12

3.8K 524 15
                                    

PERSIAPAN pindah rumah sudah di mulai. Jojo, Evan, dan mba Nadya sudah membantu mengepak barang dari pukul dua belas siang. Dan mereka baru selesai mengepak pukul lima sore. Mba Nadya tak diijinkan membantu mengangkat barang. Mas Evan yang kebetulan baru pulang dari bandara dan Hiro yang baru saja datang dari kantornya yang membantu Jojo mengangkut barang ke pick up yang parkir di luar apartemen. Pihak apartemen juga mengirim seorang pegawai untuk membantu.

"Oke, angkut barang selesai," Mas Evan membantu mengencangkan tali penyangga di atas pick up agar barang-barang tak rawan jatuh. Ia lalu mengambil langkah mundur sambil menengadah menatap barang-barang di atas pick up. Mba Nadya mengelus punggung mas Evan bangga.

"Oh ya, gimana tentang rekaman CCTV? Udah kalian lihat?" Mas Evan nyeletuk.

Jojo mengangguk. "Sudah, Mas," kata Jojo, "Nggak banyak yang bisa kita dapat. Ada orang pakai jaket hitam, bertopi, pakai masker juga, masuk ke apartemen gue. Nggak tahu apa yang dia pakai buat masuk ke apart gue soalnya dia ngebelakangi CCTV. Cuman itu," Jojo menerangkan seolah-olah itu hal biasa.

Ketika kali pertama menonton video CCTV, Jojo langsung tahu siapa orangnya. Dari tinggi tubuh, sepatu yang dikenakan, dan celana ketat, Gio terlalu bodoh untuk jadi agen penyamaran. Jojo tak perlu lagi melihat rekaman, tapi ia harus mengulang sebanyak nyaris seratus kali untuk menemani Hiro yang dengan serius memutar video saat itu. Karena kalau Jojo melenggang pergi setelah hanya menonton sekali, orang secerdas Hiro bisa curiga.

"Gue harap polisi segera tangkap pelakunya," ungkap mas Evan. "Terus, lo udah ketemu manajer dan pemilik apartemen belum? Apa mereka bilang?" tanyanya.

Jojo berusaha tersenyum manis untuk menghibur mas Evan yang khawatir, tapi yang sebenarnya mas Evan lihat hanya senyum getir. "Mereka minta maaf dan nyuruh gue pilih apartemen baru di kamar available manapun yang ada di gedung ini, cuman gue tolak. Mereka juga sudah lapor ke polisi, entah sudah diselidiki atau belum," kata Jojo menjelaskan.

Untuk menghangatkan situasi dingin itu Jojo kembali berceloteh, "Tapi, bodo amatlah ya, kalau gue pindah ke kamar di lantai seratus pun juga gue tetap ngerasa nggak aman. Mending gue cao dari sini." Dan kalaupun pihak apartemen bekerjasama dengan polisi untuk mencari si pelaku, Jojo hampir berani jamin, butuh waktu lama untuk bisa menyelesaikan sampai akhirnya kasus itu pun ditutup. Karena selain suap-menyuap, jejaring Gio cukup luas dan penuh dengan politik yang Jojo tak mau ikut campur di dalamnya.

Teringat sesuatu, Jojo mendekati mba Nadya, berbisik, "Ohya, Mba, gue kan udah mau pindah rumah—"

"Ya, gue tahu. Tiket gala-nya kan udah gue kirim ke lo. Makasih ke Heri, temannya Evan kalau lo masih ingat. Pacarnya dia temannya si produser film. Kita jadi bisa punya undangan tiketnya, gratis," Mba Nadya menerangkan, tahu apa yang Jojo inginkan.

Mendengar itu, Jojo mengangguk mantap.

"Jadi, apa kita bisa langsung cabut ke rumah Jojo?" Evan menunjuk ke basement.

Jojo yang berdiri di sisi lain pick up spontan mendekati mas Evan sambil antusias menggelengkan kepala, "Nggak usah, Mas, jangan terlalu repot-repot bantuin gue. Kalian pasti juga punya urusan masing-masing. Jadi mending kalian pergi. Biar gue yang handle dari sini."

Setelah mendengar penjelasan Jojo, mba Nadya beralih melirik suaminya, "Begitu katanya," ujar mba Nadya.

"Well, gue sama Nadya fine-fine aja kalau memang lo butuh bantuan buat turunin barang di rumah lo," Evan menyahut dengan santai. "Gimana? Kita bantuin ya?" tawar mas Evan.

Namun Jojo masih juga menggeleng. "Nggak usah, gue tetap bisa urus semuanya sendiri," jawab Jojo bersikeras. Melihat mas Evan, mba Nadya, dan Hiro yang menatapnya curiga, Jojo pun melanjutkan untuk mengalihkan, "Dan terimakasih untuk semua bantuan kalian, guys. Tanpa lo semua gue sudah pingsan entah pas gue lagi naruh barang apa di pick up."

JOJOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang