Raga Renjun membeku, namun jiwanya serasa mencair saat netranya menemukan dua orang sahabatnya yang lain. Matanya memanas—bertemu Jaemin saja dia tak berkutik dan berubah menjadi Renjun si idiot (awalnya, lho) dan sekarang ia bertemu dengan Jeno juga Haechan.
Ge, tolong Renjun! Seriusan kedua tangan Renjun rasanya gatal ingin membentang lebar—mengharapkan pelukan hangat keduanya. Astaga... ge, Renjun rasa, Renjun mulai gila!!
"Kau kenapa?" Jaemin mengeryit saat melihat Renjun tampak geleng-geleng kepala dengan wajah super jeleknya. Lihat bibirnya yang tertekuk ke bawah, ingin rasanya Jaemin tarik! Menjijikkan!
"Ugh? Aku... aku—"
"Wow, wow... Jaemin, Na! Lihat, pria manis mana yang kau gandeng kali ini?" Haechan berujar jahil dari bangkunya. Makanannya telah habis, jadi ia merasa telah terisi penuh dan siap menjahili kembali teman-temannya.
"Ck, ck! Kukira kau bottomnya Jeno Hyung. Ternyata selama ini Jeno Hyung—"
"Yak, sialan! Untuk apa kau membahas begituan, bocah?! Urusi saja nasi yang menempel di pipimu, sialan!" Jeno memotong dengan cepat. Matanya membulat dengan wajah memerah parah. Panas rasanya melihat Chenle dengan wajah sok iyenya mengejek dirinya.
Chenle menggerutu. Pemuda itu tidak suka dan tidak akan pernah suka mendengar seseorang mengatakannya ia 'bocah'. Jemarinya merapa pipi gembilnya, lalu mengambil nasi di pipi kirinya. Memasukkannya ke dalam mulut, lalu memakannya dengan bibir yang masih mencibir seseorang yang lebih tua darinya.
Suara deritan kursi yang ditarik membuat atensi keempat orang di sana teralihkan. Jaemin menarik kursi tepat di samping Jeno, namun dengan cepat lengan itu ditahan Jeno agar tidak menarik kursi lebih jauh (untuk Jaemin duduk).
Mata kecil Jeno menatap Jaemin dengan tajam. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun, namun mampu membuat semua orang di sana (kecuali Jaemin) merasakan ketegangan yang mencekam. Aura dominan memang berbeda, ya. Jisung yang sama-sama dominan saja bergidik saat merasakan aura gelap Jeno di sampingnya.
"Siapa dia?" Jeno berbicara dengan nada kelewat santai, namun tidak dengan ekspresi wajahnya. Renjun yang melihatnya saja mendadak gugup bertemu dengan sosok pemuda bermata bulan itu.
Jaemin menoleh; menatap Renjun yang mematung di tempat dengan jemari yang saling bertautan. Wajahnya ditundukkan—tak berani menatap seseorang di depannya.
"Dia? Bukankah—"
"Wah, wah, kau santai saja, Jen! Tidak perlu mengubah atmosfer menjadi menegangkan seperti ini." Haechan tertawa renyah; berusaha mencairkan suasana. Chenle dan Jisung yang mengerti kode darinya pun mulai bertingkah.
"Haha, iya, Hyung. Tidak perlu sebegitu cemburunya. Kuyakin itu hanya teman Jaemin Hyung, bukan pacarnya, jadi kau—"
Renjun blank. Otaknya mendadak kosong bagaikan tak terisi sel-sel di dalamnya. Wajahnya diangkat—menatap orang-orang di depannya dengan kening mengeryit.
Tak perlu cemburu katanya?
Bukan pacarnya?
Oh, jamkkaman! Renjun mendadak pusing.
Jangan bilang—
"Hah? Kau cemburu, Jen? Seriusan? Kau cemburu kalau aku berselingkuh dengan si pendek ini?!" Jaemin tertawa terbahak-bahak. Tak habis pikir dengan sifat overprotective pacarnya itu.
—MEREKA PACARAN?!
🔸🔸🔸
"Kalian seriusan tidak mengenalnya?" Jaemin berbicara setelah beberapa saat meja itu hening setelah kepergian Renjun.
Keempat orang di sana menatap Jaemin dengan terheran, karena, ya, mereka tidak pernah merasa kenal dengan pemuda yang baru saja pamit ke toilet itu.
"Aku tidak," Chenle berujar.
Jaemin mengangguk. Untuk Chenle dan Jising sih tidak heran mereka tidak dapat mengenal Renjun, akan tetapi untuk Jeno dan Haechan...
"Kalian berdua," Jaemin menunjuk Jeno dan Haechan menggunakan dagunya, "seriusan tidak mengenalinya?" lanjutnya.
Kedua orang yang dimaksud tadi saling tatap, sebelum akhirnya kembali menatap Jaemin dengan gelengan kepala serta gidikkan bahu.
"Aku tidak merasa pernah lihat dan kenal dengan dia," Haechan berujar santai, lalu kembali menyeruput cokelat hangat miliknya. Suhu sedang lumayan dingin, maka dari itu cokelat hangatlah yang ia pesan tadi.
"Kau! Kau juga?!"
Jeno mengeryit. Jaeminnya itu mengapa tampak menggebu-gebu sekali membahas pemuda tadi?
"Entahlah," Jeno menggidikkan bahunya, "tapi seperti tidak asing." Jaemin tersenyum mendengarnya. Setidaknya Jeno tidak benar-benar melupakan sosok tadi.
"Assa!" Jaemim berujar riang, menghadiahkan kernyitan di kening keempat pemuda di sana.
—To Be Continued
Niat awal pengen bawa plot yang gampang—ga berkelit dan cepat selesai. Tapi gatau kenapa pas ngetik jadinya malah kayak gini:')
KAMU SEDANG MEMBACA
ₐₙₜₐᵣₐ ☑️
RandomRenjun yang merasa dirinya hanyalah seorang penghalang antara hubungan "khusus" sahabat-sahabatnya, kini memutuskan untuk menjauh. Mencoba merelakan walau nyatanya sangat menyakitkan. 16 April sampai 15 Mei 2020 ©Njunieyoo