10.

604 38 0
                                    

Satu, minggu kemudian dokter telah mengizinkan suamiku untuk pulang tapi dia harus sering dikontrol oleh dokter yang menanganinya.

“Najwa... untuk sementara waktu ijinkan kakak dan istri kakak tinggal disini untuk menemani kamu!”
“Jangan kak.”
“Najwa... siapa yang akan bantu kamu, suami kamu itu lumpuh. Kamu pasti kesulitan sayang.”
“Nggak kak. Najwa bisa.”
“Nggak Najwa... kakak gak bisa ninggalin kamu dalam keadaan seperti ini.”
“Kak, kalau kakak disini siapa yang urus perusahaan kakak?”
“Kakak lebih baik tinggalin kerjaan kakak Najwa. Kamu lebih penting.”
“Kak Fahri... Najwa tahu kalau kakak sayang banget sama aku. Percaya sama aku kak, aku bisa kok.”
“Ya udah kakak akan balik ke Jember tapi kakak akan carikan kamu orang untuk bantu kamu. Biar kakak yang bayar dia.”
“Kak Fahri... gak usah kak. Lagian tiap hari pasti ada suster yang datang ke rumah untuk ngontrol mas Farhan. Aku bisa minta tolong dia.”

Kak Fahri terdiam. Aku tahu, kakak mana yang akan bisa meninggalkan adiknya  dalam keadaan susah seperti ini. Dan itulah yang sedang dia rasakan. Memang sejak kecil aku adalah satu-satunya adiknya diantara empat adik perempuannya yang paling dia sayangi. Aku bersikeras membujuknya untuk kembali ke Jember. Masih banyak kewajiban yang harus dia penuhi disana daripadaku.

Sebenarnya jika dijangkau secara logika aku tidak akan mungkin bisa merawat suamiku sendirian, karena ayah dan ibuku juga kedua mertuaku telah pergi delapan bulan setelah pernikahanku. Saudara-saudaraku juga berada jauh dari jangkauanku. Sedangkan suamiku adalah anak tunggal; belum lagi aku juga masih punya kesibukan yang lain, mulai dari membersihkan rumah, menyiapkan makanan dan pekerjaanku yang lain. Tapi aku berusaha meyakinkan diriku bahwa Allah tidak akan memberikan ujian ini untukku jika aku tak mampu menghadapinya.

Dan buktinya aku bisa melakukannya. Dengan aku menjadwal setiap pekerjaanku perharinya. Dan tak lepas pula dari bantuan seorang suster asisten dokter Efendi yang datang setiap pagi mengontrol perkembangan kesehatannya.

Aku selalu berusaha untuk selalu berada di dekatnya, karena dengan keadaannya yang seperti saat ini dia membutuhkan perhatian ekstra dariku, aku tak pernah mengenal lelah dalam merawatnya, bahkan aku rela kurang beristirahat demi menjaganya walaupun dia dalam keadaan tertidur. Aku takut di saat aku tertidur dia terbangun dan membutuhkan sesuatu. Karena sempat suatu ketika disaat aku sedang terlelap dalam tidurku dan aku tiba-tiba terbangun aku mendapatinya membuka mata dan sepertinya dia kebingungan.

“Mas kok tidak tidur ?”

Tak ada yang mampu dia lakukan kecuali hanya mengedipkan matanya. Sebenarnya pada awalnya sulit sekali untuk bisa mengerti dengan apa yang di inginkan karna hanya itu yang dapat dilakukannya. Tapi alhamdulillah aku sudah mulai terbiasa dengan menyiasati masalah itu dengan sebuah kedipan mata. Jika dia menginginkan sesuatu aku menyarankannya untuk melihat arah yang di maksud. Ketika aku menawarkan sesuatu dan dia menyetujuinya dia mengedipkan matanya, dan jika tidak dia diam.

Bidadari Surga (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang