Cinta.
Apa sih itu cinta?
Apa itu sakit asma dadakan yang kau alami tiap kali berdekatan dengan si dia? Atau mungkin perasaan gembira ketika akhirnya si dia sadar bahwa kau hidup dan tersenyum padamu di lorong sekolah?
Atau mungkin, untuk sebagian orang, cinta berarti hidupmu terasa lengkap setiap kali bersamanya? Seakan-akan semua orang di sekelilingmu memudar dan hanya kau dan dirinya yang penting di dunia ini?
Entah apa definisinya cinta. Tapi aku yakin itu bukan perasaan menggebu-gebu di hatimu untuk menonjok si dia sampai mental ke ujung dunia.
Seperti yang kurasakan sekarang.
"Aku gak mau melakukannya." Kutepis tangan Jack yang kapalan dari siku lalu kubuka pintu mobil bmw-ku, "Aku mau pulang."
"Pulang?" Jack tampak tercengang. Ia cepat-cepat menghisap rokoknya dan menghembuskan asapnya di depan wajahku, membuatku terbatuk seperti nenek-nenek.
Inilah bagian tragisnya. Aku yakin dia tidak sengaja. Ia cuma setolol itu.
Ia meraih sikuku dan menggiringku keluar parkiran, kembali kearah gedung sekolah.
"Kau tidak boleh pulang, sweety pie. Jangan mau enaknya saja dan kabur saat aku kesulitan. Kau sama bersalahnya denganku."
Aku melotot, "Maaf? Salahku dimana ya? Coba kupikir dulu—Oh ya! Kau yang membuat contekan ujian di BETISMU dan kau juga yang ketahuan. Fyi, Jack, tidak ada orang waras yang menyelesaikan lembar jawaban SEBELUM soalnya dibagikan!"
"Aku gak akan nyontek kalau kau tidak memberiku contekan!" Sahut Jack tidak terima. Ia memicingkan matanya kesal, "ini semua salahmu! Kalau kau tidak membantuku, aku bakal mengadukanmu!"
Shock terasa kurang pas untuk menggambarkan ekspresiku. Nyaris stroke mungkin terdengar lebih tepat. Setelah semua yang kulakukan untuknya, berani-beraninya dia menyalahkanku?
Percayalah, pada suatu hari entah kapan, aku pernah naksir padanya. Well, kalau naksir berarti tersipu-sipu tiap kali Jack memetik gitar dan menyanyikan lagu Perfect-nya Ed Sheeran untukku. Apalagi dia memiliki wajah yang menawan dan suaranya lumayan. Siapa coba yang tidak suka dengan pria seromantis itu?
Sayangnya, ada. Dad membencinya. Amat sangat. Benci sekali. Pokoknya kalau dunia ini kiamat dan Jack satu-satunya pria yang tersisa, Dad lebih rela kalau aku jadi perawan tua daripada tidur dengannya. Mungkin dengan kejeniusannya, ia bakal menciptakan alat agar aku bisa membelah diri seperti bakteri dan memiliki keturunan.
Pokoknya Jack tidak diterima di keluarga Carberra. Yah, sebetulnya Dad tidak bisa disalahkan juga sih. Coba lihat Jack—berambut acak-acakan, kucel, dan tampak jarang mandi. Tapi itu bukan yang terparah. Ia tidak naik kelas selama dua tahun berturut-turut dan tetap menjadi murid kelas sebelas meskipun umurnya sudah delapan belas tahun.
Dad bilang aku bisa menggaet cowok yang lebih baik dari dia. Aku tahu aku bisa. Lihat saja mantanku sebelumnya, Greyson Cole. Dia pintar dan murah hati. Saking murah hatinya, ia membuang semua yang dia miliki di Amerika demi menjadi relawan kemanusiaan di Timur Tengah, termasuk hubungannya denganku. Aku sampai tidak punya hati untuk marah padanya.
So, anyway, walau Jack bukan pangeran berkuda putih, ia selalu punya seribu satu trik untuk menjungkir balikkan hatiku. Misalnya melantunkan lagu Perfect di auditorium di hadapan semua orang sampai membuat kakiku meleleh seperti agar-agar. Well, kau tidak bisa memilih orang yang kau taksir, bukan?
Itulah mengapa aku berada di ruangan Miss Celia tiga hari kemudian, menyalin kunci jawaban ujian Biologi yang akan diujikan beberapa hari lagi. Miss Celia adalah guru pemalas yang tidak pernah mengubah soal ujian sedikit pun. Ia akan mengcopy soal-soal dari internet dan mencari jawabannya di google, lalu menghabiskan waktu membrowsing klinik operasi hidung yang tidak terlalu mahal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanna Be Where You Are
أدب نسائيIt's a cliche story: si cewek bertemu si cowok di sebuah pesta. Si cewek mempermalukan si cowok yang ternyata merupakan berandalan terkenal di sekolahnya. Si cewek berharap dia gak bakal pernah bertemu cowok itu lagi--setidaknya sampai si cewek tida...