"Kau di mana?!" pekik Haechan. Lelaki itu tampak marah dengan seseorang di balik telepon. Nada suaranya meninggi, membuat seseorang di sambungan telepon menghela napas.
"Kau tidak perlu menghkawatirkanku, Haechan." Renjun berujar lirih. Kakinya berjalan gontai kembali mendudukkan dirinya di sofa.Kali ini, sesuatu yang menohok hati dilihatnya oleh kedua belah mata secara langsung—untuk kedua kalinya. Saat memasuki kafe tempat mereka berkumpul, tanpa diduga, kedua sahabatnya itu—Haechan dan Mark—tengah bercumbu. Meja yang sudah biasa mereka tempati, yang terletak di pojok kafe yang cukup tertutup, membuat kedua orang itu tak perlu risau menggangu pengunjung lainnya jikalau sedang bercanda gurau dengan mengeluarkan suara tawa cukup besar atau seperti tadi yang Renjun lihat; bercumbu. Lagipula, kafe itu milik kenalan Mark, jadi mereka juga tidak terlalu khawatir tentang itu. Mark juga turut berpartisipasi membuat kafe itu, jadi dia rasa, apapun yang dilakukan—seperti misalnya hal tidak senonoh dilakukan di tempat umum; bercumbu—dia rasa tak perlu dihiraukan.
Namun ini beda lagi, karena bagaimana pun, Renjun yang memiliki rasa dengan sahabat-sahabatnyalah yang melihat. Melihat dengan mata melebar saat dua sahabatnya itu tampak asik dengan kegiatan. Hanya ada mereka berdua, sedang empat yang lainnya belum tiba.
Kedua orang itu tampak sangat menikmati kegiatan, sampai-sampai tidak menyadari kehadirannya. Renjun hanya dapat mematung di balik sekat meja. Melihat Haechan di pangkuan Mark, dengan sebelah tangan Mark menahan pinggang lelaki yang ada di pangkuannya, juga sebelah tangan yang lainnya menahan kepala bagian belakang Haechan, berupaya memperdalam ciuman.
Renjun meneguk susah payah salivanya. Terlampau terkejut sampai rasanya sulit sekali melangkah; menjauhi kedua sahabatnya untuk sekedar memberi privasi lebih.
"Hahh.." napas Haechan terengah. Kepalanya di sandarkan di bahu Mark. Dan tanpa Renjun duga, mata Mark menangkao kehadirannya. Keduanya tampak terkejut, ditambah lagi Mark yang masih dalam posisi ambigu bersama Haechan. Entah perasaan apa yang menghampiri Mark, hingga rasanya saat kedua netranya menatap tepat netra Renjun, sesuatu dalam dirinya terasa sakit. Kedua obsidian Renjun tampak menatap keduanya dengan tatapan yang sulit diartikan. Pun dia yang tak bergerak sedikit pun.
"Oh, kalian sudah—" Jeno menghentikan ucapannya di saat dia melihat posisi duduk Haechan yang masih berada di pangkuan Mark.
Tidak, tidak. Jeno tidak terkejut mengenai hal itu. Dia sudah terbiasa melihat kedua sahabatnya itu terlihat dengan posisi ambigu—atau benar-benar melakukan sesuatu ambigu lainnya. Namun, yang membuat suatu rasa dalam dirinya berbeda—seperti tegang dan cemas, ialah saat menatap Renjun yang masih mematung.
Jika itu Chenle ataupun Jisung, Jeno pun tidak akan hingga seterkejut ini. Kedua anak itu sering kali memergoki dirinya dengan Jaemin bercumbu, maka dari itu Jeno rasa tidak perlu dikhawatirkan. Namun sekali lagi, ini bukan keduanya. Melainkan Renjun. Sahabatnya yang baru akhir-akhir ini kembali berada di sisinya. Melihat Renjun yang tampak terdiam di tempat, perasaan cemas mulai melanda, karena bagaimana pun yang Renjun tahu antara dirinya dengan Jaemin ataupun Mark dengan Haechan tidaklah memiliki hubungan lebih dari sahabat. Dan itu cukup banyak membuat Jeno dan Jaemin ketar-ketir memikirkan hal buruk lainnya, karena melihat tatapan Renjun yang tampak kecewa menatap Mark dan Haechan yang sama-sama terkejut.
"Aku rasa, aku melupakan sesuatu. Aku sudah ada janji dengan Gege untuk menemaninya ke toko buku." Renjun berujar cepat dan berlalu dari tempat pertemuan, mengabaikan kedatangan Chenle dan Jisung yang kebetulan berpapasan dengannya, juga mengabaikan seruan keempat sahabatnya.
Sesuatu dalam dirinya terasa sesak, namun dia tidak tahu apa penyebabnya. Jika itu mengenai kegiatan Mark dan Haechan barusan, Renjun akan menampik jauh-jauh. Dia bukan siapa-siapa mereka. Hanya sebatas sahabat, dan apa yang perlu dia khawatirkan saat melihat antara sshabat, di antaranya bercumbu nikmat?
KAMU SEDANG MEMBACA
ₐₙₜₐᵣₐ ☑️
RandomRenjun yang merasa dirinya hanyalah seorang penghalang antara hubungan "khusus" sahabat-sahabatnya, kini memutuskan untuk menjauh. Mencoba merelakan walau nyatanya sangat menyakitkan. 16 April sampai 15 Mei 2020 ©Njunieyoo