3

6.3K 780 9
                                    


PESAWAT datang dan pergi di bandara Ngurah Rai. Pengumuman keberangkatan terus berkumandang. Ruang tunggu bandara tidak terlalu ramai. Pemandangan siluet pesawat dengan kilau matahari di balik senja peron pesawat nampak berbeda di bandara ini.

Jojo menatap jauh ke ujung sana, menembus keluar kaca di ruang tunggu bandara.

Apa yang ada dipikiran Jojo? Mba Nadya tidak tahu. Apa yang harus ia katakan agar Jojo tersadar dari lamunannya? Jangan tanya, mba Nadya juga tak tahu. Coba-coba, mba Nadya menyodorkan air putih tepat di depan wajah Jojo. "Air?" tawarnya.

Upayanya berhasil, Jojo menoleh ke arah tangan itu dan menemukan senyum semringah mba Nadya menyodorkan botol minum. Malangnya, senyuman itu tak dibalas Jojo. Wanita itu tak mengatakan apa-apa. Hanya menerima botol minum dari mba Nadya dan meminumnya sampai habis.

Sudah lebih dari seminggu perlakukan Jojo dingin terhadap mba Nadya. Sejak hari itu, hari mba Nadya memperkenalkan Jojo pada Hiro, si pengacara, Jojo tidak pernah menunjukkan rona hangat dan senyuman. Walau Jojo terkenal model muka datar alias pelit senyum, Jojo tetap mudah tersenyum kalau bersama orang yang menurutnya dekat. Percakapan mba Nadya dengan Jojo seminggu penuh ini cuman seperlunya terkait pekerjaan; menanyakan jadwal besok, meminta tolong mengambilkan air, menyalakan AC...

Kegiatan mereka di Bali selama tiga hari dua malam sangat menuntut keprofesionalan. Mba Nadya tambah punya alasan untuk tidak mengungkit masalah si troublemaker itu. Walau mereka disuguhi pemandangan Bali yang unik dan jalan tol yang menawan sekalipun, Jojo sama sekali tidak pernah terlihat santai dan bahagia.

Seringkali ketika mereka hanya berduaan Jojo lebih memilih memejamkan mata agar bisa cepat-cepat tidur atau supaya bisa menghindari mba Nadya.

Mengingat betapa sedikitnya waktu mengobrol empat mata dengan Jojo, mba Nadya khawatir hubungannya dengan Jojo tak bisa seakur dulu. Kecuali mba Nadya memulai pencegahan. Ya, keputusannya bulat. Mba Nadya akan memulai pergerakannya malam ini.

Dengan membara mba Nadya beranjak. "Gue ke toilet dulu," ia ijin pada Jojo.

Mba Nadya membuka HP dengan sidik jarinya, mencari nama di kontak, kemudian menempelkan HP ke telinga sampai terdengar nada sambung.

Saat berakhir pada suara yang ia kenal, Mba Nadya menyapa, "Halo, Ro? Lo bisa bawain gue kue tart nggak?"

* * * *

"Jadi," Jojo bingung. "Nggak pakai taksi?" tanyanya, melepas tangan dari katik koper.

"Nope," Mba Nadya ikut-ikutan menoleh. Bedanya, Mba Nadya agresif sekali. Ia menengok kesana kemari di pinggir jalan area penjemputan penumpang. Jojo baru akan bertanya ketika mba Nadya tiba-tiba berseru girang, "Itu dia!"

Jojo menyipit ke kejauhan. Mobil Range Rover Velar warna silver metalik berjalan pelan melewati taksi dan mobil-mobil lain.

Mobil tersebut berhenti di depan Jojo dan mba Nadya. Manajernya itu nampak bahagia dengan kedatangan mobil itu. Beberapa detik berlalu namun tak ada seorangpun turun dari sana. Kaca mobil itu ribben, Jojo jadi sulit melihat ke dalam.

Gerak-gerik mba Nadya dan mobil di depannya yang mencurigakan mengundang rasa ingin tahu Jojo. Maju selangkah, Jojo diam-diam melongo ke dalam mobil, berusaha menerawang. Tepat saat itulah jendela mobil turun.

DOR! Bunyi keras popper memekak telinga. Di sebelahnya, Mba Nadya meniup terompet plastik entah dapat darimana. "Happy birthday, Jojo!" Seru mba Nadya.

Jojo terpana, lantas merunduk melihat sosok di dalam mobil yang baru saja meledakkan popper padanya.

"Lo?" Jojo mengernyit. Ia melihat Hiro tersenyum sopan.

JOJOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang