Saudade 18: Jangan Tinggalkan Tin

712 69 10
                                    

"Ma-maafkan aku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Ma-maafkan aku."

Can melihat Tin dengan tatap kejut. Ia tidak pernah mendengar seorang Tin berucap kata maaf. Ini rekor paling baru bagi seorang Tin Medthanan yang bermulut pedas. Sejak Tin menerimanya sebagai teman, Tin terlihat begitu pendiam. Tapi ia selalu melakukan apa yang Can pinta. Can senang, tapi itu terlihat sangat mengganggu. Tin yang pendiam dan penurut, bukan favorit Can sama sekali!

Can bahkan melakukan uji coba, ia menyuruh Tin untuk beli ini dan itu, tanpa berucap Tin langsung beranjak dan kembali membawa pesanan sesuai dengan yang Can inginkan.

Karena itu, Can marah. Ia mengatai Tin untuk sesekali menolak keinginan Can, marah bila perlu. Can ingin berteman dengan Tin, bukan menjadikan Tin budak dan sumber uang!

Mengingatnya saja membuat Can makin marah.

"Jangan mau kusuruh-suruh!" Can lagi-lagi mengungkapkan kekesalannya.

Tin hanya menatapnya, dengan perasaan terluka yang tergambar jelas pada raut wajahnya. Tin semakin diam. Can jadi semakin merasa bersalah. Sialan, bocah sombong ini benar-benar berubah!

"Kamu itu temanku, bukan budakku! Ai' Tin, jangan diam saja, marahi aku balik seperti biasanya!"

Tin menunduk. Ia menggeleng.

"Argh! Kupikir saat kamu bersedia jadi temanku, kita akan bersenang-senang. Tapi kamu malah jadi makin menyebalkan. Aku tidak menyukainya!" racau Can.

Tin langsung mendongak. Tatapan khawatir tercetak. Can yang menyaksikannya langaung kembali diserang perasaan bersalah mendadak. Tapi Can harus memberi Tin pelajaran. Lelaki sombong itu akan berpikir kalau Can memanfaatkannya saja.

"Aku mau pulang. Aku tidak ingin teman yang patuh saja seperti ini."

"Ma-maafkan aku," Tin berucap. Suaranya bergetar. "Jangan pergi."

Ada yang tidak beres dengan Tin. Can meraih tubuh Tin yang mulai bergetar hebat. Ada apa selama Tin menghilang? Mengapa Tin yang kasar, Tin yang luar biasa brengsek dengan mulut tajamnya juga ikut hilang? Can rindu Tin yang dulu. Tin bermulut tajam. Tin yang punya prinsip meski ia punya keluarga yang brengsek. Tin orang yang baik, lingkungannya saja yang brengsek.

"Hei, Tin," kata Can lirih. Ia memeluk pria besar itu sambil mengelus punggungnya. "Aku di sini. Hei, kamu kenapa?"

"Jangan pergi," ucap Tin terus berulang. Memori merpati yang mati itu kembali mengusik pikirannya.

Can akan meninggalkannya juga meski Tin berusaha agar Can tetap tinggal. Can benci dirinya. Apa yang harus Tin lakukan? Ia sudah mencoba jadi orang penurut dan baik. Bukankah orang-orang menyukai sifat yang seperti itu? Tin tidak mengerti dan Can tetap saja memilih pergi meski Tin sudah menerima ajakan pertemanannya.

Apaka Tin memang tidak layak mendapatkan balasan?

"Jangan pergi."

Isakan tangis itu akhirnya pecah.

"Aku tidak kemana-mana, Ai' Tin! Aku sudah janji pada Gucci untuk bersama denganmu selamanya!"

Isakan Tin berhenti. Ia menatap Can. "Gu-Gucci?" Mata Tin yang basah menatap Can tak mengerti.

Can tidak mengerti mengapa Tin masih menangis padahal Can sudah menjadi temannya. Can tidak suka melihat Tin sedih, apalagi ketika ia bersama Can. Apakah Can jahat? Can hanya tidak ingin Tin jadi terlalu patuh. Can hanya ingin Tin yang baik dan peduli, Tin yang masih bermulut tajam.

Jemari Can mengusap airmata Tin yang masih terus mengalir. Can ingin menanyakan apa yang terjadi pada Tin selama ia tidak membalas pesan Can. Can sudah berjanji untuk terus mengucapkan selamat pagi dan selamat malam untuk Tin tapi pesannya tak pernah dibaca.

Apakah kakak sialannya itu menyakiti Tin? Kemarahan Can terus naik. Can sudah membayangkan berbagai macam pukulan yang akan dilayangkan secara khusus untuk kakak Tin.

"Iya, Gucci, makhluk favoritmu. Ia  ingin menemuimu juga. Katanya, ia rindu. Sama sepertiku--ops!" Can langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Wajahnya memerah hingga sampai ke telinga.

Perasaan Tin menghangat ketika ada orang yang merindukan ketiadaannya. Tin langsung memeluk Can. Ia teramat menyayangi lelaki mungil ini. Ia juga rindu Gucci, anjing kesayangannya milik kesayangannya juga. Aroma Can begitu menenangkan. Can tidak berontak, Tin makin menyukainya.

"Apa aku tidak bisa jadi kekasihmu?" Tin masih berharap.

Bersambung.

Catatan Penulis:

Saya sedang rindu TinCan. Apalagi bau LBC2 semakin menguat. Ini alternatif cerita setelah adegan Tin yang desperate di kamar mandi.

Tapi dari sini Can belajar bahwa:

Absence makes a heart grow fonder.

See you when you see me,
K.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 08, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SAUDADEWhere stories live. Discover now