Kak Taehyung anak broken home?"

"Untuk orang tuanya, enggak, Sayang. Papa kenal betul mereka. Dan untuk pertanyaan kamu ... Papa nggak tahu. Sampai sekarang."

"Oke. Intrupsi lagi, sekarang pembagian tempat istirahat!"

Dan Jennie kembali pada dunianya. Menatap beberapa punggung yang mulai melangkah menjauh—menuju tempat peristirahatan masing-masing.

"Woo! Bengoong ya lo? Intruksi diabaiin aja. Udah sana, masuk, istirahat."

"Hah?"

Jungkook memutar bola mata malas, "Karena cewe di klub kita cuma 4 orang, lo semua gabungan numpang di rumah Bu Hemi. Tuh, ikutin Jisoo, sana."

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang