Bab 20 - Ayo Bahagia

4.8K 849 794
                                    

Kangen? Chapter cukup panjang, happy reading!💜

•••

Tiga hari terhitung, tidak ada komunikasi yang terjadi. Seolah keduanya paham bahwa ini bukan waktunya.

Serta, kabar yang Jennie dapat terakhir kali dari Jimin, ialah Kakek Adyaksa yang lekas pulang ke Yogja. Dini hari di malam yang sama; ketika Jennie melihat langsung apa itu luka keluarga yang Taehyung punya. Gadis itu serius, ketika ia tidak memaksa Taehyung bercerita. Biarlah menjadi air yang mengalir ketika waktunya tiba.

"Lisa 'kan, ya, itu?" Matanya menerjap. Menangkap presensi Lalisa di sudut ruangan bersama beberapa orang lainnya.

Maniknya bergulir, dan menemukan eksistensi Jungkook bersama beberapa mahasiswa lain di dalam lapangan basket indoor kampus mereka. Oh, pertandingan. Poin plus; gemas sekali melihat Lalisa yang mendampingi Jungkook. Mereka cocok.

Kala tungkainya lekas bergerak maju—sebab ingin segera sampai rumah, ada suara mengalun dan Jennie tahu persis pemiliknya.

Jungkook Aldebaran Jeon.

"Jen—hhhh, kok bisa ada disini?" Napasnya jelas masih memburu, membuat Jennie berdecak kesal.

"Minum dulu, gih. Gue cuma kebetulan lewat."

"Loh, kirain memang sengaja mampir lihat gue?" Tentu, Jungkook menyengir lebar. Acap-kali mengusap bulir keringat yang terasa licin mulai dari kening hingga leher.

"Ngaco, lo. Udaaaah, sana! Tuh, Lisa, nyamperin lo." Jennie melongok, melihat Lalisa yang tengah melambai antusias padanya dengan sebotol air di genggaman.

"Haiiiii! Lo mau lihat Jungkook juga kesini, ya? Ciee!"

Menerjap, menggeleng ribut, "Loh, enggak! Ngapain!"

Dan Lalisa tertawa, sekilas menatap Jungkook yang ikut melebarkan senyum. Tak luput dari pandangannya sejak awal Jungkook meninggalkan lapangan; atensi pemuda itu yang semula bola basket digenggaman berubah cepat menjadi seorang Jennie yang bahkan tak sengaja melewati pintu.

Semudah dan sebahagia itu.

"Hehe, percaya kok, gue, kok panik gitu?" ungkap Lalisa.

"Ya habis, kan—ah, pokoknya gitu deh. Gue cuma—"

Dan ucapan Jennie terpotong kala suara dering muncul terhitung tiga kali. Lalisa dan Jungkook saling menatap; bertanya ponsel siapa sebelum atensi mereka kembali pada Jennie yang tengah membuka isi tas.

Oh, milik Jennie rupanya.

"HAH!?"

Jennie melongo. Bibirnya terbuka hingga maniknya turut membulat.

"Jen? Lo oke?" Jungkook bertanya.

Lalisa menekuk alisnya, "Jennie? Kenapa?"

"G-gue, nggak. Ng-nggak apa-apa. Aduh, sumpah, gue pulang sekarang ya!? Oh, God. EmmJung, Lisa, BYEEE!"

Sebab tak ada rona hangat yang lebih pekat mendekap pipinya dari ini. Tak ada dentum acak yang mendobrak jantungnya; hingga rasanya Jennie ingin berteriak. Mengeluh-eluhkan semesta yang secara tiba-tiba begitu baik padanya.

Ini gila. Senyumnya mengembang bahkan ketika ia keluar gedung kampusnya, menaiki mobilnya, hingga kala ia membuka pintu dan disuguhi tatapan heran dari kedua orangtuanya. Jennie hanya menggeleng, lekas mengecup tanda salam dan berkata,

"Aku lagi seneng aja, Ma, Pa."

Pusat dari segalanya hanya satu.

Ritme yang begitu transparan dan Jennie kira, ia sanggup membaca berkali-kali pesan tersebut.

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang