Bab 14 - Keributan

4.7K 831 406
                                    

Berkat alarm yang sukses membuat jiwanya tertarik dari alam mimpi, gadis itu bangun dengan mata menyipit. Jemarinya meraba nakas dan mulai mengumpulkan kesadaran. Serentak; mata serta bilah bibirnya membulat.

"Damn it! Jam setengah tujuh, bodoh!"

Terhuyung ia bangkit dari posisinya. Berlari sesegera mungkin ke kamar mandi dan bersiap secepat yang ia bisa. Catatan pertama hari ini; pergi mengantar bekal pada sosok Taehyung Veean Adyaksa sebelum jam delapan pagi.

Dapatkah ia?

"Mama! Aku!—aku aja yang buat omelette sama saladnya!"

"Ma, kalau tatanan bekalnya begini, lucu nggak?"

"Terakhir deh, terakhir! Penampilan aku hari ini cantik, 'kan!?"

Jerome Anthony Alaska terperangah. Beberapa kali bibirnya berhenti mengecap makanan sebab sang puteri sulung bersua begitu banyak hari ini. Penasaran, lelaki berkepala empat itu membuka kacamatanya, "Jen, kamu itu kenapa pagi-pagi heboh banget?"

"Um?" tanya Jennie masih fokus membenarkan letak bekal ke dalam tas kecil.

"Lagi mau apelin tunangannya, tuh," sahut Deana terkikik geli.

"MAMA!" Jennie melotot, memberi sinyal kesal pada Deana yang justru berakhir dengan kekehan kecil.

"Loh, nggak kebalik? Taehyung belum pernah kesini, belum juga pernah samperin kamu?" Anthony bertanya heran.

Jennie meneguk ludahnya sendiri. Bibirnya kelu namun cepat menghilang kala otaknya bekerja dengan konstan pagi ini. Alasan lagi; sebuah kebohongan kecil yang berkali-kali Jennie sesali.

"Kak Tae belum sempet aja kesini. Kita sering ketemuan kok, di kampus." —meski aku harus pergi soalnya kena marah terus, Pa, hehe. Sambung Jennie dalam hati.

"Lain kali, ajak sekali-sekali dia kesini. Bilang Papa mau ajak dia main catur bareng."

"Oh, Kak Tae bisanya main golf, Pa!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oh, Kak Tae bisanya main golf, Pa!"

Teringat ia kalimat Taehyung tepat di hari pertunangan keduanya. Kala itu, ditemani angin yang bersahutan—

"Kak Tae jago main golf nggak? Gue lagi tanya, loh."

"Nggak terlalu."—tersenyum Jennie ketika memori itu terputar begitu saja di kepala.

"Serius?" tanya sang kepala keluarga. Jennie menerjap, menoleh dengan belah bibir yang terbuka.

"Iy—"

"Rabu depan Papa ada libur dan memang niat mau main golf kayak biasa. Ajak tunanganmu itu, ya? Minta dia ikut."

Ah, tidak.

Jennie jelas salah langkah.

Ia menyesal.

Bagaimana bisa ia meminta bila hadirnya bahkan terus dianggap tiada?

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang