Bab 16 - Hari Bahagia?

63.7K 3.9K 104
                                    

Hari Sabtu ini begitu membahagiakan untuk Aulia. Ia berhasil lulus lebih cepat dari yang lainnya. 3,5 tahun. Ia bisa ikut diwisuda bersama kakak-kakak tingkatnya.

Aulia merasa menjadi wanita seutuhnya saat riasan yang cukup wow terlukis di wajahnya. Juga jarik coklat yang dipadukan dengan kebaya panjang warna biru tua hasil sewaan dengan uangnya sendiri. Aulia bangga!

"Jun, kamu jadi pendamping wisudanya Yaya, ya? Mama nyusul nanti," ujar Attha saat Aulia baru duduk di sofa ruang tamu usai didandani.

"Nanti ada makanannya, ngga?" tanya Juna.

"Ada! banyak ayam di sana," Aulia yang menjawab.

"Ayam goreng?" tanya Juna.

"Ayam kampus!"

"Astagfirullah, Aulia. Gue nggak nyangka lu bisa sekotor itu." Juna mengelus dadanya sambil melempar tatapan tak menyangka yang dibuat-buat.

"Halah, bilang aja lo seneng, kan?"

"Eh?" Juna mendelik kaget. "Diem dong, ada Mama di sini. Bahaya kalo kebongkar," canda Juna sambil melirik-lirik Attha yang kini menggelengkan kepalanya.

"Padahal nanti malem Mama ada rencana ke rumah Riska. Eh, kamunya malah gitu, Mama kan jadi berubah pikiran," Attha beranjak dari duduknya, meninggalkan Juna yang menganga tak percaya.

"Ya?" panggil Juna pelan. Aulia berdehem.

"Mama tadi bercanda, kan?" tanya Juna lagi.  Aulia sampai-sampai harus menahan tawanya saat melihat wajah Juna. Seperti wajah Aldi kemarin. DONGO.

"Nggak tau, lah. Udah ayo, berangkat!" Aulia berdiri dan menarik lengan Juna dengan sekuat tenaga. Nyawa Juna hilang setelah Attha pergi.

"Katanya mau ayam?" ujar Aulia saat tenaganya tak cukup kuat untuk menarik Juna berdiri.

Juna menatap sinis ke adiknya. Hanya perkara ayam, rencana melamar Riska jadi terancam gagal. Jangan sampai Juna menjadi Aldi yang kedua.

OoO

Juna membukakan pintu untuk Aulia keluar. Siap batin saat Aulia sudah menjelma menjadi putri sehari. Lagaknya sudah seperti penguasa empat elemen bumi.

Tanpa mengucap terima kasih atau menunggu Juna, Aulia masuk ke dalam gedung yang dipakai untuk acara wisudanya hari ini. Di dalam sudah ramai. Ada yang mengobrol, ada yang berfoto, ada juga Aldi di atas panggung.

Senyum Aldi mengembang saat Aulia masuk ke dalam gedung dengan kebayanya. Sedari tadi ia memandangi pintu supaya tahu kalau Aulia sudah datang atau belum.

Aulia saja cantik dengan kebaya seperti ini, apalagi nanti dengan kebaya putih dan melati di rambutnya, duduk di sebelah Aldi?

Aulia duduk di kursi yang sudah disediakan. Berbaur dengan kakak tingkat dan beberapa mahasiswa yang juga lulus lebih cepat.

Aldi
Cie wisuda cie...

Aldi melihat Aulia dengan senyum malu-malunya di kursinya setelah membaca pesan yang ia kirim.

Aldi
Nggak usah senyum-senyum gitu. Nggak pantes.

Senyum Aldi tambah mengembang saat Aulia dengan cepat merespon pesannya.

Aulia
Maunya kakek tua bangka ini apa, sih?

Kakek tua bangka? Aldi meringis. Ia belum setua itu. Lagipula ia ini jodoh terbaik untuk Aulia. Aamiin. Chatting dengan Aulia memang harus siap mental.

Balasan untuk Aulia sudah tertulis di otaknya. Kalo kakek dari cucu kamu, gimana? Tapi belum sempat Aldi mengirimnya ke Aulia, Jia tiba-tiba datang dengan sapaan, "Hai Pak Aldi,"

Aldi buru-buru keluar dari whatsapp saat Jia curi-curi pandang ke arah ponselnya. Aldi tersenyum pada Jia untuk membalas sapaan Jia.

Sekarang ini bukan hanya hati Jia yang menjerit kegirangan, tapi mahasiswi-mahasiswi yang juga benar-benar menjerit saat melihat senyum Aldi. Aldi tak henti-hentinya bangga diberi ketampanan dengan kadar berlebih walau ia tahu itu hanya titipan.

"Pak Aldi hebat, deh. Senyum dikit aja udah banyak yang meleleh," puji Jia sambil menepuk pundak Aldi.

"Enggak, Bu. Mereka aja yang alay,"

"Pak Aldi bisa aja," Jia tertawa. Aldi hanya tersenyum simpul lalu memfokusnya diri ke arah mana saja. Yang penting tidak ke Jia. Tidak juga ke Aulia—itu bukan pilihan yang baik, sekarang.

Walau Aldi sudah sibuk sendiri, Jia masih rutin mencuri pandang ke sebelah. Kadang dengan sengaja menyenggol Aldi lalu meminta maaf. Modus jenis apa lagi, itu?

Aulia yang melihat itu geram sendiri. Boleh tidak, melempar sepatu hak setinggi 8 sentimeter yang dipakainya ke arah Jia?

Aldi tak sengaja melihat tatapan memicing Aulia yang terus memperhatikan gerak-gerik Jia. Aldi hanya pasrah kalau nanti Aulia marah padanya karena cemburu pada Jia.

Eh? Cemburu? Aldi ingin tertawa terbahak-bahak kalau itu benar terjadi.

Ponsel Aldi bergetar berkali-kali, menandakan adanya pesan yang masuk. Ia membuka aplikasi whatssapnya, siapa tahu ada pesan penting yang masuk.

Dan, benar saja, yang masuk itu pesan-pesan penting. Ralat, pesan-pesan yang amat sangat penting. Dari Aulia, si penguasa empat elemen bumi.

Aulia
Duduknya harus banget deket Bu Jia?

Aulia
Kayaknya kursinya kedeketan, deh. Jauhin dikit.

Aulia
Itu nggak usah tebar pesona, pake senyum-senyum segala. Nggak pantes!

Aulia
Senyum kamu tu bikin berisik tau, nggak? Jadi nggak nyaman akunya.

Aulia
Tangannya Bu Jia nggak usah nempel-nempel, bisa kali.

Aulia
Ngomongin apa sama Bu Jia? Modus ya?

Aulia
Dasar buaya!

OoO

MADOS [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang