Twenty One: Trouble Times Two

253 57 97
                                    

Kurasa kau tidak boleh terlalu mempercayai isi majalah seratus persen. Kalau Cosmopolitan bilang kau perlu mengoleskan Shisheido sebelum kencan supaya rambutmu tidak mekar seperti habis tersambar petir, kau boleh mempercayainya. Tidak ada cowok di dunia ini yang mau nonton bioskop dengan cewek yang berambut seperti gulali, kan?

Tapi kalau isinya tentang ramalan bintang hasil prediksi dukun jadi-jadian yang mengatakan bahwa dalam waktu dekat kau dan si doi bakal jadian, well, jangan percaya.

Karena bukan saja aku gak bakal jadian, aku yakin Hayden akan segera tewas dikeroyok satu sekolah.

Apa sih yang cowok itu pikirkan sampai nekat datang ke stadium? Tempat seisi anak Hillcrest bisa mengulitinya hidup-hidup? Apa dia sudah gila?!

"Whoa! Penny! Kenapa kau putar balik?" Cicit Jesse sambil melotot ketika mobil berbelok di persimpangan.

"Sori. Tapi aku harus memastikan sesuatu." Aku tidak bisa meninggalkan Hayden begitu saja. Omigod, aku bahkan gak sanggup membayangkan apa yang Remy cs bakal lakukan padanya.

Bukannya aku tidak percaya dia tidak bisa menyelamatkan diri, hanya saja... well, aku tidak bisa tenang tanpa tahu dia berhasil kabur, oke?

"Kau lupa, ya? Si Gregory mau menggorengku, tahu! Aku tidak bisa kembali ke sana! Tidak bisa!" Jesse mencengkeram dadanya seperti mau stroke. Wajahnya memerah dan matanya bergerak-gerak liar.

"Cuma sebentar kok. Kau nungging saja di belakang."

"Nungging? Aku? Yang benar saja, Pen!" Protesnya, walau akhirnya dia merangkak ke lantai mobil dan menyembunyikan diri.

"Chelsea... kenapa kau tega meninggalkanku? Kenapa?" Adam bicara sendiri sembari mengusap air mata yang mengaliri pipi. Matanya terpaku menatap layar ponselnya yang kujamin berisi 1100 foto Chelsea. Aku lupa apa aku pernah mengatakannya tapi si Adam itu dua puluh persen remaja SMA, sisanya psikopat. Serius. Dia tipe cowok yang kalau sedang mood datang ke sekolah, dia akan memotret Chelsea diam-diam dan menggunting fotonya untuk ditempelkan di album foto yang dia bawa kemana-mana. Foto terakhir yang pernah kulihat adalah foto Chelsea ketika dia sedang menyeruput kuah mie. Foto itu sangat close-up kau cuma bisa melihat lubang hidungnya.

Menurutku cowok yang mengoleksi lubang hidungmu di dalam sebuah album sama sekali gak romantis. Sayangnya, Chelsea tidak sependapat. Dia malah kegirangan ada yang sebegitu terobsesi mengoleksi foto lubang hidungnya diam-diam. Kurasa itulah kenapa dia jadi suka membersihkan hidungnya setiap pagi supaya terlihat oke saat Adam memotretnya.

Aku memberhentikan mobil di luar arena stadium, beberapa meter dari gerbang, persis di bawah salah satu pohon rindang.

Oke. Sekarang apa?

"Adam, pinjam ponselmu." Kataku, mengulurkan tanganku ke belakang.

Adam mengangkat tatapannya yang bercucuran air mata, "Gamau. Aku sedang sibuk."

Ugh.

Aku memaksakan seulas senyum di balik gigiku yang bergemeletuk, "Kalau kau meminjamkannya, aku akan memberitahumu sesuatu tentang Chelsea. Sesuatu yang sangat penting."

"Benarkah?" Ia menyembulkan kepalanya di antara dua kursi dan menatapku seakan aku pahlawan yang sudi mengambilkan bintang dan bulan untuknya. "Apa rahasianya? Pasti dia masih menyukaiku? Iya, kan?"

Jesse mendongak dari lantai dan memelototi Adam kesal, "Jangan mimpi. Dia pasti lebih menyukaiku. Aku seribu kali lebih ganteng dari kau."

"Kau ngaca dimana? Comberan?" Tandas Adam sengit.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Wanna Be Where You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang