Ini panjang, loh...
OoO
"Keadaannya membaik. Kita bisa memindahkan Aulia ke ruang rawat inap walaupun nanti masih harus ditunjang dengan alat medis." jelas Dokter Arum.
Sudah hari kelima Aulia ada di ICU. Perkembangannya bagus menurut dokter. Pasti ini berkat doa dan kekuatan dari orang-orang di sekitarnya.
"Alhamdulillah..." Semua bernapas lega. Terutama Aldi.
Sebentar lagi kamu akan bangun dan lihat kalau anak kamu nggak kalah ganteng dari aku.
Esoknya, Aulia sudah berpindah ke ruang rawat inap yang hanya diisi oleh satu pasien.
Secara bergantian dengan Attha, Juna, dan Aldi menjaga Aulia. Kadang ibu, ayah, dan adiknya juga datang menengok. Melihat perkembangan Aulia yang kata dokter semakin hari semakin baik.
Aldi sudah mulai masuk ke kampus setelah hampir dua minggu ia gunakan untuk menemani Aulia di rumah sakit. Ia akan berangkat di jam-jam mendekati dimulainya kelas, dan pulang dengan segera setelah kelas usai.
Rumah sakit sudah jadi rumahnya. Ia akan mengerjakan apa pun pekerjaannya di rumah sakit. Dulu Aulia selalu menemani Aldi mengerjakan pekerjaannya, tak peduli sampai jam berapa. Sekarang ganti dia yang menemani Aulia.
Pagi ini, dokter membawa kotak inkubator Seva ke ruang Aulia. Diletakkannya Seva di dada Aulia secara telungkup. Ia dibiarkan mendengar degup jantung si ibu yang sudah ia kenalnya.
"Dipoto-dipoto," Juna yang ikut mengantar kotak Seva heboh menjepret Aulia dan Seva dari segala sisi.
"Foto bertiga, sana." Riska mendorong pelan lengan Aldi.
"Nggak ah, foto bertiganya pas Aulia dah sehat." tolak Aldi yakin.
"Udah, sanaa... Buat kenang-kenangan. Biar besok kamu bisa cerita sama Aulia tentang perjuangan dia." Attha mendukung Riska.
Mau tak mau, Aldi mendekat ke arah Aulia dan bayinya. Aldi mencium bibir Aulia yang masih terpejam. Saat itu juga Juna membidiknya.
"Bangun Ya." bisik Aldi sebelum menjauhlan dirinya dari Aulia.
Tak pernah ia lihat Seva tidur sedamai ini selain di atas tubuh ibunya. Begitupun Aulia yang wajahnya tampak berseri ketika kulitnya bersentuhan dengan kulit merah Seva.
Mereka seperti berada di satu dunia. Hanya mereka yang menempati. Saling bicara lewat batin.
OoO
"Diii,"
Aldi terbangun dari tidurnya. Sayup-sayup ia mendengar ada yang memanggil. Aldi mendongak ke kasur Aulia.
"Ya?!"
Aulia sadar! Segera ia beranjak dan mendekati Aulia dengan senang.
"Dii," Aulia memanggil lirih dari dalam alat bantu pernapasannya.
"Alhamdulillah, Ya.. Akhirnya kamu sadar." ujar Aldi riang sembari menekan bel di atas Aulia untuk memanggil dokter.
"Aku panggil dokter dulu, ya..." kata Aldi. Aulia hanya diam. Ia masih sangat lemah. Memanggil Aldi dengan suara sepelan itu saja sangat menguras tenaganya. Terlebih tenggorokannya sangat-sangat kering.
Tak lama dokter dan beberapa perawat datang. Ada Juna diantaranya. Mereka langsung memeriksa keadaan Aulia.
"Selamat, bu Aulia sudah sadar. Ini kabar yang sangat baik." Dokter Arum menjabat tangan Aldi. Aldi mengangguk senang.
Setelah kepergian dokter Arum, Attha, ibu Aldi, ayah Aldi dan Rachel datang bersama-sama.
Sorenya, Aulia meminta untuk bertemu Seva. Senyumnya tak luntur dari wajah pucatnya. Apalagi saat saat Seva diletakkan telungkup di atas dada Aulia seperti kemarin.
"Namanya Sevano Narendra. Kamu suka nama Sevano, kan?" jelas Aldi riang. Aulia mengangguk lemah. Tangan Aulia diarahkan untuk mengungkup tubuh mungil Seva.
"Dia ganteng kan, kaya aku?" tanya Aldi lagi. Banyak hal yang sebenarnya ingin dia bicarakan dengan Aulia. Dulu, tak ada sehari pun ia lewatkan tanpa omelan Aulia. Sekarang, ia yang berbicara panjang lebar dan Aulia hanya tersenyum dan mengangguk.
"Lihat, matanya kaya kamu. Bibirnya juga kaya kamu," Aldi menjelaskan seakan-akan Aulia tidak bisa merasakannya.
"Dia ganteng, kaya kamu." ucap Aulia pelan.
"Ya masa kaya Juna? Kamu gimana sih?" omel Aldi gemas. Saking gemasnya, hidung Aulia dicoel-coel jadi korban.
Tak lama, beberapa perawat datang untuk mengambil lagi Seva. Dengan berat hati, Aulia harus melepasnya. Baru juga beberapa saat ia dihadapkan dengan malaikatnya, sekarang sudah harus dipisahkan lagi.
"Nggak papa. Besok juga ketemu lagi," Aldi menenangkan.
Setelah kepergian Seva, Aldi duduk di kursi sebelah kasur Aulia. Ia menggenggam tangan Aulia, mengecupnya berulang.
"Makasih, Ya. Kamu kasih aku kebahagiaan tiada tara. Kamu perempuan terhebat. Kamu perempuan terkuat. I love you," kalimatnya diakhiri dengan kecupan manis di kedua mata Aulia.
"I love you too,"
OoO
Attha menggendong Seva dengan Aulia di sebelahnya. Mereka duduk di sebuah taman yang sangat indah. Bunga-bunga bermekaran di sana-sini. Harumnya juga semerbak.
Dilihatnya padang rumput yang terbentang di hadapannya. Tak tampak satu helai daun yang menguning.
"Indah, ya?" kata Attha. Tidak, itu bukan pertanyaan. Ini sebuah pernyataan. Pemandangan di depannya memang benar-benar indah.
"Ma," Attha yang sibuk dengan Seva di gendongannya menoleh bahu ke kanan, memandang Aulia yang memanggilnya. Putrinya sangat cantik dengan baju putih seperti ini.
"Ya?"
"Aulia minta maaf kalau ada salah sama Mama. Aulia belum bisa jadi anak yang berbakti sama Mama. Aulia belum bisa jadi anak yang membanggakan. Maaf ya, Ma?"
"Sshhtt.. Kenapa anak Mama jadi gini?" Attha merangkul Aulia. Menenggelamkan kepala putrinya di cekukan lehernya.
"Ma, kalau Aulia pergi, Mama baik-baik di sini. Tolong jaga anak Aulia. Anggap suami Aulia seperti anak Mama sendiri. Aulia sayang mama,"
"Kamu ngomong apa sih? Kita bakal bareng-bareng terus di sini. Nggak ada yang akan pergi." Attha mulai gelisah. Dirasanya Aulia menggeleng dalam dekapannya.
"Aulia pamit ya, ma? Aulia sayang banget sama Mama,"
Attha melepaskan rangkulannya. Belum sempat ia berkata semua akan baik-baik saja, Aulia sudah hilang bagai diterbangkan angin.
Attha hanya bisa terpaku dan belum bisa menyadari apa yang sedang terjadi pada Aulia. Kenapa Aulia tiba-tiba hilang dari pandangannya? Kenapa Aulia tidak ada di hadapannya? Kemana Aulia pergi?
OoO
Attha membuka matanya dengan napas tersenggal.
Fyuh! Ini cuma mimpi! Ya! Ini cuma mimpi! Aulia sudah sadar dari masa kritisnya. Bahkan tadi sempat berbicara dengan Attha.
Aulia tidak akan pergi.
OoO
KAMU SEDANG MEMBACA
MADOS [TERBIT]
Fiksi RemajaMADOS >>[ Ma Dosen ]<< belum direvisi "Loh?! Pak Aldi?!" "Aulia?" "Bapak ngapain di sini?!" "Saya nunggu orang. Dia adik dari sahabat Saya." "Saya juga nunggu orang. Dia temennya kakak Saya. Bisa pas gitu ya, Pak?" "Iya," "Eh? Loh? Pak..." "Kenapa...