"Mari berteman."
Can membaca pesan itu untuk kesekian kali yang dikirimkan Tin pagi ini. Betapa senangnya Can menerima kabar dari Tin setelah pertemuan tidak menyenangkan beberapa minggu yang lalu.
Sejak Can memutuskan untuk menjalin pertemanan dengan Tin, ia kelhilangan lelaki itu selama lebih dari dua minggu. Can tidak mengerti mengapa ada manusia yang menolak untuk diajak berteman? Bukankah itu adalah hal yang menyenangkan? Can tidak pernah merasa dirugikan menjalin hubungan itu. P'No, Good, Ae, bahkan Pete, sahabat barunya, mereka bahagia bersama Can.
Mengapa Tin menolaknya?
Tin mengatakan bahwa lelaki itu menginginkan Can menjadi kekasihnya. Can lelaki. Lebih dari itu, Can bahkan tidak mengerti apa itu kekasih. Bila kekasih adalah terus mentraktirmu makanan, P'No telah melaksanakan tanggungjawab itu dengan nyaris sempurna. Jika menjadi kekasih adalah selalu menemanimu ke mana-mana, Can hanya ingin ada di; lapangan sepak bola, pusat permainan, dalam kamar, kantin sekolah, dan pusat jajanan. Semua itu bisa dilakukan bahkan dengan Lemon.
Lalu apa bedanya kekasih dan teman?
Selama Tin hilang dari hidup Can, ada sebagian dari dalam diri lelaki kecil itu yabg terasa begitu tidak menyenangkan. Ia sendiri tidak tahu apa itu. Tin telah menemani hari-harinya ketika teman lain sibuk dengan urusannya masing-masing. Entah bagaimana caranya, pemuda kaya raya dan sombong itu selalu meluangkan waktu untuk Can bahkan ketika Can bosan menghadapi dua wanita terganas dalam hidupnya. Seperti kemarin, meski Ae dan Pete terang-terangan ada di hadapannya dan P'No bersama Pond di sampingnya di kantin fakuktas Sains, Can merasa tidak senang. Hatinya gundah. Tin masih hilang padahal Pete bilang hari ini ada kuis dan Tin akan selalu hadir bila itu menyangkut kuliah. Lalu, mengapa Tin bahkan tidak ikut bersama Pete ke kantin fakultas Can seperti biasanya?
Can telah mengirimi banyak pesan untuk Tin. Tidak satupun dibaca. Can sedih. Ia sudah berusaha untuk jadi teman yang baik untuk Tin.
Meski Can sangat bodoh, ia lantas tidak memperhatikan hal-hal kecil. Ketika Can main di rumah mewah itu, tidak banyak foto Tin di sana. Bahkan Can kesulitan menemukan potret kecil Tin. Ia hanya melihat lebih banyak foto seorang lelaki blasteran sambil memegang banyak penghargaan. Can tidak luput melihat bagaimana Tin tidak pernah menatap secara langsung ibu, ayah, ataupun kakaknya saat tidak sengaja Can bertemu salah satu dari mereka.
Tin adalah anak yang sendirian dan kesepian. Can ingin menolongnya. Can ingin menemaninya.
Tapi mengapa Tin menolaknya?
Pagi ini, ketika hujan memaksa Can harus tinggal di rumah padahal ia selalu menghabiskan Sabtu paginya ke pasar tradisional dan membeli makanan sebanyak mungkin, Tin mengiriminya pesan, menyetujui ajakannya untuk berteman.
Can senang luar biasa. Mendadak langkahnya telah membawanya ke kamar mandi ditemani Gucci, anjing kesayangannya. Hari ini, ia ingin memandikan Gucci padahal biasanya tugas itu selalu dilakukan Lemon.
Can terlalu gembira. Begitu Tin mengirim pesan demikian, Can langsung menyerang Tin dengan banyak balasan.
"Gucci, kamu tahu Tin mengirimiku pesan hari ini!" kata Can riang. Ia sempat melantunkan lagu meski Lemon berteriak untuk memelankan suara Can yang terkesan cempreng dan mengganggu waktu istirahat Lemon yang berharga.
Can mengabaikannya. Ia terlalu bahagia.
"Tin bilang ia mau berteman denganku. Sudah kubilang kan, tidak ada yang bisa menolak pesonaku!" Can berkata lagi. Gucci hanya menatap Can, patuh pada setiap usapan tuannya sambil menjulurkan lidah.
"Setelah memandikanmu, aku berharap Tin membalas pesanku. Aku sudah mengajaknya untuk pergi main besok Minggu, dan sarapan di kantin kampus hari Senin. Pulangnya, aku menjanjikannya untuk gantian menemani ke manapun pemuda sombong itu inginkan." Can tersenyum senang sambil mengusap badan Gucci dengan handuk kering setelah selesai dibilas.
"Aku ingin kamu segera bertemu manusia favoritmu itu juga," kata Can lagi. "Kamu pasti merindukannya juga kan? Karena aku saja rindu Ti--" mulut Can langsung bungkam.
Can merindukan Tin.
Matanya menatap terkejut Gucci yang masih saja patuh pada Can. Mata Gucci terlihat begitu senang. Lidahnya yang menulur keluar, seolah ia tengah tersenyum menatap Can.
"Aku merindukan Tin."
Satu gonggongan keluar dari Gucci.
"Aku tidak pernah rindu pada Ae yang pulang ke kampung halaman. Aku juga tidak pernah rindu pada P'No yang harus ikut turnamen dengan P'Type. Tapi kenapa aku bisa rindu pada Tin?"
Gonggongan kembali menggema. Can mengusap kepala Gucci penuh sayang.
"Gucci, apa kamu rindu Tin juga? Rasanya tidak enak Tin hilang, kan?" Ekor Gucci bergerak ke kanan dan kiri. "Aku tidak ingin Tin hilang. Aku ingin Tin terus bersamaku. Aku tidak ingin lihat Tin menangis seperti saat kamu divaksin waktu itu."
Gucci bergerak, ia tidur telentang. Can paham. Anak kesayangannya itu ingin dimanja.
"Gucci, apa kamu sayang Tin?" Gucci menggonggong sekali. "Aku juga! Meski muka dan sikapnya menyebalkan, tapi Tin baik padamu. Ia juga baik padaku. Tapi kenapa Tin ingin aku jadi kekasihnya?" Gucci menikmati usapan Can. "Apa itu kekasih? Argh! Aku benci berpikir!"
Gucci bangun, mendekatkan tubuhnya pada Can. "Tapi saat Tin hilang, kenapa rasanya tidak enak?!" Can mengomel sendirian. "Kamu pernah begitu, Gucci?"
"Aku tidak ingin Tin menangis lalu pergi lagi."
Gucci menggonggong sekali.
"Kamu benar, Gucci! Kita harus menjaga Tin bersama-sama selamanya! Ai! Gucci, kamu memang anjing kesayanganku!" Can memeluk Gucci erat. Gucci sendiri menikmati pelukan tuannya.
TAMAT.
Catatan Penulis:
Asumsi bisa jadi senjata mematikan untuk diri sendiri maupun orang lain.I learnt about how to deal with assumption.
See you when you see me,
K.
YOU ARE READING
SAUDADE
Romance[Kumpulan MeanPlan/2wish OneShoot; AU/Reality] SAUDADE; (n.) a feeling of longing, melancholy, or nostalgia. a feeling of missing something or someone. It is used to tell about something that you used to have (and liked) but don't have anymore. ...