Two: Only Mostly Devastated

201 68 20
                                    

Satu-satunya hikmah dari pekikan kami bertiga yang sangat nyaring di ruangan Mr. Jacob adalah, murid-murid dan guru yang masih berada di dalam sekolah saling bahu membahu memadamkan api sebelum regu pemadam tiba.

Kabar baiknya: Ruangan Kepala Sekolah resmi gosong dan hampir semua isinya terlalap api, tapi hey, setidaknya bagian sekolah yang lain aman, kan?

Kabar buruknya adalah, well...

"Ini tidak adil! Aku sudah mengatakan yang sejujurnya pada kalian dan aku malah diborgol!"

Petugas kepolisian yang mengunci borgolku menghembuskan napas dramatis, seakan aku membuang-buang waktunya.

"Seperti yang kubilang untuk kedua puluh kalinya, kau hanya akan dimintai keterangan--"

"Sambil diborgol?!" Seruku, mengangkat kedua tanganku ke depan wajahnya dengan kesal.

"Sambil diborgol." sahutnya mengiyakan. "Kita tidak mau terjadi lagi hal-hal yang tidak diinginkan, bukan?"

Oke, harus kuakui. Mungkin berusaha melarikan diri dari jendela yang terbuka bersama Jack bukan sikap yang bertanggung jawab. Tapi siapa yang mau digiring ke kantor polisi untuk dimintai keterangan? Bukankah Tom Cruise sudah memberitahumu apa itu 'dimintai keterangan' dalam film Mission Impossible?

Mereka takkan 'meminta keterangan' dari orang yang membakar gedung sekolah. Yang akan mereka lakukan adalah melemparmu ke sel bersama pencopet dan pemerkosa. Dan ya ampun, coba lihat aku, aku terlalu rapuh untuk diperkosa!

Jack terkulai pasrah saat dua polisi mengapitnya di sisi kiri dan kanannya, menggiringnya menuruni tangga lantai dua, tempat murid-murid berkerumun di bawah tangga, mulut mereka ternganga lebar menyaksikan biang kerok yang membakar sekolah digiring seperti domba.

"Ada apa ini? Apa yang terja--Oh! Penelope!" Guru matematiku--Anna--mengangkat tangan ke mulut saat melihatku diseret dua orang polisi.

"MISS! TOLONG AKU!" pekikku sambil menggeliat dari cengkeraman dua polisi di sampingku. Aku menggigit, memberontak, mengentak-entak, tapi mereka maju terus keluar sekolah, pantang mundur. Rasanya seperti melawan dinding.

Seorang guru menghampiri Miss Anna, mungkin menjelaskan apa yang terjadi. Miss Anna menggeleng tidak percaya, rambut merahnya berkibar ke kanan dan ke kiri. Matanya yang bersibobrok denganku menyiratkan penghianatan, seakan aku baru saja menculik suaminya.

Apa yang ada di luar ternyata lebih heboh lagi. Garis kuning dipasang di sekitar gedung sekolah. Tiga mobil polisi terparkir di sisi jalan dengan satu mobil pemadam kebakaran terparkir di samping. Beberapa warga yang berlalu lalang di trotoar menyempatkan diri untuk mengintip dari balik celah pagar Lindale Prep, mungkin bertanya-tanya ada kejadian apa sampai menyebabkan lalu lintas macet satu kilo meter.

Kedua polisi itu memasukkan Jake ke mobil polisi yang pertama, sedangkan aku dimasukkan ke mobil polisi di belakangnya. Dimasukkan rasanya tidak tepat. Seakan digiring ke mobil polisi dengan kedua tangan diborgol belum cukup memalukan, mereka melemparku ke mobil dan membanting pintu tertutup dua senti di depan hidungku.

"Kenapa AKU juga diseret?! Apa salahku?" Raungan Stephanie yang digiring ke mobil terakhir terdengar bahkan dari kaca yang tertutup. Samar-samar aku melihat ia sempat berusaha mengkarate polisi yang memeganginya sebelum ia digotong secara paksa ke dalam mobil.

Kebenciannya padaku pasti akan bertahan kira-kira seratus tahun lagi.

"Apa kau akan mengintrogasi Jack dan aku secara terpisah?" tanyaku setelah kedua polisi yang bertugas mengawalku masuk ke balik kemudi.

"Itu rencananya."

"Ap--apa aku dalam masalah besar?" Aku mencengkeram jeruji besi yang membatasi bangku depan dan bangku belakang.

Wanna Be Where You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang