9

3.8K 553 19
                                    


JOJO mengambil langkah cepat. Meskipun sudah akan tutup, mal tidak sepi juga. Ia memesan taksi online lewat aplikasi. Pesan dari nomor tak dikenal terus menyepamnya. Ia tak berniat membaca pesan-pesan itu, namun jarinya salah memencet notifikasi yang muncul dari layar atas HP dan ia terpaksa membaca.

Gue lihat lo. Ketemuan di lobi aja.

Jojo bergidik ngeri. Lobi? Jojo langsung memutar balik, tak jadi menuju lobi.

Jojo membatalkan pesanan diaplikasinya dan memesan dengan titik penjemputan baru. Sambil berjalan ia terus menatap dan mengetuk HP-nya.

Tiba-tiba lengan Jojo dicekal. Ia mengangkat wajah dan menemukan pria di balik kacamata hitam dan masker memaksa Jojo untuk mengikutinya.

"Gio, lepasin," Jojo mendesis, tahu itu si kampret Gio. Dari caranya memegang lengannya dengan kasar dan dari sorot mata tajam itu, Jojo sangat yakin itu memang mantan pacarnya yang suka mengancam.

Jojo ingin sekali mendorong cowok ini ke lantai. Tapi ini Gio Saputra, sekali semua orang tahu Gio Saputra menggandeng lengan Jojo, mereka akan semakin penasaran lalu mencari tahu tentang hubungan mereka.

"Gue bilang lepasin," Jojo berusaha membebaskan diri. Tapi tangan Gio berubah melingkar melilit pundaknya, senatural mungkin berlagak seperti sepasang kekasih. Itu membuat Jojo semakin jijik dan semakin melawan.

Gio membawanya ke lorong kecil jalur evakuasi. Orang-orang bisa melihat mereka kalau menoleh kemari. Melepaskan diri, Jojo cepat ambil jarak dan akhirnya bernapas.

"Kita nggak usah basa-basi, mana kartunya?" Gio menjulurkan tangan sambil membuka kacamata dan masker mulutnya.

Jojo menatap telapak tangan Gio sekilas. "Gue nggak bawa," elaknya.

Gio menyipitkan mata. "Jangan bilang lo udah hapus..." kata cowok itu. Jojo diam. Ia risi berbicara dengan Gio. Pria itu selangkah mendekat. Jojo menahan napas. "Bukannya gue udah bilang kalau lo hapus gue bakal—"

"Gue nggak hapus," Jojo menukas sinis.

Gio sekali lagi menjulurkan tangan pada Jojo. "Terus mana kartunya?" tanyannya. Melihat Jojo masih diam, Gio melotot. "Lo bawa kartunya kan?" bentak laki-laki itu.

Tubuh Jojo bergetar. Jantungnya bergerak sangat cepat. Ia takut Gio menempelengnya, atau memukulnya, atau kekerasan lainnya seperti yang pernah cowok itu lakukan padanya. Jojo mengalihkan wajahnya dari Gio dan berusaha menjawab cepat, "Gue nggak akan bawa kartu itu keliling. Lo kira gue nggak waras kayak lo?"

Jojo tahu adegan ini sudah semakin mirip adegan di sinetron-sinetron, tepatnya scene pem-bully-an. Bedanya, ketika ia hanya menonton dari televisi, Jojo bisa tertawa, namun saat ini... saat terjadi padanya.... Ini bukan seperti film, ini seperti operasi jantung yang gagal karena semua generator rumah sakit mati, atau seperti ada Pannywise yang sembunyi di apartemennya. Ini menegangkan.

"Lo kira gue nggak tahu posisi lo?" Gio menatap Jojo tajam. "Gue tahu lo nggak akan bisa pakai kartu itu buat ngancem gue, karena kalau lo sampai kasi ke kantor polisi, yang ada lo ikut mati bareng gue, bersama cover majalah dan pekerjaan lo yang lo cinta mati itu," Kata-kata Gio menelan Jojo. "Dan kalau lo hapus itu, gue masih punya salinannya. Gue nggak sebodoh itu."

Jojo tak berdaya. Ia benci mengakui kehidupannya ada di tangan manusia iblis ini.

"Gue sudah kasih lo ultimatum sebelumnya, kalau sampai lo nggak kasih gue kabar dan kontak gue, gue yang akan kontak lo, dan kalau setelah gue kontak lo masih juga nggak balas, gue bakal lakuin segala macam upaya yang gue bisa untuk dapat kartu itu balik," Gio memperingati.

JOJOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang