Bab 19 - Di Antara Mereka

56.1K 3.7K 127
                                    

"Nggak usah peluk-peluk bisa kali," Aulia ganti membentak. Ia tak peduli suasana Jia dan Elvano yang menyengit.


Hatinya kadung memanas dan tak terima. Ia tak ingin salah paham lagi hingga merenggangkan hubungannya dengan Aldi untuk yang kedua kalinya.

Jia yang merasa tak terima langsung bangkit dan balas mendorong Aulia. Aldi saja harus menahan Aulia saking kuatnya dorongan Jia.

"Maksud kamu apa dorong saya? Nggak sopan kamu sama dosen sendiri?" bentak Jia, seakan melupakan masalahnya dengan Elvano.

"Bu Jia! Anda nggak ada hak bentak dan dorong calon istri saya!" Aldi memperingatkan Jia. Mata Jia membola. Ba bagaimana bisa?

"A apa?! Bapak bohong, kan?"

"Buat apa saya bohong?" bela Aldi.

"Jadi, selama ini Bapak anggap saya apa?" tanya Jia. Aldi berkerut bingung. Dari awal dia hanya menganggap Jia sebagai rekan kerjanya. Jia saja yang baper pada sikap cuek Aldi.

"Ji, kembali sama aku," kata Elvano pelan di tengah perdebatan Jia. Jia menoleh.

"Nggak! Dari dulu kita nggak ada apa-apa! Pergi kamu!" Jia kembali histeris saat Elvano mendekat ke arahnya.

"Aku nggak akan lepas kamu! Ada anakku di dalam diri kamu!" Kini ganti Aldi dan Aulia yang diam, enggan ikut campur dengan masalah Elvano dan Jia.

"Anak? Kamu bilang anak?" kata Jia meremehkan. "Anak kamu udah nggak ada di sini!" Jia menunjuk perutnya.

"Ha? Maksud kamu apa? Kamu nggak usah bercanda, deh," Elvano menatap Jia tak percaya.

"Dia udah hilang! Dia hilang untuk selamanya! Sekarang puas, kamu?!"

"Hahaha," Elvano tertawa sumbang. Masalah ini tak seharusnya dijadikan candaan. "Aku minta maaf kalau aku buat kamu takut. Tapi jangan jadiin anakku sebagai pelampiasan amarah kamu,"

"Pergi kamu!" Jia tak mempedulikan Elvano. Ia segera lari cepat dan bersembunyi di dalam gudang. Hatinya sakit karena bertemu Elvano, juga karena Aldi.

Ya, walaupun jia tak benar-benar suka pada Aldi. Ia hanya butuh pelarian supaya lupa pada Elvano.

Elvano menyusul Jia. Ia membuka paksa pintu gudang yang sudah Jia tahan. Namun kekuatan Jia tidak ada apa-apanya dibanding Elvano. Pintu itu terbuka. Elvano masuk dan menghalangi pintu gudang dengan meja di dekatnya.

Elvano menggenggam kedua tangan Jia. Jia langsung menepis tangan Elvano dan membentak Elvano dengan takut, "Anak kamu udah nggak ada! Pergi kamu!"

Plak!

Tamparan keras di pipi kiri Jia dari Elvano membuat kepalanya sampai oleng ke kanan.  Jia memegang pipinya yang kebas.

"Keterlaluan kamu!" Elvano mengepalkan tangannya. Ia memukul tembok di belakang Jia hingga buku jarinya memerah. Ia marah!  Ia marah pada Jia yang tak menjaga anaknya. Tapi ia lebih marah pada dirinya sendiri karena tak bisa menjaga Jia dan calon anaknya.

"Hiks," Jia menangis ketakutan. Amarah dalam diri Elvano seketika menguap digantikan rasa menyesal. Ia memeluk Jia dengan erat. Jia tidak berontak dan terus menangis.

Jia yang rapuh.

"Maaf," Elvano semakin mengeratkan pelukannya.

"Maaf, maaf, maaf," ulang Elvano. Jia masih sesenggukan, ia mencengkram kaos Elvano yang sekarang basah dengan air matanya. Ia menguatkan cengkramannya, melampiaskan kegundahan hatinya.

"Aku minta maaf," Elvano meminta maaf lagi sambil mengelus surai Jia. Ia ingin melindungi Jia terlepas ada anak atau tidak di dalam Jia. Ia janji akan membahagiakan Jia. Ia janji akan menjaga Jia. Ia janji akan mencintai Jia dengan sepenuh hati.

OoO

"Bu Jia sama Mas Elvano gimana, ya?" tanya Aulia pada Aldi di sampingnya saat menuju ke butik.

"Ya aku nggak tau, lah. Emang aku CCTV apa," balas Aldi. Aulia mendengus.

"Aku laper, Di. Pengen makaan,"

"Pasti gara-gara tadi bentak Bu Jia," kata Aldi diiringi kekehan. Ia tersanjung saat Aulia tak terima ia ditempeli Jia.

"Ish, kamu mah gitu. Dari tadi itu terus yang diungkit," rajuk Aulia. Tolong, ia malu.

"Hahaha, iya... Kamu mau makan apa?"

"Es buah nggak pake santan nggak pake susu,"

"Yee... itu bukan makan namanya," Aldi mendengus.

"Pokoknya lagi pengen yang seger-seger," balas Aulia. Bagaimanapun permintaan Aulia adalah titah yang tak bisa Aldi tolak.

Aldi meminggirkan mobilnya di dekat gerobak es buah pinggir jalan. Ia memesan dua gelas es buah dan menunggu di kursi pelanggan bersama Aulia.

"Kamu traktir, kan?" tanya Aulia setelah Aldi duduk di sampingnya.

"Enak aja, patungan dong,"

"Orang pelit kuburannya sempit!"

"Dimana-mana kuburan itu sempit,"

"Kamu ngelawak? Hahaha, lucu banget. Aku sampe nangis," Aulia memegang perutnya dan pura-pura menghapus air matanya. Aldi berdecak sebal.

Tak lama, es buah mereka datang. Di tengah acara makannya, ada telpon masuk dari Attha.

"Assalamualaikum, Ma,"

"Waalaikumsallam. Kamu di mana?!" suara Attha meninggi.

"Jajan es buah sama Aldi,"

"Heh! Kamu tu gimana, sih? Mama kan bilangnya langsung ke sini. Bukan jajan es buah dulu,"

"Kan memperlancar rezeki si abang es buahnya," bela Aulia.

"Kalian tu gimana, sih? Emang Aldi nggak ada kasih tau kamu apa, gitu?" tanya Attha kesal. Aulia mengerut bingung.

"Engga,"

"Astagfirullah, Ya Rabbi.... Kamu nikahnya dibarengin sama Juna,"

"Apa?!"

OoO

MADOS [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang