Sepuluh

9.4K 1K 130
                                    

Kandhita Aria
Hallo Mamanya Aluna Aria, calon Istrinya Papa Badai.
Nggak tahu kenapa tiba tiba saja aku pengen nulis sesuatu buat kamu Ta.
Jadul memang, tapi aku memang ingin meninggalkan pesan ini.

Dhita ..
Udah berapa juta kali aku bilang ke kamu, gimana sayangnya aku sama kalian berdua.
Bukan hanya kamu, tapi juga Luna.
.
.
.
Tapi rasanya aku nggak akan bisa egois dengan maksain semua rasa sayang yang kumiliki buat kalian.
Disini, jauh dari kamu, aku mulai berfikir Ta, jika seandainya BAHAGIAmu itu bukan aku,rasanya aku rela.
Tidak bisa bersanding denganmu bukan masalah, asalkan senyuman tidak lepas darimu.
Karena buatku, melihat kebahagiaan kalian itu sudah lebih dari cukup, dan kebersamaan rasanya itu hanya bonus yang menyenangkan.
Apapun yang terjadi kedepannya pada kita, aku harap kamu dan Luna bahagia.
Dengan atau tanpa aku.
Tetap jadi wanita murah senyum.
Tetap jadi wanita kuat.
Dan ingat, aku selalu sayang sama kamu Mamanya Aluna Aria.

💓💓💓💓💓

Kulipat kembali surat Badai yang diberikan oleh Mamanya padaku, sepucuk surat yang ditemukan terselip di dalam dompet Badai.

Sudah hampir dua bulan semenjak meninggalnya Badai, dan selama dua bulan ini semua berusaha untuk menjalankan semuanya seperti biasa.
Begitupun denganku, membaca pesan itu menjadi salah satu alasan untukku mengeyahkan rasa kehilangan itu.

Orang bijak memang benar, kita akan merasa benar benar kehilangan saat kita ditinggalkan.

Jika aku bisa tersenyum menutupi dukaku, maka tidak dengan Luna, gadis kecil kesayangan Badai ini terlihat suram, kehilangan Badai tanpa pamit membuat Luna benar benar terpukul, senyum riang yang selalu terlihat diwajahnya yang cantik kini begitu jarang terlihat .

Kondisi Luna membuatku kembali melimpahkan urusan Aria Dream kepada Wulan, bagiku stabilnya psikis Luna lebih penting daripada pundi pundi rupiah semata.

Sebisa mungkin aku meluangkan waktu, mengalihkan kesedihan Luna dengan berbagai hal, walaupun jika usai bermain, Luna kembali akan menanyakan Badai.

Papa benar benar nggak balik lagi Ma.

Tuhan benar benar ambil Papa Badai Ma.

Pertanyaan demi pertanyaan yang membuat hatiku tersayat sayat.

"Mama ..."

Suara panggilan membuyarkan lamunanku, wajah Luna yang murung kembali terlihat saat dia baru saja keluar dari sekolah.

Luna memelukku, membenamkan wajahnya kedalam pelukanku dan menangis terisak, apalagi ini, dia baru saja keluar dari sekolah dan sudah menangis seperti ini.

Apa yang sudah terjadi.

"Kenapa Nak ??"

Dengan sesenggukan bocah kecilku ini mengadu,"tadi, Damian ngatain Luna Ma .. katanya Luna ini anak nakal, makanya Papa Badai mati !! Ini semua gara gara Luna nakal Ma ... Huuuuaaaaaa"

Tawa Luna yang semakin keras membuat beberapa orang tua murid melihat kearahku dan Luna, aku tidak memperdulikan tatapan heran itu, tapi aku geram dengan tingkah anak kecil dengan mulut beracun itu.

Bukan Cinta Sendiri Tersedia Ebook Dan NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang