Lima belas

9.5K 965 81
                                    

"Om Ibram beneran nggak kita ajak jalan jalan Ma ??"

"........"

"Kenapa sekarang Mama nggak bolehin Om Ibram ketemu Luna ??"

Pertanyaan polos Luna membuatku tersentak seketika, pasca tempo hari perbincanganku dengan Keyla, aku benar benar menjauhkan Luna dari Ibram.

Semua aksesnya untuk bertemu Luna kututup, mulai dari telpon yang kublokir, dan aku yang selalu meminta sopir kantorku untuk menjemput Luna lebih awal dan membawanya ke kantor. Bahkan Ibram yang menurut dari cerita Guru TKnya Luna, selalu tidak absen untuk menghampiri Luna di sekolah walaupun hanya berbuah pada kekecewaan.

Katakan aku keterlaluan pada laki laki yang hanya ingin bersikap baik pada Luna ini, seharusnya juga aku merasa beruntung ada orang yang menyayangi Luna sedemikian besar, tapi aku juga harus menjaga hati keluarga Badai yang ditinggalkan, aku tidak ingin hanya dikira memanfaatkan Badai semata, dan setelah Badai tidak ada, semudah itu pula aku menggantikan sosok Badai dengan yang lain.

Setelah semua yang dilakukan Badai selama ini untukku, rasanya tidak benar jika semudah ini terlupakan.

Aku tidak ingin di cap hanya memanfaatkan Badai yang baik padaku, karena sesungguhnya apa yang kurasakan pada Badai memang rasa sayang yang sebenarnya. Bukan hanya bentuk rasa terimakasih semata.

Dan kini , mengingat betapa mudahnya Luna akrab dengan laki laki yang harus kuakui ketampanannya itu, Luna kembali menanyakan keberadaannya Ibram yang tidak kunjung menemuinya, sudah seribu alasan yang kuberikan pada Luna agar gadis kecilku itu berhenti menanyakan Ibram, tapi tetap saja, pertanyaan yg di iringi dengan raut mendung di wajah cantiknya itu selalu saja terlontar.

"Om Ibramkan juga ada tugas Nak, nggak setiap hari bisa ketemu Luna .." ucapku mencoba memberikan pengertian pada Luna, walaupun aku sangat tidak menyukai raut wajah murung Luna karena merindukan sosok Ibram, yang menurut Luna sama hangatnya dengan sosok Badai untuknya.

Aku menghela nafas lelah, dalam waktu singkat Ibram benar benar telah mencuri hati Luna, ternyata tampang polisi playboy sepertinya tidak hanya menjerat para gadis saja, tapi juga anakku.

Kurasakan tangan Luna yang mengendur, jalan jalan usai jam kantor yang kuharapkan bisa membuatnya ceria ini justru tidak di sambutnya dengan antusias, kini Luna bahkan berhenti dari langkahnya dan menundukkan wajahnya.

Astaga, sudah pasti jika sekarang ini Luna akan menangis, kuhela nafas panjang, mencoba mengumpulkan kesabaranku untuk kembali menenangkannya, aku berlutut, meraih kembali tangan Luna dan menatap penuh sayang ke duplikat Mahesa ini.

"Luna .. apa main sama Mama saja Luna nggak seneng ?? Mama sedih lho kalo lihat Luna sedih .."

Mata hitam yang berkaca kaca menahan tangis itu mengerjap, seakan menghalau air mata yang akan jatuh.

"Luna takut .."

Kuusap sudut mata indah itu, menyingkirkan air mata yang menggangu indahnya mata itu.

"Kenapa Nak ??"

Tangan yang ada di genggaman ku ini mengepal, "Luna takut, Om Ibram nanti ninggalin Luna kayak Papa Badai, Papa Badai udah pergi  dan nggak mungkin balik lagi, Luna nggak mau ditinggal lagi ... Mama nggak pernah ajak Luna ketempat Pakde atau Kakek, yang ada cuma Papa Badai dan sekarang ada Om Ibram, Luna sayang sama Om Ibram,"

Deg, jantungku seakan di remas dengan kuat mendengar alasan kemurungan Luna, ini jauh dari yang kuperkirakan, sejauh inikah yang difikirkan Luna ??

Kini, bukan hanya Luna yang nyaris menangis, tapi aku juga, setiap hal yang menyangkut malaikat kecilku ini selalu sukses membuat hatiku lemah. Aku sudah akan kembali mengeluarkan kata kata, jika saja suara yang tidak kudengar belakangan ini terdengar, suara yang selalu menggodaku di setiap kesempatan.

Bukan Cinta Sendiri Tersedia Ebook Dan NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang