"Gimana kalo bajunya Riska sama Aulia samaan?" usul Attha.
"Nggak! Emangnya ibu-ibu PKK, apa? Pake samaan," Juna menolak tegas usul mamanya.
"Ma, kok mendadak banget, sih?" Aulia yang baru tahu rencana ini mengeluh. Ternyata, Aldi sudah tahu hal ini dari kemarin, tapi lupa memberi tahu Aulia.
Ibu, Rachel, dan ayah Aldi serta orang tua dan dua kakak dan ipar Riska sudah sampai dan mulai memilih pakaian untuk masing-masing.
"Salahin Aldi yang nggak kasih tahu kamu," balas Attha. Aulia menyipitkan mata menatap Aldi. Benar juga kata mamanya.
Aldi senyum Pepsoden kala ditatap Aulia sinis. Kompor banget si Ibu, kata Aldi dalam hati.
"Yaudah, kalian pilih aja gaunnya kalau saran Mama nggak berguna. Mama juga mau pergi nyari gaun," Attha berlalu melenggang pergi.
"Bagus yang mana, Di?" Aldi menimang kedua gaun yang ada di kedua tangan aulia.
"Kamu coba aja dulu."
"OK!" Aulia masuk ke ruang ganti bersamaan dengan Riska di bilik sebelahnya.
"Gila! Kita bakal nikah! Nggak nyangka gue," ujar Juna sambil menepuk bahu Aldi. Mereka berbincang sebentar sambil menunggu pasangan mereka masing-masing.
"WOI! Jijik tau nggak?! Yang nikah itu bukan kita!" Aldi bergidik jijik. Juna langsung mengumpati Aldi dalam hati karena sifat dongo Aldi tak kunjung hilang.
"Maksudnya, gue sama Riska, lo sama Aulia. Gue bukan homo. Lagian kalo gue homo, gue juga milih-milih kali," kata Juna. Aldi menatap calon kakak ipar tergemay-nya dengan tatapan ngeri.
Riska keluar dari bilik lebih cepat dari Aulia. Padahal tadi mereka masuk hampir bersamaan. Aldi mendekati bilik Aulia.
"Ya, udah belom?" tanya Aldi di balik bilik.
"Susah nih Di," jawab Aulia.
"Mau aku bantu nggak?" tawar aldi menggoda. Sayangnya, godaan Aldi terdengar seram di telinga Juna.
"HEH!! Awas lu macem-macem," Juna mengarahkan jari telunjuk dan tengahnya ke arah matanya lalu ke mata Aldi.
"Udah udah, biar aku aja yang bantu," Riska mengengahi.
"Tapi kamu juga masih pake gaun, Yang," ujar Juna.
"Nggak apa," Riska lalu masuk ke dalam bilik Aulia. Aldi dengan mupengnya berusaha mengintip saat Riska membuka pintu bilik.
"Mata lo gue colok pake paku, mau?" kata Juna. Aldi langsung bergeleng.
Aulia keluar diikuti riska di belakangnya. Gaun tanpa lengan dengan potongan dada rendah. Aldi terpesona. Bukannya Aldi mesum, tapi Aulia memang tampak memukau.
"Ini gimana?" tanya Aulia. Aldi sadar dari lamunannya.
"Boleh—"
"Nggak! Ganti aja," kata Aldi cepat, memotong ucapan Juna. Enak saja si Juna. Jangan mentang-mentang dia kakaknya Aulia, lalu bisa seenak jidat menyuruh Aulia menggunakan gaun yang terbuka.
"Yang ini aja, Ya," Aldi menunjuk gaun panjang menjuntai dengan lengan panjang.
Aulia menggeleng, "Nggak, sumpek."
"Kalo yang ini?" Aldi kembali menunjukkan gaun dengan lengan panjang. Bedanya, gaun ini tidak semenjuntai gaun sebelumnya.
Aulia menggeleng. Ia ikut memilih gaun. "Yang ini?"
Aldi mengamati, gaun yang ditunjuk Aulia tak beda jauh dengan yang digunakan sekarang. Aldi ngeri saat membayangkan gaun itu mlorot sendiri di tengah acara. "Boleh, tapi pake deker,"
"Ish, mana ada kaya gitu," Aulia mendengus.
"Ya nanti dekernya warna cream aja, biar nyatu sama kulit kamu," usul Aldi. Aulia memandang Aldi tajam. Aldi jadi ngeri sendiri.
"Yaudah, terserah kamu," kata Aldi. Hati terdalamnya sebenarnya tak ikhlas bilang seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi, satu lawan dua. Aldi lawan Aulia serta iblis kejam di diri Aulia.
"Gitu, dong!"
"Eh, Tapi yang rada tertutup ya, Ya. Kalo bisa yang lengennya panjang, yang nggak ada belahan di kakinya, yang dadanya ketutup, yang— kamu suka aja," Aldi yang tadinya mengajukan syarat dengan semangat, seketika nyalinya ciut saat Aulia memelototinya.
"Pokoknya aku pengen ini. Nggak ada bantahan. Kalo masih protes, nanti nikahnya nggak usah pake baju," Aulia mengancam. Ia menunjukkan gaun pilihannya pada Aldi.
Aldi kaget. Weh, enak saja tidak pakai baju. Malamnya saja setelah sudah ada kata sah. Eh?
Gaun panjang dengan lengan hanya menutupi pundak. Aldi mengamati. Cukup baik daripada gaun tanpa lengan.
OoO
Setelah fitting baju, Aulia, Aldi, Juna, dan Riska pergi ke percetakan undangan tanpa ditemani orang tua masing-masing.
Undangan yang dipakai hanya satu, namun sudah tertulis nama keempatnya. undangan itu berwarna navy dengan aksen emas gliter. 9.000 undangan sudah dipesan.
Setelah memesan undangan, mereka pulang dengan mobil masing-masing. tak perlu lagi memesan katering kalau bisa dapat gratis dari Pandawa's Resto.
"Nanti habis nikah, kita mau tinggal di rumah Mama atau Ibu?" tanya Aldi di mobil.
"Nikah aja dulu,"
"Kalo kita beli rumah, kamu mau nggak?"
"Kamu kira beli rumah segampang beli permen, apa?"
"Ya kita lihat-lihat dulu, kalau uang masih bisa dicari," jawab Aldi seraya tersenyum lembut pada Aulia.
"Terserah," Aulia ikut tersenyum. Kapan lagi Aldi bisa diajak ngomong serius?
"Kalo habis nikah, aku boleh kerja?" Aulia ganti bertanya.
"Boleh," Aulia berbinar mendengar jawaban Aldi.
"Nanti kerja bareng aku di kamar," lanjut Aldi
"Ih, mesum!" Aulia mencubit lengan Aldi yang sedang menyetir.
"Gak usah kerja. Nanti capek. Malamnya nggak ada tenaga,"
"Bisa-bisanya kamu aja itu mah," Aulia memutar bola mata.
"Nggak usah kerja, ya?" Aldi menolak halus.
"Aku cuma mau bantu Mama aja di Pandawa's Resto. Kasian Mama kalau ngurus sendiri," jelas Aulia.
"Iya, nikah aja dulu,"
"Ih, rese!"
OoO
Aldi emang rese! Tapi aku sayang ❤️
Bosen nggak, scroll roomchat ama doi terus? Di chat kagak, kangen iya! Aku punya cecuatu uncuk camu.
Ada cerita bagus judulnya 'WE HAVE TO BE STRONG'
Ceritanya ini tentang tiga bersaudara. Mereka tu anak broken home, gitu. Kesiannn T_T
Tapi mereka saling menguatkan. asek. Selain tentang keluarga, cerita ini ada romance nya juga. pokoknya yahud dah! Bisa di cek di akun spkyn_
KAMU SEDANG MEMBACA
MADOS [TERBIT]
Teen FictionMADOS >>[ Ma Dosen ]<< belum direvisi "Loh?! Pak Aldi?!" "Aulia?" "Bapak ngapain di sini?!" "Saya nunggu orang. Dia adik dari sahabat Saya." "Saya juga nunggu orang. Dia temennya kakak Saya. Bisa pas gitu ya, Pak?" "Iya," "Eh? Loh? Pak..." "Kenapa...