Twelve

526 51 2
                                    

TING NUNG!

Eun Ha mendengar bel rumahnya berbunyi dari posisi berbaring malasnya di atas sofa ruang tamu. Ia mengalihkan pandangannya dari ponselnya dan menebak siapa yang menekan bel rumahnya hari ini. Ia tidak mengingat telah mengundang orang lain sebelumnya. Suara bel itu beradu dengan siaran berita televisi dihadapannya. Ia sengaja menyalakan televisi tanpa menggubrisnya hanya untuk menghilangkan keheningan di rumahnya. Suara bel terdengar kembali dengan jeda sekian detik. Ia menurunkan kedua kakinya dan berjalan menuju pintu rumahnya. "Iya, sebentar!" Ucapnya sambil berjalan dengan ponsel di tangan kanannya. Kaus putih longgarnya berkibar ketika ia bergerak dan menampilkan celana jeans setengah pahanya yang ketat. Ia membuka pengaman pintunya dan menatap sosok yang ada di baliknya.

"Selamat sore, maaf telah menerobos masuk pagarmu, nona Jang." Sapa Hoseok dengan pakaian kasualnya.

Eun Ha terdiam dengan pandangan menatap Hoseok dari atas sampai bawah. Ini adalah pertama kalinya ia melihat pria itu dengan pakaian kasual; dengan baju lengan panjang berwarna putih dengan garis hitam di setiap kelimannya dan celana denim berwarna abu-abu tua. Oh, dia mengenakan sandal jepit biasa. "Oh, sandal jepit jadi tampak mahal di kakimu, Ajussi.." gumamnya pelan lalu melihat kuku kaki Hoseok yang cukup terawat.

"Apa kau mengatakan sesuatu, Eun Ha?" Tanya Hoseok menyadarkan Eun Ha dari lamunannya.

Eun Ha tersadar dan kembali menatap wajah pria itu. Ia menangkap barang yang dibawa di tangan kanan Hoseok. "Oh, Ajussi salah dengar. Omong-omong, apakah Ajussi ada keperluan dengan saya?"

Hoseok menurunkan pandangannya ke arah kue beras yang ia bawa di tangannya. "Sebuah pemberian untuk pindah rumah," ucapnya sambil menyodorkan kue beras yang diwadahi dengan bekal Tupperware miliknya. "Kau bisa mengembalikan wadahnya kapan-kapan."

"Kue beras?" Tanya Eun Ha menebak apa yang ada di dalam wadah berwarna ungu tua itu. Hoseok mengangguk. "Tunggu sebentar, aku akan ambil kue berasnya dahulu." Eun Ha mengambil pemberian itu dan masuk ke dapurnya. Ia meletakkan kue itu ke atas piring dan mencuci wadah bekal itu.

"Padahal kau tidak perlu sampai mencucinya," ucap Hoseok ketika menerima bekalnya yang menguarkan wangi buah jeruk.

"Hanya sebagai bentuk kesopanan dan rasa terima kasih, Ajussi. Terima kasih atas kuenya." Eun Ha mengukir senyum ramah di bibir ranumnya.

Hoseok mengangguk. "Terima kasih kembali."

"Oh, malam ini Ajussi makan sendirian di rumah?" Tanya Eun Ha sambil mengingat pancinya penuh akan kare ayam. Ia lupa bahwa ia kembali tinggal sendiri di rumah seperti dulu.

"Iya. Untuk menghemat pengeluaran bulan ini, aku memilih untuk memakan mi instan di rumah. Biasanya restoran rumahan cukup menguras dompetku." Ucap Hoseok sambil menghitung pengeluarannya.

Kedua alis Eun Ha bertautan. "Ajussi tahu bahwa itu tidak menyehatkan, kan?" Hoseok mengangguk ringan. Eun Ha menahan dahinya dan menghela napas panjang. Mungkin rekeningnya lebih banyak karena ia jarang menggunakannya. "Bagaimana jika kita makan bersama?" Ajaknya.

Kedua mata Hoseok terbuka lebar, ia terkejut mendengar ajakan itu. "Sepertinya tidak usah. Aku mengajak temanku untuk makan malam hari ini."

"Tapi dengan mi instan. Itu tidak baik, bahkan anak umur 5 tahun pun tahu itu. Aku memiliki sepanci kare ayam di dapur. Sangat sayang untuk dibuang, kan, Ajussi?" Eun Ha menaikkan sebelah alisnya. Ia ingin membuat Hoseok tergoda dengan kare ayam dibanding dengan mi instan yang tidak sehat.

Hoseok menyentuh perutnya. Begitu disayangkan jika ia menolak ajakan itu. "tapi, aku-"

"Jika Ajussi tidak mau, tidak apa-apa-" Eun Ha menutup pintunya. Namun sebuah tangan menahannya.

Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang