Chocolate Cake

1.9K 276 20
                                    

Minho baru saja selesai membalik papan di pintu kafe saat melihat seseorang mendengus kesal di depan sana. Dia sedang membersihkan kaca luar saat orang itu menghampirinya sedikit ragu.

"Udah tutup, ya?"

Sebagai pegawai yang baik, Minho mengangguk dengan senyum prihatin, "Iya, maaf ya, Kak."

Orang itu terlihat lebih kecewa dari yang sebelumnya, membuat Minho jadi merasa bersalah sendiri.

"Kakak mau pesan apa, memangnya? Keliatannya urgent banget."

Tawaran Minho berhasil membuat orang itu terlihat lebih semangat. "Anu, Kakak sepupu saya lagi ngidam. Dia pingin banget cake dari sini. Kebetulan suaminya lagi kerja di luar kota, jadi saya yang diminta jagain. Kira-kira, bisa ngga saya pesen kuenya? Saya bayar lebih, ga apa deh!"

Minho tampak mengingat sejenak. Dia ingat masih menyimpan sepotong kue cokelat untuk adik sepupunya di rumah. Dia lalu menjawab, "Kayaknya masih ada sisa tadi, deh. Coba saya liat dulu ya, Kak."

"Duh, makasih banget!"

Minho hanya tersenyum sebelum kembali masuk ke dalam kafe dan langsung ke belakang. Dia mengecek lemari pendingin yang ada di sana. Benar saja, ada sepotong kue cokelat di sana. Dia lalu mengambilnya dan membawanya ke depan.

Bahkan, saat baru tiba di pintu dapur, Minho dapat melihat orang yang menunggu di sana tersenyum bahagia. Dan, tidak bohong, Minho tidak bisa tidak ikut bahagia.

"Ini, masih ada satu potong. Bawa aja, ga usah dibayar." ujar Minho menyerahkan kue cokelat yang sudah dikemas ke orang itu.

Orang itu menerimanya ragu, "Masa ga usah bayar? Ga enak saya jadinya."

"Ga pa-pa. Lagian itu sengaja saya pisah untuk adek saya, tapi karna Kakak lebih butuh, jadi buat Kakak aja."

Orang itu mengangguk tengkuknya, "Duh, makin ga enak saya."

"Santai aja, Kak. Saya masih bisa sisihin lagi besok, kok."

"Gini aja, deh. Biar saya ga ngerasa ga enak banget, saya anter kamu pulang, ya."

Minho jelas menolak, "Eh, ga usah! Malah jadi ngerepotin nanti. Saya juga masih ada yang diberesin dulu."

"Ga pa-pa, saya tunggu." orang itu melirik sekilas ke name-tag di dada Minho, "Saya tunggu di sana, ya, Minho. Makasih kuenya."

Dan, ya, Minho tidak bisa menolak karena orang itu lebih dulu melangkah menjauh, menunggu di trotoar sambil memainkan ponselnya. Minho melanjutkan pekerjaannya. Sempat melirik ke trotoar sekilas, di mana orang itu masih setia menunggunya di sana. Minho jadi mempercepat pekerjaannya agar orang itu tidak perlu menunggu lebih lama lagi.

Selesai mengunci pintu kafe, Minho segera menghampiri orang itu. "Kak? Ih, beneran ditungguin."

Orang itu terkekeh pelan, "Ga pa-pa. Uhm, saya ga bawa kendaraan soalnya rumah saya ga begitu jauh dari sini. Jadi, kita jalan aja, ga apa?"

Minho tersenyum, "Ga pa-pa, kok! Rumah saya juga deket."

"Jadi.. ayo?"

"Ayo!"

Keduanya berbagi tawa sekilas sebelum mulai menelusuri trotoar.

"Anu, Kak." ujar Minho membuat orang itu menoleh ke arahnya. "Kakak udah tau nama saya, saya belum tau nama Kakak, nih. Biasanya saya ga nanyain nama pelanggan, tapi kita udah jalan bareng gini. Seenggaknya, kalo ada apa-apa, saya tau harus minta tanggung jawab ke siapa."

"Ah, iya. Kita belum kenalan, ya?" orang itu berhenti melangkah dan mengulurkan tangannya, "Saya Chan. Maaf, saya harusnya ngenalin diri dulu sebelum ajak kamu pulang bareng."

Minho menjabat tangan Chan, "Saya Minho. Salam kenal, Kak Chan."

Keduanya membagi senyum sebelum melepaskan jabat tangan mereka dan melanjutkan perjalanan.

"Saya ga niat macem-macem kok, Minho. Saya mau berterima kasih aja. Kamu ga usah takut, ya."

"Saya juga becanda aja, kok. Hehehehe."

×××

"Kak? Kenapa lo, sumringah banget gitu?"

Minho melebarkan senyumnya sebelum bergelendotan manja di lengan adik sepupunya yang sedang duduk santai di sofa. "Kakak ganteng, Sung. Gila, ganteng banget."

Yang dipanggil Sung menatap kakaknya heran. Dia menggeleng karena teringat kalau kakaknya memang seunik itu sebelum bertanya, "Oh iya, kue cokelatnya mana?"

Minho melepaskan diri dari lengan adiknya, "Ga ada. Lain kali, jemput gue makanya. Biar kuenya gue kasih ke elo, bukan yang lain."

×××

"Masih buka tokonya, Chan?"

"Ngga, Mbak. Udah tutup."

"Terus ini dapet dari mana? Bayinya ga mau ya, kalo ini dari toko lain."

"Tadi masih ada pegawai yang lagi bersih-bersih, Mbak. Aku dikasih itu satu."

Yang dipanggil Mbak mengangguk paham sebelum lanjut menyantap kue cokelat yang dibawakan adik iparnya. "Terus kenapa kamu senyum-senyum gitu?"

"Manis, Mbak." Chan terkekeh malu memikirkannya. "Mukanya manis, suaranya manis, sifatnya juga manis."

"Duh, adeknya si Mas jatuh cinta, nih. Gas, Chan. Yang manis gitu biasanya banyak yang incer."

"Gas, nih?" tanya Chan dijawab anggukan kakak sepupunya, "Sip, deh. Besok pagi aku ke sana lagi. Doain ya, Mbak."

×××

ternyata tidak banyak yang merindukanku.
aku ingin menghilang lagi saja.

Bianglala +banginhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang