[1] Gugup dan Cemas

11.6K 1K 13
                                    

Setelah sekian lama libur panjang, pada akhirnya kini Renjun kembali ke sekolah. Perasaan senang menghampirinya—selain dikarenakan suatu alasan yang sangat membahagiakan yaitu kebosanannya di saat liburan.

Di rumah, dan tak melakukan apa-apa.

Sebenarnya tidak benar jika dikatakan begitu, karena bagaimana pun Renjun masih (sesekali) membantu Kun di kedai hotpot yang didirikan gegenya itu. Entah membantu sebagai pelayan ataupun koki, yang terpenting, kegabutan dapat ia hilangkan mengisi liburan yang terasa sangat panjang.

Kini Renjun menduduki bangku 2 sekolah menengah atas, dan itu membuatnya gugup bukan main. Berkali-kali ia menatap cermin guna melihat penampilannya. Jantungnya bergemuruh, tangannya tremor. Astaga ... Renjun sangat excited tapi ia juga gugup.

"Kau gugup?" Kun terkekeh saat mendapati adiknya berdiri di depan cermin. Bibirnya digigit, membuatnya tampak sangat menggemaskan di mata Kun.

Renjun menghela napas. Membalikkan badan, lantas tersenyum canggung pada gegenya. "Uhm, ya..." tengkuk yang tak gatal ia garuk—yang menandakan seberapa gugupnya ia. Payah, sangat kentara hingga membuat Kun tidak dapat menahan tawanya. "Hahaha! Astaga, kau sangat gugup rupanya."

Renjun mencibik. Matanya bergulir malas. Ingin memukul orang di depannya, jika saja dia tak ingat bahwa orang itu lebih tua darinya. "Ish! Kenapa, kenapa, hah?!" kakinya ia hentakkan, membuatnya semakin terlihat menggemaskan.

"Astaga..." Kun merentangkan tangannya—sudah tidak kuat melihat tingkah menggemaskan adiknya. Renjun dengan bibir yang dimajukan memeluk Kun dengan wajah merona. Sialan! Kakaknya yang satu ini mudah sekali membuatnya merona dan kesal!

"Duh, haha, iya deh yang mau ketemu pacar-pacarnya," mendengar perkataan Kun sontak tak hanya pipinya yang bersemu, kini menjalar hingga ke telinga. Double sialan untuk si Cina ini!

"A-apa sih, Ge! Aku, aku tidak. Uhm, maksudku—" Kun melepaskan pelukannya. Tertawa terbahak-bahak saat melihat Renjun-nya memerah parah. Dasar anak muda!

"Baiklah, baiklah. Ayo, kau bisa telat jika hanya diam di sini. Kau tidak mau itu terjadi, 'kan?" Kun tersenyum aneh, alisnya dinaik-turunkan main-main.

Renjun memutar mata malas. Tentu! Dia sangat menunggu hari di mana dirinya kembali masuk ke sekolah, dan ia akan memasuki sekolah baru, jadi tidak mungkin 'kan di hari pertama masuk dia membuat nama buruk untuk dirinya sendiri? Gila saja jika ia melakukannya!

"Ya sudah, ayo berangkat! GEGE JANGAN MENGGODAKU TERUS!!"

Lagi, Kun tertawa terbahak-bahak setelah mencolek dagu sang adik. Mengganggu Renjun merupakan salah satu hobinya. Dirinya akan tertawa terbahak-bahak setelahnya. Meski begitu, tak jarang pula adiknya itu mengganggu balik dirinya. Impas, bukan?

🔸🔸🔸

Seminggu yang lalu Renjun bersama Kun kembali ke Korea—setelah sebelumnya tinggal di tirai bambu dikarenakan Kun yang mendapatkan beasiswa di sana. Sudah sekitar enam tahun dia meninggalkan Korea—yang artinya meninggalkan kenangannya bersama orang tua yang telah tiada, juga meninggalkan orang-orang yang ia sayang.

Jaemin, Jeno, Haechan, dan Mark.

Empat orang sahabatnya—yang sekarang Renjun akui terdapat rasa pandang yang berbeda kepada keempatnya.

Renjun kecil tidak menyadari itu, melainkan Renjun yang saat itu menginjak bangku 3 sekolah menengahlah yang menyadarkannya. Menyadarkan bahwa dirinya tidak hanya menyukai dan menyayangi layaknya ia menyayangi Kun. Perasaan seperti kehilangan yang menyakitkan kerap kali menghampirinya hingga membuatnya menangis.

Baru seminggu ia tinggal di negeri tirai bambu saja rasanya ingin kembali ke negeri ginseng guna menemui keempat sahabatnya itu. Rasa rindu yang sangat besar, namun kala itu ia masih menganggap kehilangan sahabat—lain halnya saat ia mengetahui bahwa dirinya 'menyukai' keempat sahabatnya.

Katakan saja bahwa Renjun terlalu serakah, karena memang itulah kenyataannya. Renjun menyukai keempatnya—bahkan (mungkin) mulai memendam rasa kepada mereka.

Jangan gugup Renjun, jangan sekali pun!! Angkat kepalamu seperti biasanya, tidak usah menampilkan ekspresi dan... Bingo—KENAPA RASANYA SULIT SEKALI DI SINI UNTUK MELAKUKAN ITU?!!

Renjun rasanya ingin menangis saat dirinya dan Kun telah sampai di pintu gerbang sekolah barunya. Rasa gugup masih melandanya—karena bagaimana pun sudah 6 tahun dia tidak menemui keempat sahabatnya itu. Kecemasan mulai menghampirinya—dari takut jikalau mereka tidak mengenal Renjun, tidak lagi mau peduli dengan Renjun, sampai pemikiran bahwa mereka benci dengan Renjun karena hilang tanpa jejak, membuatnya ingin menangis sejadi-jadinya.

"Hei! Kau tidak mau turun? Sepuluh menit lagi bel masuk akan berbunyi." Kun mengeryit saat melihat Renjun terus menunduk dengan tangan yang menyatu di atas pahanya. Setelahnya ia tersenyum menatapnya. Kun mengerti apa yang membuat adiknya begitu cemas dan gugup.

Kun mengusap lembut kepala Renjun yang menunduk, yang di mana membuat sang empu mengangkat kepalanya. Menatap Kun yang tersenyum hangat. "Kau tidak perlu khawatir, Renjun-ah. Gege sangat yakin, pasti mereka sangat senang dengan kehadiranmu. Percaya itu, Renjun. Jangan cemas dan gugup. Mana nih Renjun yang kalau memasuki kawasan sekolah selalu mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dengan wajah yang terlihat dingin. Ugh, sekarang yang gege lihat hanyalah pemuda yang sedari tadi menunduk dengan wajah lesu. Tid—"

"GEGE JANGAN BERISIKK!! Aku malu tahu! Aku sudah lama tidak bertemu dengan mereka dan lagi... ini daerah baru, ge. Aku benar-benar merasa gugup sampai rasanya ingin menangis. Aku takut sekolahku dulu dengan yang sekarang sangat berbeda. Aku takut... aku hanya—"

Kun memeluk Renjun. Dia sangat mengetahui apa yang adiknya ini rasakan; cemaskan. Menepuk pelan kepala Renjun yang terbenam di dada bidangnya.

"Baiklah, baiklah, jadi... apa perlu gege antar sampai depan kelasmu? Awh!" Kun terkekeh saat mengatakannya, namun tak lama menjerit saat cubitan tak main-main dari Renjun diberikan. Cubitannya itu seperti guru killernya semasa sekolah dulu!

"Tidak! Memangnya aku anak kecil! Sudah sana berangkat kerja! Yang rajin, biar dapet duit yang banyak terus belikan aku boneka moomin yang banyak sama makanan—"

"Kau perampok cilik yang banyak cakap! Cepat sana masuk! Lima menit lagi bel akan berbunyi."

Renjun melepas paksa tangan Kun yang membekap mulutnya. Matanya mendelik kesal, "Iya, bawel! Seperti ibu-ibu komplek saja kau ini! Huh!!"

Kun melotot, saat ingin menjewer kuping si "perampok cilik" dengan tengilnya Renjun sudah keluar mobil sembari menjulurkan lidahnya; meledek Kun.

"Kun eomma yang bawel, wlee!!"

"Dasar kau—" Kun menghela napas. Tidak heran kalau tiba-tiba saja darahnya naik, mengingat kelakuan Renjun yang membuatnya ingin menjedotkan anak itu di tembok Cina, astaga....

Namun, tolong ingatkan kepada Kun juga bahwa dirinya pun sama seperti Renjun. Suka menggoda adiknya itu.

—To be Continued—

Cerita ini ga aku revisi—sebelum dipublish ulang—jadi mohon maaf kalau banyak kejanggalan dalam penulisan.

ₐₙₜₐᵣₐ ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang