NOVELTY 08: Standing, Tiring, Trying

221 41 59
                                    

Halooo! Jangan lupa vote dan komennya ya!! Dan juga semoga kita semua baik-baik saja, dijauhkan dari apa yang tidak semestinya. 💛💙

ⓝⓝⓝ

Arsen

Esa sudah bisa pulang ke rumah hari ini, sekitar satu minggu penuh berada di rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Esa sudah bisa pulang ke rumah hari ini, sekitar satu minggu penuh berada di rumah sakit. Akhirnya di kemudian hari, dia diperbolehkan pulang dengan jaminan rawat jalan. Karena tangan kiri Esa ternyata patah dan harus menjalani berbagai terapi.

Saya sangat berterimakasih pada Mia, karena bisa dibayangkan kalau tidak ada dia yang sigap membawa Esa ke rumah saki terdekat. Mungkin bengkak di tangan Esa akan bertambah parah sebab terlambat menerima pertolongan medis.

"Gimana tangan kamu?" Hari ini kami bertiga berkumpul di rumah lama, di daerah Antapani. Dinan masih di luar untuk membeli bahan makanan, katanya dia akan mengambil cuti selama seminggu untuk merawat Esa. Walau saya tidak yakin bisa berjalan lancar karena Dinan dan Esa seringkali bertengkar karena hal kecil, walau begitu, saya tahu mereka saling menyayangi. "Udah baikan?"

Esa tidak menjawab, dia lebih memilih untuk memalingkan wajahnya dari saya.

"Kakak bicara sama kamu, Sa," kata saya.

Bukannya menjawab, malah ini yang Esa katakan.

"Mau ngapain pulang?"

Dan itu menohok jantung saya, sangat dalam.

Awalnya saya tidak ingin menjawab, karena saya tahu apa pun jawaban saya akan terdengar seperti alasan olehnya. Tapi, saya rasa kalau terus dibiarkan, masalah ini akan semakin berlanjut.

"Kamu masih marah sama kakak?" Saya bertanya untuk jawaban yang sudah saya tahu.

"Enggak," jawabnya. "Aku cuma merasa semuanya gak adil."

"Atas dasar apa kamu bisa berkata kayak begitu?" tanya saya melembut.

"Gak jadi, deh. Gak penting juga."

Saya sudah menduga hal ini akan terjadi, dibanding dengan saya. Esa akan lebih terbuka dengan Dinan, walaupun mereka sering bertengkar tapi koneksi batin antara mereka berdua sangat kuat. Mungkin karena dulu saya memutuskan untuk lebih membela papah dibanding mamah, Esa merasa kalau saya berada di kubu musuh.

Padahal tidak begitu, saya membela papah karena merasa tidak ada orang di sampingnya. Papah sendirian, papah menanggung semua beban yang tidak Dinan dan Esa tahu sendirian, dan saya kira, mamah sudah cukup aman dijaga oleh dua benteng kokoh seperti Dinan dan Esa.

Dan saya hanya ingin menjadi benteng untuk papah.

Ternyata langkah saya di masa lalu malah membawa perpecahan besar bukan hanya di antara saya dan Esa, tapi juga saya dan Dinan.

"Kanan udah balik belom?" Esa bertanya pada saya yang sedang duduk di meja makan sendirian.

"Tadi Dinan chat, katanya ayam di Superindo habis, mungkin dia lagi ke Yogya atau ke pasar."

NOVELTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang