13.

642 35 0
                                    

Pagi ini aku sudah siap untuk melatih kedua tangannya. Namun sepertinya aku mendapati kejanggalan yang bagiku tidak biasa. Suamiku tiba-tiba saja kehilangan moodnya untuk makan, hingga aku harus bolak balik ke dapur untuk membuatkannya menu makanan yang berbeda, tapi tetap saja dia tidak mau dan juga yang asalnya dia mulai bisa mengeluarkan suaranya tiba-tiba saja diam. Hatiku gelisah, aku pun memanggil dokter Firman untuk mengecek keadaan pita suaranya.

“Ibu Najwa pita suara suami anda sama sekali tidak ada masalah bahkan saat ini pita suaranya sudah lebih baik dari sebelumnya.”
“Tapi kenapa dia tidak berbicara dokter?”
“Kalau menurut saya ini bukan masalah gangguan fisik dari pak Farhan, coba anda bicara baik-baik dengan suami anda mungkin dia punya masalah sehingga tidak mau berbicara. Saya permisi.”

Setelah dokter Firman pulang aku menemui suamiku kembali.

“Mas kata dokter Firman keadaan mas baik-baik saja, tapi kenapa mas jadi mogok makan kayak gini, apa Najwa punya salah sama mas tolong kasih tahu Najwa mas!”

Tak ada respons sama sekali. Aku membiarkannya hingga tanpa terasa tiga hari sudah dia kembali mendiamkanku.

“Mas...”

Aku menyapanya disaat dia sedang menikmati suasana pagi yang menyegarkan itu. Dia hanya menoleh lalu memfokuskan pandangannya kembali ke arah yang di lihatnya tadi.  Aku memulai aktivitasku pagi itu dengan melatih kedua tangan suamiku dengan gerak yang sangat halus. Di tengah-tengah latihan itu aku mulai menyinggung masalah yang kemarin, dia mengajakku ke kamar. Setibanya di kamar dia kemudian memintaku untuk membuka ponselnya. Aku terperanjat melihat sebuah foto yang ada di galerinya.

“Foto.... sia... pa yang ber... sa... ma... ka... mu... Naj... wa?"
“Ya Allah mas, jadi ini yang buat mas sampai mogok makan dan gak bicara dengan najwa?”
“Jaw.... ab mas... wa.....!”

Aku pun mulai menceritakan semua apa yang sebenarnya tak ingin aku ceritakan kepadanya.

“Mas percaya kan sama Najwa ?”
Dia tetap diam. Memikirkan kata-kataku.
“Mas Najwa benar-benar tidak ada hubungan apa-apa dengan lelaki itu, bahkan Najwa tidak tahu nama laki-laki itu siapa.”
“Ya Allah.... ampuni Najwa, ini pasti karena terlalu banyak dosa Najwa sehingga engkau menghilangkan kepercayaan suami Najwa kepada Najwa.”
Lirihku. Air mataku pun telah meleleh dipipiku.

“Ya Allah... melihatnya seperti ini rasanya tidak mungkin kalau Najwa memang selingkuh dengan laki-laki itu.” Batinnya.
“Tapi siapa yang telah mengirimkan foto ini kepadaku?”
“Najwa keluar...! keluar cewek munafiq......!”

Aku terkejut mendengar suara itu. Aku langsung membuka pintu rumahku ternyata tetanggaku sudah berdiri di depan rumahku bersama pak RT.

“Pak RT dia yang telah mengotori citra kampung kita dengan berselingkuh dengan laki-laki lain dalam keadaan suaminya sakit seperti ini.”

Dadaku serasa tertusuk anak panah. Sakit rasanya. Ingin rasanya aku menumpahkan air mataku namun aku berusaha menahannya karena selama ini mereka mengenalku sebagai seorang wanita yang sulit menangis.

Api kebencian telah membakar hati mereka sehingga mereka seperti kehilangan kendali dan mereka pun mengeroyokku tanpa mengindahkan kata-kata pak RT. Aku berusaha melawan mereka namun apa dayaku aku hanya seorang diri.

“Berhenti..........!”

Terdengar suara pak RT begitu menggelegar. Mereka pun menghentikan aksinya. Wajah mereka serentak menjadi pucat pasi begitu melihat raut wajah pak RT itu.

“Kalian belum mendengar kata-kata Najwa tapi kalian sudah main keroyok seperti ini, coba kalian bayangkan kalau hal ini terjadi kepada kalian apa yang akan kalian lakukan?”

Bidadari Surga (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang