10

4K 549 10
                                    


"BUKAN, saya bukan mau bicara sama Bapak, saya mau bicara sama pengelolanya langsung," Jojo menegaskan di depan resepsionis. Ia sudah menjelaskannya berulang kali.

Para satpam berseragam mengitarinya dan memandanginya, seakan-akan Jojo adalah pasien kelainan jiwa yang tersesat dan butuh pemantauan ekstra.

"Maaf, Bu, tapi kami hanya bisa memberi ijin apabila ada janji. Saat ini juga sudah larut malam, mohon buat janji di jam kerja, Bu," kata si mba-mba yang tiba-tiba berdiri menjulang di samping mas-mas yang Jojo keluhi. Tapi itu sama sekali tak menghibur, itu hanya menyiram api dengan minyak.

"Apartemen saya dimasuki orang, saya mau complain langsung di depan wajah pemiliknya. Ini properti elit kan? Kenapa penjagaannya nggak seelit penawarannya?" Jojo menyorot mba-mba yang terlihat mangkel.

Jojo sadar ia mengundang perhatian banyak orang. Berdiri di depan resepsionis dengan para pegawai berkumpul membentuk formasi, berteriak-teriak seperti menyatakan perang, dikelilingi satpam yang lucunya sama takutnya dengan si pegawai, Jojo tinggal menunggu seseorang memanggil polisi sebelum ia nekat mendirikan tenda perang di sini.

"Maaf, Bu, kami akan segera mencari tahu kerusakan yang Ibu alami sesegera mungkin. Mohon menunggu informasi dari kami," Begitu saja si mas-mas berkata, seolah itu akan mengakhiri segala komplain Jojo.

Jojo mendengus tidak percaya, berkacak pinggang. Ia berdiri di sini, nyaris setengah jam hanya mengenakan sweater dan celana pendek, dan hasilnya cuman omong kosong.

"Kalau begitu saya mau buat janji temu. Cari surat kepemilikan properti saya di sini, di sana ada nama dan nomor telepon saya," Jojo tahu ia tak bisa meminta pegawai front office untuk mencarikannya form kepemilikannya. Jojo hanya ingin memancing mereka. Apa mereka benar-benar bisa menghubungkannya dengan pemilik apartemen.

Pegawai-pegawai itu saling pandang, kebingungan, harus mereka apakan pelanggan Angry Bird versi betina ini. "Kami hanya bisa memberi kontak manajer kami. Apa itu cukup, Bu?" tanya si mas-mas.

Jojo dalam hati setuju. Tapi kenapa ia tak mau terlihat terlalu gampang setuju? Mungkin karena dua pegawai paling belakang itu berbisik-bisik sambil menatapnya tak suka. Tapi oh.... Jojo bersumpah ia baru saja mendengar dua mba-mba itu menyebutnya mirip Squidward karena terlalu pemarah.

Jojo merasa cukup. Bukan karena marah diejek Squidward, tapi karena rupanya pegawai-pegawai itu menganggap komplainnya sebagai lelucon. Ia berbalik ke belakang ketika kepalanya membentur sesuatu. Mengira dirinya mungkin tak segaja menabrak salah seorang satpam, Jojo mundur ke belakang. Dan saat ia baru bisa mengingat aroma parfum yang ia cium dan melihat jas di depannya, Jojo menengadah. Ia melihat Hiro.

"Hai," Hiro menyapa kalem. "Apa kata mereka? Mereka mau kasih jaminan?" Hiro bertanya sembari bergantian melihat pegawai resepsionis dan Jojo. Pria itu bertanya seakan tahu apa yang terjadi. Yang bisa Jojo pikirkan cuman satu nama; mba Nadya. Atau mungkin mas Evan. Suami-istri itu pasti membeberkan dan meminta Hiro datang ke sini.

Jojo sebenarnya tak mau Hiro ikut campur lagi dengan urusannya. Tapi karena laki-laki ini sudah di sini, melihatnya di kerumuni begini, rasanya ketahuan sekali bohongnya kalau ia bilang tidak ada apa-apa. "Mereka mau kasih gue kontak manajernya waktu gue dengar ada yang ngejek gue Squidward, jadi gue mending pergi aja," ungkap Jojo malas.

Jawaban Jojo membuat Hiro mengerutkan kening. "Ngejek apa?" tanya Hiro balik, mengira Jojo sembarang bicara. "Maksud gue, apa mereka nggak kasih lo lihat rekaman CCTV di lantai apartemen lo?"

Mata Jojo melebar. Ia tidak kepikiran sampai ke sana. Ia terlalu fokus dengan ide meceramahi semua pegawai dan satpam dan pemilik apartemen untuk meminta pertanggung jawaban karena melalaikan tanggung jawabnya terhadap keamanan apartemen.

JOJOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang