17. Menghancurkan Tembok yang Menghalangi

21.4K 775 22
                                    

Kedatangan orang tua Ryu membuat sang lelaki mengerutkan alis, di samping maminya terlihat Raffa yang masih mengaduh karena jeweran yang diberikan. Ryu lantas berdiri, mendatangi kedua orang tuanya dan menyalami, menanyai kabar mereka berdua. Tentu saja ia mengetahui alasan di balik kunjungan tiba-tiba ini, apalagi sahabatnya tengah terlibat sekarang.

Menghela napas, Ryu pun hanya bisa memaklumi, semetara Ratna hanya tersenyum maklum.

"Mi, duduk dulu, biar Atna buatkan teh."

Walau duduk di sofa, telinga Raffa masih tetap ditarik bahkan hingga terduduk di samping Shinta.

"Mi, ampun, Mi. Mami kan tahu kalau aku udah diancam Ryu, dia yang biang jangan beri tahu Papi sama Mami."

Akhirnya setelah sekian lama telinga Raffa dilepas, itu pun karena Ratna memberikan teh dan menyerukan agar mami meminum tehnya terlebih dahulu, begitu juga dengan papi. Di samping Shinta terlihat Raffa yang masih berwajah masam sambil memegangi telinganya, mendapati hal itu Ratna pun menawari teh hangat kepada sang lelaki.

"Ampun banget melihat kalian ini, bisa-bisanya kalau ada apa-apa tidak mengabari orang tua?"

"Cuma demam biasa, Mami. Ryu juga tahu setelahnya akan sembuh, alhamdulillah sekarang telah sehat. Mami sama Papi yang paling tahu Ryu kalau sudah kelelahan pasti tekanan darah jadi gak normal."

"Pokoknya Mami gak mau tahu, ya, kamu harus istirahat sampai pulih, Kak."

"Sudah sehat seperti yang Mami lihat, jadi besok bisa kembali bekerja."

"Jangan macam-macam, Sadewa Ryu Putra."

Lelaki itu hanya terdiam, jika sang mami telah menyebut nama panjangnya, itu berarti sangat tidak bisa dibantah dan maminya tengah marah. Untuk itu, Ryu menghela napas dan memutuskan untuk menganggukkan kepala seraya mengatakan mengerti dan akan mengikuti untuk beristirahat selama beberapa hari.

Di samping Ryu, Ratna tersenyum simpul, menyuruh suaminya untuk meminum tehnya terlebih dahulu agar lebih tenang. Bagaimanapun, Ryu memang terlalu pekerja keras, apalagi dari yang didengar Ratna bahwa omset restoran sedang menurun.

"Sudah, Mi. Ryu itu sudah dewasa, dia juga sudah punya istri. Ratna pasti nasihati kalau dia terlalu kelelahan."

Menggelengkan kepala, Shinta terlihat tidak setuju.

"Ryu itu kalau bukan orang tuanya yang berbicara sendiri, pasti gak mau nurut. Ya, kan, Ratna? Pasti dia keras kepala," ujar Shinta, kemudian mendengkuskan napas karena melihat watak anak sulungnya.

"Enggak, kok, Mi. Kakak memang agak keras dan tegas, tetapi kalau masalah kesehatan Kak Ryu selalu duluin. Walau kadang kelupaan kalau dah urus bisnis."

Gadis itu tertawa canggung, menatap Ryu yang mengerutkan alis karena mendengar omongan sang istri. Heran sendiri apakah Ratna ingin membelanya atau malam menyudutkannya.

Butuh waktu lebih dari satu jam untuk mami berbicara, setelah itu barulah mereka bisa benar-benar menerima bahwa sekarang Ratna pasti akan mengomeli Ryu jika lelaki itu terlalu berlebihan dalam bekerja.

"Sekarang Mami bisa tenang kalau Ryu mau dengarkan kamu, Ratna. Tahu sendiri dia kalau bicara pedas, belum lagi susah dibilangin."

"Mi, Ryu tidak begitu. Iya, Ryu janji semuanya dibicarakan kepada Ratna kalau kesehatan menurun."

Kedua orang tua Ryu berpamit diri setelah beberapa jam berkunjung, Raffa terlah pergi terlebih dahulu karena alasan pekerjaan yang juga sebenarnya menghindari omelan mami agar dirinya jangan bekerjasama dengan Ryu lagi.

Suami Pengganti (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang