Twenty Two

651 22 2
                                    

Seulgi telah melewatkan jam makan siangnya untuk menghadiri rapat pembukaan gedung yang rekannya jalankan untuk berbagi strategi mereka dalam mengembangkannya. Relasi bisnis sangatlah diperlukan untuk mencapai yang tertinggi dari yang tertinggi. Jika bisnis yang rekannya jalankan berhasil berkembang, nama baik perusahaannya akan tercantum dalam sejarah pengembangan gedung pemasaran perabotan rumah tersebut.

Meski telah melewatkan jam makan siangnya, ia tidak berniat untuk merelakannya begitu saja.

Di saat ia mendapat istirahat sebelum ia memulai pekerjaannya yang ada di kantor, ia sengaja menyuruh sopir pribadinya untuk berhenti di kafe terdekat dari gedung pembukaan tersebut untuk mendapatkan makan siang disana. "Kau tunggu disini. Biar aku saja yang turun."

Sopir pria berkepala lima itu tampak tidak enak. Ia mengetahui kabar terkini dari kesehatan majikannya. Ia tidak bisa tinggal diam di dalam mobil selagi majikannya keluar sendiri untuk membeli makan. "Tapi, Nyonya, biarkan saya yang keluar sebagai ganti Nyonya." Suaranya rendah tanpa nada paksa. Dia benar-benar meminta dengan hati-hati dan penuh santun kepada majikan yang telah ia layani selama 25 tahun ini.

Seulgi mendecak lidahnya. "Tunggu disini saja seperti apa kataku. Aku tidak akan lama. Hanya keluar, membeli makan dan minum, memakan dan meminumnya disana, dan kembali." Seulgi mengemasi dompet yang akan ia bawa.

Jinsuk, sang sopir, ingin mengajukan dirinya sekali lagi. Namun begitu melihat raut wajah lelah majikannya itu, ia mengurungkan niatnya. "Jangan lupa untuk meminum obat anda, Nyonya."

"Ya, tentu." Seulgi hendak meraih pintu mobil untuk membukanya, tapi bunyi dering teleponnya berdering dari dalam dompet kulit ular bercorak hijau lumut dan kuning itu.

Seulgi segera membuka dompetnya untuk mengangkat panggilan masuk tersebut. "Ini Kim Seulgi. Ada apa, Hyeon-ssi?" Tanya Seulgi segera setelah tahu siapa yang ia ajak bicara melalui layar ponselnya.

"TUAN MUDA MENGHILANG."

Seulgi mengerutkan kedua alisnya. Nafsu makannya hampir menghilang karena kabar yang ia dengar. "Apa yang kau maksud dengan menghilang? Pergi kemana dia?"

"SAYA KURANG TAHU, NYONYA. SETELAH SAYA MENGECEK KANTORNYA SIANG INI, TUAN MUDA KIM SUDAH TIDAK ADA DI TEMPATNYA. MOHON MAAF ATAS KECEROBOHAN SAYA, NYONYA."

Seulgi melirik ke kanan. Ada secuil perasaan khawatir dalam dirinya yang tidak sempat tersampaikan kepada siapa pun. "Apakah dia pernah mengatakan apa pun tentang tempat yang ingin ia tuju?"

"TUAN MUDA SEMPAT MENANYAKAN TENTANG TOKO BONEKA SEMBARI BERTANYA TENTANG JADWAL KERJANYA."

"Toko boneka? Kenapa dia menanyakan hal itu?"

"SAYA JUGA KURANG MENGERTI, NYONYA. SETELAH SAYA MENJAWABNYA, DIA SEGERA MENGERJAKAN SELURUH PEKERJAANNYA UNTUK HARI INI."

"Tak bersisa?"

"TAK BERSISA, NYONYA." Jeda Hyeon sejenak. "APAKAH PERLU SAYA CARI DIMANA LOKASI TUAN BERADA SEKARANG?"

Seulgi menggelengkan kepalanya dan sadar bahwa sekretarisnya tidak akan mengetahui gelengannya. "Tidak usah, Hyeon-ssi. Kau lanjutkan saja pekerjaanmu. Mungkin selama ini aku kurang memberinya waktu luang. Mungkin dia sedang berada di toko boneka untuk..." Perlahan, kedua mata Seulgi melebar seiring pemikirannya menemukan satu jawaban pasti mengapa Taehyung pergi ke toko tersebut.

Seulgi segera mematikan panggilan ponsel tersebut secara sepihak dan mengambil koper kerjanya yang ada di sebelahnya. Ia memilah-milah lembaran-lembaran kertas dan map-map dokumennya untuk menemukan dua lembar kertas yang dijadikan satu dengan klip kertas. Seulgi membaca apa yang terketik dalam dokumen itu dengan hati-hati, namun cepat. Hingga matanya menatap tepat pada informasi tempat tanggal lahir seseorang disana.

Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang